PENILAIAN DALAM KURIKULUM 2013

 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui hasil yang telah dicapai oleh pendidik dalam proses pembelajaran adalah melalui evaluasi. Evaluasi merupakan sub sistem yang sangat penting dan sangat dibutuhkan dalam setiap sistem pendidikan, karena evaluasi dapat mencerminkan seberapa jauh perkembangan atau kemajuan hasil pendidikan. Dalam setiap pembelajaran, pendidik harus berusaha mengetahui hasil dari proses pembelajaran yang dilakukan. Pentingnya diketahui hasil ini karena dapat menjadi salah satu patokan bagi pendidik untuk mengetahui sejauh mana proses pembelajaran yang dilakukan dapat mengembangkan potensi peserta didik.

Dengan evaluasi, maka maju dan mundurnya kualitas pendidikan dapat diketahui, dan dengan evaluasi pula, kita dapat mengetahui titik kelemahan serta mudah mencari jalan keluar untuk berubah menjadi lebih baik ke depan. Suatu sistem adalah jalinan antar beberapa komponen yang saling terkait dan saling mempengaruhi, sehingga jika salah satu komponen mengalami gangguan, keseluruhan sistem akan terganggu. Pendidikan sebagai sistem tersusun atas komponen konteks, input, proses, output, dan outcome. Konteks berpengaruh pada input, input berpengaruh pada proses, proses berpengaruh pada output, dan output berpengaruh pada outcome.

Dengan demikian, jika mutu pendidikan rendah, maka yang mempengaruhinya adalah semua komponen yang terkait dalam sistem tersebut. Hal ini dapat dilihat dari kualitas masukan mentah, masukan instrumen (pendidik, kurikulum, sarana dan prasarana, dana pendidikan, tujuan pendidikan), mutu proses belajar, dan pengaruh lingkungan (lingkungan fisik maupun lingkungan sosial-budaya). Komponen-komponen inilah yang mempengaruhi kualitas hasil pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka ditetapkan rumusan masalah sebagai berikut  :

1.2.1   Apa yang dimaksud landasan penilaian kurikulum?

1.2.2   Bagaimana penilaian dalam kurikulum?

1.2.3   Apa saja prinsip pendekatan dalam penilaian kurikulum?

1.2.4 Apa saja yang termasuk karakteristik dan ruang lingkup penilaian  

         kurikulum?

1.3 Tujuan Penulisan

Melalui penulisan makalah ini penulis bertujuan untuk :

1.3.1  Agar mengetahui landasan penilaian kurikulum

1.3.2  Untuk memahami penilaian dalam kurikulum

1.3.3  Bisa mengetahui prinsip pendekatan dalam penilaian kurikulum

1.3.4  Dapat mengetahui karakteristik dan ruang lingkup penilaian   kurikulum?

 


 BAB II PEMBAHAHASAN

2.1  Landasan Penilaian Kurikulum

Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan landasan yuridis, landasan filosofis, landasan empirik, dan landasan teoretis. Landasan yuridis merupakan ketentuan hukum yang dijadikan dasar untuk pengembangan kurikulum. Landasan filosofis adalah landasan yang mengarahkan kurikulum kepada manusia apa yang akan dihasilkan kurikulum. Landasan empirik memberikan arahan berdasarkan pelaksanaan kurikulum yang sedang berlaku di lapangan. Landasan teoritik memberikan dasar-dasar teoritik pengembangan kurikulum sebagai dokumen dan proses.

1. Landasan Yuridis

Landasan yuridis kurikulum adalah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor  22 tahun 2006 tentang Standar Isi.Lebih lanjut, pengembangan Kurikulum 2013 diamanatkan oleh Rencana Pendidikan Menengah Nasional (RJPMN). Landasan yuridis pengembangan Kurikulum 2013 lainnya adalah Instruksi Presiden Republik Indonesia tahun 2010 tentang Pendidikan Karakter, Pembelajaran Aktif dan Pendidikan Kewirausahaan.

2. Landasan Filosofis

Secara singkat kurikulum adalah untuk membangun kehidupan masa kini dan masa akan datang bangsa, yang dikembangkan dari warisan nilai dan prestasi bangsa di masa lalu, serta kemudian diwariskan serta dikembangkan untuk kehidupan masa depan. Ketiga dimensi kehidupan bangsa, masa lalu-masa sekarang-masa yang akan datang, menjadi landasan filosofis pengembangan kurikulum. Pewarisan nilai dan pretasi bangsa di masa lampau memberikan dasar bagi kehidupan bangsa dan individu sebagai anggota masyarakat, modal yang digunakan dan


dikembangkan untuk membangun kualitas kehidupan bangsa dan individu yang diperlukan bagi kehidupan masa kini, dan keberlanjutan kehidupan bangsa dan warga negara di masa mendatang. Dengan tiga dimensi kehidupan tersebut, kurikulum selalu menempatkan peserta didik dalam lingkungan sosial-budayanya, mengembangkan kehidupan individu peserta didik sebagai warga negara yang tidak kehilangan kepribadian dan kualitas untuk kehidupan masa kini yang lebih baik, dan membangun kehidupan masa depan yang lebih baik lagi.

3. Landasan Empiris

Sebagai negara bangsa yang besar dari segi geografis, suku bangsa, potensi ekonomi, dan beragamnya kemajuan pembangunan dari satu daerah ke daerah lain, sekecil apapun ancaman disintegrasi bangsa masih tetap ada. Maka, kurikulum harus mampu membentuk manusia Indonesia yang mampu menyeimbangkan kebutuhan individu dan masyarakat untuk memajukan jati diri sebagai bagian dari bangsa Indonesia dan kebutuhan untuk berintegrasi sebagai satu entitas bangsa Indonesia. Berbagai elemen masyarakat telah memberikan kritikan, komentar, dan saran berkaitan dengan beban belajar siswa, khususnya siswa sekolah dasar. Beban belajar ini bahkan secara kasatmata terwujud pada beratnya beban buku yang harus dibawa ke sekolah. Beban belajar ini salah satunya berhulu dari banyaknya mata pelajaran yang ada di tingkat sekolah dasar. Maka, kurikulum pada tingkat sekolah dasar perlu diarahkan kepada peningkatan 3 (tiga) kemampuan dasar, yakni baca, tulis, dan hitung, dan pembentukan karakter.

Pada saat ini, upaya pemenuhan kebutuhan manusia telah secara nyata mempengaruhi secara negatif lingkungan alam. Pencemaran, semakin berkurangnya sumber air bersih adanya potensi rawan pangan pada berbagai belahan dunia, dan pemanasan global merupakan tantangan yang harus dihadapi generasi muda di masa kini dan di masa yang akan datang. Kurikulum seharusnya juga diarahkan untuk membangun kesadaran dan kepedulian generasi muda terhadap lingkungan alam dan menumbuhkan kemampuan untuk merumuskan pemecahan masalah secara kreatif terhadap isu-isu lingkungan dan ketahanan pangan.

Dengan berbagai kemajuan yang telah dicapai, mutu pendidikan Indonesia harus terus ditingkatkan. Hasil riset PISA (Program for International Student Assessment),studi yang memfokuskan pada literasi bacaan, matematika, dan IPAmenunjukkan peringkat Indonesia baru bisa menduduki 10 besar terbawah dari 65 negara. Hasil Riset TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) menunjukkan siswa Indonesia berada pada rangking amat rendah dalam kemampuan (1) memahami informasi yang komplek, (2) teori, analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah dan (4) melakukan investigasi. Hasil-hasil ini menunjukkan perlu ada perubahan orientasi kurikulum, yaitu tidak membebani peserta didik dengan konten namun mengutamakan pada aspek kemampuan esensial yang diperlukan semua warga negara untuk berperan serta dalam membangun negaranya pada abad 21.

4. Landasan Teoretik

Kurikulum 2013 dikembangkan atas dasar teori “pendidikan berdasarkan standar” (standard-based education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi. Pendidikan berdasarkan standar adalah pendidikan yang menetapkan standar nasional sebagai kualitas minimal warga negara untuk suatu jenjang pendidikan. Standar bukan kurikulum dan kurikulum dikembangkan agar peserta didik mampu mencapai kualitas standar nasional atau di atasnya. Standar kualitas nasional dinyatakan sebagai Standar Kompetensi Lulusan.Standar Kompetensi Lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.Standar Kompetensi Lulusan dikembangkan menjadi Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan yaitu SKL SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK. Kompetensi adalah kemampuan seseorang untuk bersikap, menggunakan pengetahuan dan keterampilan untuk melaksanakan suatu tugas di sekolah, masyarakat, dan lingkungan dimana yang bersangkutan berinteraksi. Kurikulum berbasis kompetensi dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta didik untuk mengembangkan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk membangun kemampuan yang dirumuskan dalam SKL. Hasil dari pengalaman belajar tersebut adalah hasil belajar peserta didik yang menggambarkan manusia dengan kualitas yang dinyatakan dalam SKL.

2.2  Pengertian Penilaian

Dalam bidang pendidikan terdapat dua pengertian penilaian hasil belajar. Pertama, pengertian penilaian dalam arti asesmen, dan yang kedua pengertian penilaian dalam arti evaluasi. Penilaian dalam arti asesmen merupakan suatu proses pengumpulan informasi hasil belajar siswa yang diperoleh melalui pengukuran untuk menjelaskan atau menganalisis unjuk kerja siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Sedangkan penilaian dalam arti evaluasi merupakan kegiatan yang dirancang untuk mengukur efektivitas pembelajaran yang melibatkan sejumlah komponen penentu keberhasilan pembelajaran. Nah, dalam pembahasan mata kuliah ini, kami mengacu pada pengertian penilaian hasil belajar dalam arti asesmen (Suryanto, 2012).

Kita sering rancu dalam menggunakan istilah-istilah tersebut karena ke-empat istilah itu terjadi dalam satu kegiatan yaitu pada saat kita menilai hasil belajar siswa. Contoh: pada ulangan harian, Intan dapat menjawab tiga dari lima pertanyaan tes uraian tetapi pada ulangan harian sebelumnya Intan hanya dapat mengerjakan dua dari lima butir soal yang disediakan. Dari data tersebut Anda menyatakan bahwa Intan telah mengalami kemajuan dalam belajar. Ini berarti pembelajaran yang Anda lakukan cukup berhasil. Dari contoh tersebut, sebenarnya Anda telah melakukan tes, pengukuran, asesmen, dan evaluasi. Pertanyaan-pertanyaan yang Anda berikan kepada Intan adalah contoh alat ukur untuk mengukur hasil belajar Intan. Alat ukur tersebut mengacu pada pengertian tes. Keberhasilan Intan menjawab dengan benar tiga dari lima pertanyaan merupakan hasil pengukuran. Penggunaan alat ukur yang menghasilkan angka-angka ini mengacu pada pengertian pengukuran. Setelah Anda membandingkan hasil ulangan harian pertama dan kedua, Anda menilai bahwa Intan telah meningkat hasil belajarnya. Pernyataan ini mengacu pada pengertian asesmen. Sedangkan pernyataan Anda tentang keberhasilan pembelajaran yang telah Anda lakukan telah mengacu pada pengertian evaluasi.

Menurut Hanna (dalam Suryanto): “Assessment is the process of collecting, interpreting, and synthesizing information to aid in decision making. Assessment synonymous with measurement plus observation. It concerns drawing inferences from these data sources. The primary purpose of assessment is to increase student’s learning and development rather than simply to grade or rank student performance (Morgan & O’Reilly, 1999). Jadi asesmen merupakan kegiatan untuk mengumpulkan informasi hasil belajar siswa yang diperoleh dari berbagai jenis tagihan dan mengolah informasi tersebut untuk menilai hasil belajar dan perkembangan belajar siswa. Berbagai jenis tagihan yang digunakan dalam asesmen antara lain: kuis, ulangan harian, tugas individu, tugas kelompok, ulangan akhir semester, laporan kerja dan lain sebagainya.

Dalam dunia pendidikan memang terdapat dua pengertian tentang penilaian yaitu penilaian dalam arti asesmen dan penilaian dalam arti evaluasi. Penilaian dalam arti asesmen merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh informasi pencapaian hasil belajar dan kemajuan belajar siswa serta mengefektifkan penggunaan informasi tersebut untuk mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan penilaian dalam arti evaluasi merupakan suatu kegiatan yang dirancang untuk mengukur keefektifan suatu sistem pendidikan secara keseluruhan.

Pengertian penilaian mengacu pada pengertian penilaian yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 66 dan 81 tahun 2013. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut dijelaskan bahwa pengertian penilaian sama dengan pengertian assesmen, sehingga hanya 3 kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk melihat perkembangan peserta didik, yaitu: 1) pengukuran yang diartikan kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan suatu kriteria atau ukuran. Hasil pengukuran berupa skor; 2) Penilaian adalah proses mengumpulkan informasi/bukti melalui pengukuran, menafsirkan, mendeskripsikan, dan menginterpretasi bukti-bukti hasil pengukuran. Hasil penilaian ini berupa nilai di rapor; dan 3) Evaluasi adalah proses mengambil keputusan berdasarkan hasil-hasil penilaian. Hasil dari evaluasi ini adalah naik/tidak naik kelas, lulus atau tidak lulus, remedial atau tidak remedial. Dalam Permendikbud 66 dan 81 tahun 2013 dijelaskan bahwa penilaian autentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses, dan keluaran (output) pembelajaran, yang meliputi ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Penilaian autentik menilai kesiapan peserta didik, serta proses dan hasil belajar secara utuh. Keterpaduan penilaian ketiga komponen (input – proses – output) tersebut akan menggambarkan kapasitas, gaya, dan hasil belajar peserta didik, bahkan mampu menghasilkan dampak instruksional (instructional effects) dan dampak pengiring (nurturant effects) dari pembelajaran. Penilaian autentik harus mencerminkan masalah dunia nyata, bukan dunia sekolah. Menggunakan berbagai cara dan kriteria holistik (kompetensi utuh merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap). Penilaian autentik tidak hanya mengukur apa yang diketahui oleh peserta didik, tetapi lebih menekankan mengukur apa yang dapat dilakukan oleh peserta didik (Alimuddin, 2014).

Domain penilaian dalam Kurikulum 2013 menurut Bloom (dalam Setiadi) meliputi domain spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Secara lebih umum dapat dikategorikan menjadi tiga domain yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap sosial dan spiritual), dan psikomotor (keterampilan). Doman kognitif mencakup hasil yang berhubungan dengan aspek pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.

2.3  Prinsip Pendekatan dalam Penilaian

Prinsip Penilaian

Suharsimi Arikunto, dalam bukunya “Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan”,  mengemukakan bahwa ada satu prinsip umum yang sangat penting dalam kegiatan evaluasi yaitu adanya triangulasi atau hubungan erat antara tiga komponen yaitu: antara  tujuan pembelajaran; kegiatan pembelajaran atau kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi. 

Ketiga komponen tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat dan tidak dapat  dipisahkan satu sama lain. Dimana, setiap komponen tersebut saling melengkapi dalam  mewujudkan tujuan pendidikan itu sendiri. Keberhasilan dalam pembelajaran juga sangat  ditentukan oleh ketiga komponen tersebut, yang melibatkan guru sebagai perancang  pembelajaran. Dengan demikian tingkat keberhasilan pun akan dapat diprediksi dan  dirancang sedemikian mungkin untuk mendapatkan lulusan yang terbaik dan terdidik  pastinya. 

Adapun beberapa prinsip penilaian yang yang disadurkan oleh M.Ngalim  Purwanto, dalam bukunya, “Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran”. 

a.     Penilaian hendaknya didasarkan pada hasil pengukuran yang komprehensif;

b.     Harus dibedakan antara penskoran (scoring) dan penilaian (grading);

c.     Dalam proses pemberian nilai hendaknya diperhatikan adanya dua macam  orientasi, yaitu penilaian norms-referenced dan criterion-referenced.  Norms-referenced evaluation adalah penilaian yang diorientasikan kepada suatu  kelompok tertentu; jadi, hasil hasil evaluasi perseorangan siswa atau mahasiswa  dibandingkan dengan prestasi kelompoknya. Prestasi kelompoknya itulah yang  dijadikan patokan atau norm dalam menilai siswa atau mahasiswa secara  perorangan. Penilaian norms-referenced kompetitif intrakelompok. Criterion-referenced evaluation adalah penilaian yang diorientasikan kepada suatu standar  absolute, tanpa dihubungkan dengan suatu kelompok tertentu. Penilaian  Criterion-referenced sangat relevan bagi lembaga pendidikan yang telah  menggunakan kurikulum yang berdasarkan kompetensi (competency ased  education).

d.     Kegiatan pemberian nilai hendaknya merupakan bagian integral dari proses  belajar mengajar.  Ini berarti bahwa tujuan penilaian di samping untuk mengetahui status siswa dan  menaksir kemampuan belajar serta penguasaannya terhadap bahan pelajaran, juga digunakan sebagai feedback (umpan balik), baik kepada siswa sendiri  maupun bagi guru atau pengajar. Dengan demikian pengajar dapat mengetahui  kelebihan dan kelemahan siswa tertentu sehingga selanjutnya ia dapat  melakukan koreksi terhadap kesalahan yang dilakukannya dan atau member  reinforcemence bagi prestasinya yang baik. 

e.     Penilaian harus bersifat komparabel.  Artinya, setelah tahap pengukuran yang menghasilkan angka-angka itu  dilaksanakan, prestasi-prestasi yang menduduki skor yang sama harus  memperoleh nilai yang sama pula. Dengan kata lain, penilaian harus dilakukan  secara adil, jangan sampai terjadi penganakemasan atau penganaktirian.

f.      Sistem penilaian yang dipergunakan hendaknya jelas bagi siswa dan pengajar  sendiri. 

Prinsip-prinsip penilaian memegang peranan penting dalam melakukan suatu  penilaian, serta sangat menentukan dalam menilai hasil belajar siswa atau mahasiswa.  Seorang pengajar pun sangat diharapkan untuk memahami betul tentang prinsip-prinsip  penilaian, sehingga mereka tidak keliru dalam menentukan hasil belajar yang diperoleh. 

Adapun untuk memperoleh hasil penilaian yang lebih baik, maka pelaksanaan  penilaian hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip umum sebagai berikut:

1.     Kontinuitas  Penilaian tidak boleh dilakukan secara incidental, karena pendidikan dan pembelajaran  itu sendiri adalah suatu proses yang berkelanjutan. Hasil penilaian yang diperoleh pada  suatu waktu harus senantiasa dihubungkan dengan hasil-hasil pada waktu sebelumnya  sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas dan berarti tentang perkembangan  peserta didik. 

2.     Komprehensif  Dalam melakukan penilaian terhadap suatu objek, harus mengambil seluruh dari  objek itu sebagai bahan penilaian. Misalnya jika objek penilaian adalah peserta didik,  maka yang dinilai adalah seluruh aspek kepribadian peserta didik, yang meliputi  pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai.

3.     Objektivitas  Penilaian hendaknya dilakukan secara objektis sesuai dengan kemampuan peserta  didik. Artinya, semua perasaan, keinginan, prasangka negatif, senang dan tidak senang harus dijauhkan. Penilaian harus dilakukan sesuai dengan data dan fakta yang  sebenarnya.

4.     Kooperatif  Untuk melihat prestasi belajar peserta didik secara utuh, guru hendaknya bekerja sama  dengan guru yang termasuk juga orang tua. Prinsip kooperatif ini sangat erat  hubungannya dengan ketiga prinsip tersebut di atas. 

Prinsip-prinsip umum penilaian menurut Depdiknas yang disadurkan oleh Zainal  Arifin ialah sebagai berikut:

a.     Mengukur hasil-hasil belajar yang telah ditentukan dengan jelas dan sesuai  dengan kompetensi dan tujuan pembelajaran;

b.     Mengukur sampel tingkah laku yang presentatif dari hasil belajar dan bahan-bahan yang tercakup dalam pengajaran;

c.     Mencakup jenis-jenis instrument penilaian yang paling sesuai untuk mengukur  hasil belajar yang diinginkan;

d.     Direncanakan sedemikian rupa agar hasilnya sesuai dengan yang digunakan  secara khusus. Dibuat dengan reliabilitas yang sebesar-besarnya dan harus  ditafsirkan secara hati-hati; dan

e.     Dipakai untuk memperbaiki proses dan hasil belajar. 

Disamping itu, penilaian juga harus memperhatikan: prinsip keterpaduan, prinsip  berorientasi pada kecakapan hidup, prinsip cara belajar siswa aktif, prinsip pedagogis,  prinsip diskriminalitas dan akuntabilitas. Prinsip-prinsip penilaian juga sangat bermanfaat  bagi siswa dan pengajar itu sendiri, yaitu dalam melihat kembali sejauh mana tingkat  penguasaan peserta didiknya dalam memahami suatu materi pelajaran, sehingga  mengetahui dimana letak kekurangan dan kelemahannya. Apakah kekurangan dan  kelemahan itu terdapat pada siswa atau pada pengajar itu sendiri, sehingga ia dapat  memperbaikinya. 

Agar penilaian objektif, guru harus berupaya secara optimal untuk memanfaatkan  berbagai bukti hasil kerja peserta didik dan tingkah laku dari sejumlah penilaian. Termasuk membuat keputusan yang adil tentang penguasaan kompetensi peserta didik dengan  mempertimbangkan hasil kerjanya (karya siswa)      

Pendekatan Penilaian 

Pendekatan dalam Penilaian  Zainal Arifin dalam bukunya “Evaluasi Instruksional: Prinsip-Teknik-Prosedur”,  mengemukakan bahwa ada dua pendekatan penilaian yaitu Criterion-ReferencedAssessment (CRA) dan Norm-Referenced-Assesment (NRA). 

CRA atau Penilaian Acuan Patokan (PAP) lebih menitikberatkan pada apa yang  dapat dilakukan oleh peserta didik atau kemampuan-kemampuannya, bukan  membandingkan seorang peserta didik dengan teman sekelasnya. Melainkan dengan suatu  criteria atau patokan yang spesifik. Criteria yang dimaksud adalah kompetensi yang diharapkan tercapai sesudah selesai kegiatan belajar. Criteria yang digunakan biasanya  70% atau 80 %. Bagi siswa yang kemampuannya di bawah criteria yang telah ditetapkan,  dinyatakan tidak berhasil dan harus mendapatkan remedial. PAP sangat bermanfaat dalam  usaha meningkatkan hasil belajar, sebab peserta didik diusahakan untuk mencapai standar  yang telah ditentukan, dan hasil belajar peserta didik pun dapat diketahui derajat  pencapaiannya. 

Dalam NRA atau Penilaian Acuan Norma (PAN), makna angka (skor) peserta didik  ditemukan dengan cara membandingkan hasil belajarnya dengan hasil belajar peserta didik  lainnya dalam kelompok atau kelas. Peserta didik dikelompokkan berdasarkan jenjang  hasil belajar, kemudian baru dapat diketahui kedudukan relative seorang peserta didik  dibandingkan dengan teman sekelasnya. Dengan kata lain, dalam PAN keberhasilan siswa  hanya ditentukan oleh kelompoknya. 

Ngalim Purwanto dalam bukunya, “Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi  Pengajaran”, mengemukakan hal yang sama, bahwa penilaian mempunyai dua macam  orientasi. Adapun penjelasan yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto, dapat dilihat pada  prinsip-prnsip umum penilaian pada poin sebelumnya. Inti yang disampaikan sama dengan  yang dikemukakan oleh Zainal Arifin, namun redaksinya saja yang berbeda.               

Pendekatan Penilaian dalam Kurikulum 2013

Penilaian selama ini cenderung dilakukan untuk mengukur hasil belajar peserta didik. Di dalam konteks ini, penilaian diposisikan seolah-olah sebagai kegiatan yang terpisah dari proses pembelajaran. Pemanfaatan penilaian bukan sekadar mengetahui pencapaian hasil belajar, justru yang lebih penting adalah bagaimana penilaian mampu meningkatkan kemampuan peserta didik dalam proses belajar. Penilaian seharusnya dilaksanakan melalui tiga pendekatan, yaitu assessment of learning (penilaian akhir pembelajaran), assessment for learning (penilaian untuk pembelajaran), dan assessment as learning (penilaiansebagai pembelajaran).

1.     Assessment of learning merupakan penilaian yang dilaksanakan setelah proses pembelajaran selesai. Proses pembelajaran selesai tidak selalu terjadi di akhir tahun atau di akhir peserta didik menyelesaikan pendidikan pada jenjang tertentu. Setiap pendidik melakukan penilaian yang dimaksudkan untuk memberikan pengakuan terhadap pencapaian hasil belajar setelah proses pembelajaran selesai, yang berarti pendidik tersebut melakukan assessment of learning.  Ujian Nasional, ujian sekolah/madrasah, dan berbagai bentuk penilaian sumatif merupakan assessment of learning (penilaian hasil belajar).

2.     Assessment for learning dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dan biasanya digunakan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan proses belajar mengajar. Pada pendidik memberikan umpan balik terhadap proses belajar peserta didik, memantau kemajuan, dan menentukan kemajuan belajarnya. Assessment for learning juga dapat dimanfaatkan oleh pendidik untuk meningkatkan performa peserta didik. Penugasan, presentasi, proyek, termasuk kuis merupakan contoh-contoh bentuk assessment for learning (penilaian untuk proses belajar).

3.     Assessment as learning mempunyai fungsi yang mirip dengan assessment for learning, yaitu berfungsi sebagai formatif dan dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung. Perbedaannya, assessment as learning melibatkan peserta didik secara aktif dalam kegiatan penilaian tersebut. Peserta didik diberi pengalaman untuk belajar menjadi penilai bagi dirinya sendiri. Penilaian diri (self assessment) dan penilaian antar teman merupakan contoh assessment as learning.

Di dalam assessment as learning peserta didik juga dapat dilibatkan dalam merumuskan prosedur penilaian, kriteria, maupun rubrik/pedoman penilaian sehingga mereka mengetahui dengan pasti apa yang harus dilakukan agar memperoleh capaian belajar yang maksimal. Selama ini, assessment of learning paling dominan dilakukan oleh pendidik dibandingkan assessment for learning dan assessment as learning. Penilaian pencapaian hasil belajar seharusnya lebih mengutamakan assessment as learning dan assessment for learning dibandingkan assessment of learning.

2.4  Karakteristik dan Ruang Lingkup Penilaian

Prinsip-prinsip penilaian hasil belajar peserta didik, antara lain:

1. Sahih/valid

Agar penilaian sahih/valid, yakni mengukur apa yang ingin diukur, harus dilakukan berdasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur. Untuk memperoleh data yang dapat mencerminkan kemampuan yang diukur harus digunakan instrumen yang sahih/valid.

2. Obyektif

Penilaian tidak dipengaruhi oleh subyektivitas penilai. Karena itu, perlu dirumuskan pedoman penilaian sehingga dapat menyamakan persepsi penilai dan meminimalisir subyektivitas. Apalagi penilaian kinerja yang memiliki cakupan, autentisitas, dan kriteria penilaian sangat kompleks.

3. Adil

Penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, gender, dan lain-lain. Perbedaan hasil penilaian semata-mata harus disebabkan oleh berbedanya capaian belajar peserta didik pada kompetensi yang dinilai.

4. Terpadu

Penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran. Penilaian merupakan proses untuk mengetahui apakah suatu kompetensi telah tercapai. Kompetensi tersebut dicapai melalui serangkaian aktivitas pembelajaran. Karena itu, penilaian tidak boleh terlepas apalagi menyimpang dari pembelajaran. Penilaian harus mengacu pada proses pembelajaran yang dilakukan.

5. Terbuka

Prosedur penilaian dan kriteria penilaian harus terbuka, jelas, dan dapat diketahui oleh siapa pun yang berkepentingan. Di dalam era keterbukaan seperti sekarang, pihak yang dinilai yaitu peserta didik dan penggunaan hasil penilaian berhak mengetahui proses dan acuan yang digunakan dalam penilaian, sehingga hasil penilaian dapat diterima oleh semua pihak.

6. Menyeluruh dan berkesinambungan

Penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik. Instrumen penilaian yang digunakan, secara konstruk harus merepresentasikan aspek yang dinilai secara utuh. Penilaian dilakukan dengan berbagai teknik dan instrumen, diselenggarakan sepanjang proses pembelajaran dan menggunakan pendekatan assessment as learning, for learning, dan of learning secara proporsional.

7. Sistematis

Penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku. Penilaian sebaiknya diawali dengan perencanaan/pemetaan, mengenai apa yang akan diukur, instrumen yang akan digunakan serta kualitas instrumen (sukar, sedang, mudah), dan harus bermakna (meaningful learning). Dilakukan identifikasi dan analisis kompetensi dasar dan indikator ketercapaian kompetensi dasar. Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis tersebut dipetakan teknik penilaian, bentuk instrumen, dan waktu penilaian yang sesuai.

8. Beracuan kriteria

Penilaian pada kurikulum berbasis kompetensi menggunakan acuan kriteria. Artinya, untuk menyatakan seorang peserta didik telah kompeten atau belum bukan dibandingkan terhadap capaian teman-teman atau kelompoknya, melainkan dibandingkan terhadap kriteria minimal yang ditetapkan. Peserta didik yang sudah mencapai kriteria minimal disebut tuntas, dapat melanjutkan pembelajaran untuk mencapai kompetensi berikutnya, sedangkan peserta didik yang belum mencapai kriteria minimal wajib menempuh remedial.

9. Akuntabel

Penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya. Akuntabilitas penilaian dapat dipenuhi bila penilaian dilakukan secara sahih, obyektif, adil, dan terbuka. Perlu dipikirkan juga konsep meaningful learning assessment. Selain dipertanggungjawabkan teknik, prosedur, dan hasilnya, penilaian juga harus dipertanggungjawabkan kebermaknaannya bagi peserta didik dan proses belajarnya.

BAB III SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan

Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan landasan yuridis, landasan filosofis, landasan empirik, dan landasan teoretis. Landasan yuridis merupakan ketentuan hukum yang dijadikan dasar untuk pengembangan kurikulum. Landasan filosofis adalah landasan yang mengarahkan kurikulum kepada manusia apa yang akan dihasilkan kurikulum. Landasan empirik memberikan arahan berdasarkan pelaksanaan kurikulum yang sedang berlaku di lapangan. Landasan teoritik memberikan dasar-dasar teoritik pengembangan kurikulum sebagai dokumen dan proses.

Prinsip-prinsip umum penilaian menurut Depdiknas yang disadurkan oleh Zainal  Arifin ialah sebagai berikut: a) Mengukur hasil-hasil belajar yang telah ditentukan dengan jelas dan sesuai  dengan kompetensi dan tujuan pembelajaran;  b)Mengukur sampel tingkah laku yang presentatif dari hasil belajar dan bahanbahan yang tercakup dalam pengajaran;  c) Mencakup jenis-jenis instrument penilaian yang paling sesuai untuk mengukur  hasil belajar yang diinginkan;  d) Direncanakan sedemikian rupa agar hasilnya sesuai dengan yang digunakan  secara khusus.dibuat dengan reliabilitas yang sebesar-besarnya dan harus  ditafsirkan secara hati-hati; dan  e) Dipakai untuk memperbaiki proses dan hasil belajar.  Prinsip-prinsip penilaian hasil belajar peserta didik, antara lain: Sahih/valid, obyektif, adil, terpadu, terbuka, menyeluruh dan berkesinambungan, sistematis, beracuan kriteria, dan akuntabel. Penilaian seharusnya dilaksanakan melalui tiga pendekatan, yaitu assessment of learning (penilaian akhir pembelajaran), assessment for learning (penilaian untuk pembelajaran), dan assessment as learning (penilaiansebagai pembelajaran).

3.2 Saran

Diharapkan setiap tenaga pendidik dalam mengajar dan membimbing peserta didik mampu memahami teori dan mengaplikasikan terhadap materi landasan, prinsip dan pendekatan penilaian sehingga dapat terlaksana secara maksimal dalam pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Alimuddin. (2014). Penilaian dalam kurikulum 2013. Seminar NAsional Pendidikan Karakter, 01(1), 23–33.

Setiadi, H. (2016). Pelaksanaan penilaian pada Kurikulum 2013. Jurnal Penelitian Dan Evaluasi Pendidikan, 20(2), 166–178. https://doi.org/10.21831/pep.v20i2.7173

Suryanto, A. (2012). Konsep Dasar Penilaian dalam Pembelajaran. Evaluasi Pembelajaran Di SD, 5(1), 63.

 Irhamni. (2017). Prinsip-Prinsip Dan Pendekatan Dalam Penilaian Hasil Belajar. Jurnal Intelektualita, 5(1), 111-119. doi: https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/intel/article/view/4361/2897

N_. (2017). Pendekatan dan Prinsip Penilaian Terbaru dalam Kurikulum 2013. [Online]. Diakses dari https://www.amongguru.com/pendekatan-dan-prinsip-penilaian-terbaru-dalam-kurikulum-2013/

TIM. (2014). Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2014 Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs : Jakarta: Pusat Pengembangan Profesi Pendidik Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan Dan Kebudayaandan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan.

Sahaja, R. (2016). Landasan Kurikulum 2013. [Online]. Diakses dari https://irwansahaja.blogspot.com/2016/04/landasan-kurikulum-2013.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN KONSELING

KONSEP, KARAKTERISTIK DAN JENIS ALAT PENDIDIKAN