Tampilkan postingan dengan label Pembelajaran Membaca. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pembelajaran Membaca. Tampilkan semua postingan

MODEL PEMBELAJARAN MENULIS LANJUT

 A.    PENDAHULUAN

a.     Latar Belakang

Interaksi merupakan jembatan krusial untuk kelangsungan hidup setiap individu dalam kehidupan sosial, dalam menjalankan proses interaksi memerlukan alat yang dapat menjembatani pengiriman pikiran atau informasi antar individu. Alat ini merupakan bahasa yang memudahkan manusia untuk berkomunikasi dengan individu lain. Bahasa menjelma menjadi bagian penting bahkan pondasi sosial bagi seluruh individu. Hal ini tidak hanya membantu dalam menjalani kehidupan sehari-hari, tetapi juga membantu manusia dalam berkontribusi di lingkungan masyarakat. Adanya pemanfaatan dan penggunaan bahasa, seseorang dapat mengemukakan pikiran, pendapat, ataupun temuan di mana pun dan kapan pun.

Upaya pengarustamaan bahasa sebagai bagian krusial dalam kehidupan sehari-hari dilakukan dalam berbagai cara, utamanya melalui proses pembelajaran di setiap jenjang pendidikan. Secara fundamen, sekolah dasar berkontribusi dengan masif dalam membelajarkan bahasa kepada siswa yakni melalui pembelajaran bahasa Indonesia. Siswa sekolah dasar perlu mengembangkan beragam potensi pribadi untuk bekal pada jenjang lebih tinggi. Hal ini membuktikan bahwa bahasa tidak hanya berdampak secara mikro dalam lingkup pendidikan, tetapi juga secara makro berkelanjutan dalam kehidupan bermasyarakat.

Pelbagai keterampilan berbahasa dibelajarkan di sekolah dasar, secara umum terdiri dari keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan tersebut saling berhubungan erat dan tidak dapat terpisah satu sama lainnya. Perolehan keterampilan berbahasa tersebut melalui tingkatan paling sederhana atau paling mudah sampai dengan paling kompleks, misalnya siswa belajar menulis per simbol, per huruf, per kata, per kalimat, sampai dengan per paragraf. Hal tersebut perlu melalui praktik yang persisten dilakukan karena “keterampilan hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan cara praktik dan pelatihan” (Tarigan, 2013, hlm. 1). Melalui pembelajaran di kelas, khususnya terjadi aktivitas bimbingan dan pelatihan antara guru dan siswa terkait keterampilan menulis. Dewi, Kristiantari, dan Ganing (2019) mengungkapkan bahwa menulis merupakan kecakapan individu dalam mengomunikasikan pesan dalam bentuk tulisan. Lebih lanjut, secara spesifik di sekolah dasar keterampilan menulis dibedakan menjadi dua jenis yakni menulis permulaan dan keterampilan menulis lanjut. Menulis permulaan ditandai dengan kegiatan menjiplak, menebalkan, mencontoh, melengkapi, menyalin, dan melengkapi cerita. Sementara itu, keterampilan menulis lanjut berupa aktivitas mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk percakapan, petunjuk, dan cerita.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa minat siswa terhadap menulis masih rendah. Terlebih pada kemampuan menulis lanjut, siswa kerap masih merasa bingung untuk menuangkan pemikiran atau pandangan dalam sebuah tulisan. Beragam faktor menjadi alasan tersebut, seperti pembelajaran bahasa Indonesia masih dianggap tidak terlalu krusial dibandingkan dengan mata pelajaran lain dan pembelajaran lebih banyak diarahkan pada teori, tidak pada pengembangan menulis untuk komunikasi. Sementara itu, pembelajaran setidaknya menghasilkan luaran berupa siswa yang mampu mencapai tujuan pembelajaran. Bertolak dari hal tersebut, untuk mencapai luaran tersebut diperlukan pembelajaran yang mampu membuat siswa lebih aktif, efektif, dan kreatif sekaligus pembelajaran yang menyenangkan.

Pembelajaran akan menyenangkan dan bermakna bagi siswa jika dilaksanakan dengan melibatkan seluruh indra dan bagian siswa untuk berpartisipasi di kelas melalui bimbingan guru. Persiapan komponen pembelajaran, rancangan atau alur pembelajaran, bahkan alat dan bahan yang diperlukan oleh guru. Persiapan yang matang selaras dengan alur pembelajaran yang lancar sehingga siswa dapat memahami dan mencapai tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya pada keterampilan menulis lanjut. Adapun harapan-harapan tersebut dapat dicapai, salah satunya dengan cara mengimplementasikan model pembelajaran bahasa Indonesia menulis lanjut untuk menjembatani pemahaman guru dan siswa.


 

b.     Fokus Kajian Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, fokus kajian masalah dalam makalah ini yaitu model-model pembelajaran menulis lanjut.

B.    KAJIAN TEORI

a.     Model Pembelajaran Menulis Lanjut

Dalam kegiatan belajar mengajar seorang pendidik harus bisa memilih dan menerapkan strategi, model maupun metode pembelajaran yang tepat guna. Adapun macam-macam model pembelajaran yang bisa digunakan dalam pembelajaran menulis lanjut:

1.     Teknik Metode RCG (Reka Cerita Gambar)

Pada umumnya metode dan teknik dipakai dalam pengertian yang sama yaitu cara menyampaikan pelajaran. Sebenarnya pengertian metode dan teknik pembelajaran tidak sama. Menurut Solchan T.W. metode mengacu kepada suatu prosedur untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan, yang meliputi a) pemilihan bahan, b) urutan bahan, c) penyajian bahan, dan d) pengulangan bahan. Sedangkan teknik mengandung makna upaya guru, usaha guru atau cara-cara yang digunakan guru untuk mencapai tujuan langsung dalam pelaksanaan pembelajaran didalam kelas pada saat itu. lebih lanjut dijelaskan; oleh karena dalam metode mengandung makana penyajian bahan dan teknik mengandung makan cara-cara yang digunakan guru maka penggunaan kata metode dan teknik disamakan. Jadi berdasarkan pengertian tersebut diatas metode bersifat prosedur dalam penyajian bahan pelajaran sedangkan teknik merupakan cara operasional, langkah-langkah praktis yang ditepuh guru dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah di tetapkan.

Menurut Henry Guntur Tarigan (1986); ada beberapa teknik dalam pembelajaran menulis, 1) Menyusun Kalimat, 2) Memperkenalkan Karangan, 3) Meniru Model,4) Karangan besama, 5) Mengisi, 6) menyusun kembali, 7) Menyelesaikan cerita, 8) menjawab pertanyaan , 9) meringkas bacaan, 10) Parafrase, 11) Memerikan, 12) Mengembangkan kata kunci, 13 mengembangkan kalimat topik, 14) Mengembangkan judul, 15) Mengembangkan pribahasa, 16) Menulis surat, 17) Menyusun dialog, 18) Menyusun Wacana, 19) Reka Cerita Gambar Yang dimaksud dengan Reka cerita gambar adalah pengembanagan karangan dengan melihat gambar tunggal atau gambar berseri, ( Solchan T, W, 9.29). dengan teknik ini peserta didik dilatih untuk mengembangkan imajinasi , daya khayalnya untuk menuliskan sebuah cerita yang ada hubungannya dengan gambar yang diamati. Dalam pembelajaran menulis dengan teknik reka cerita gambar khususnya gambar seri hendaknya guru menyusun gambar satu dengan gambar lainya ada hubungan logis, sehingga karangan peserta didikpun akantertuntun dengan gambar tersebut. Sehingga terbentuklah karangan yang runtun dan terpadu (Mahmud, 2019).

2.     Model Pembelajaran Round Table

Terdapat banyak model pembelajaran inovatif yang dikembangkan dalam membantu siswa berpikir kreatif dan produktif. Salah santunya adalah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Round Table. Menurut Mccafferty (dalam Mukrimah, 2014:108) model pembelajaran kooperatif tipe Round Table merupakan model pembelajaran yang memiliki suatu pembelajaran dengan membentuk meja bundar atau duduk yang melingkar. Dalam pelaksanaanya, model pembelajaran ini mengharuskan masing-masing siswa dalam kelompok untuk ikut serta menyumbangkan idenya dengan cara bergiliran. Dengan banyaknya ide yang didapatkan maka masing-masing anggota kelompok dapat membantu mempercepat penyelesaian tugas. Model pembelajaran kooperatif tipe Round Table ini dapat diterapkan dalam pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas serta dapat digunakan dalam pelatihan menulis siswa sekolah dasar, salah satunya untuk menulis deskripsi. Model pembelajaran kooperatif tipe Round Table diharapkan menjadi salah satu cara untuk mengaktifkan peran setiap anggota kelompok di dalam pembelajaran serta diharapka membantu melatih keterampilan menulis siswa secara individu sekaligus menghasilkan sebuah karya karangan deskripsi yang utuh bagi kelompok.

Menurut Nurulhayati (dalam Rusman, 2012:203), pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang mengedepankan partisipasi tiap masing-masing siswa dengan cara membentuk suatu kelompok yang di dalamnya terjadi adanya suatu interaksi yang terjalin antara siswa satu dengan siswa lainnya atau antara kelompok satu dengan kelompok lainnya sehingga . Salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran kooperatif tipe Round Table. Menurut Mcccafferty (2006:196) Round Table merupakan model pembelajaran yang menerapkan pembelajaran dengan menunjuk tiap-tiap siswa dalam satu kelompok untuk menyumbangkan idenya secara bergiliran dengan berkelompok membentuk meja bundar atau duduk yang melingkar. Menurut Barkley (2012:357) model pembelajaran Round Table memiliki beberapa kelebihan antara lain yaitu membantu siswa memfokuskan gagasan yang disampaikan oleh teman lainnya, mendapatkan berbagai informasi baru dari gagasan yang diutarakan oleh teman lainnya, dan meningkatkan kesetaraan partisipasi di dalam kelompok.

 

C.    SIMPULAN

Pembelajaran menulis merupakan salah satu keterampilan bahasa yang harus dikuasai oleh siswa. Pembelajaran menulis terbagi menjadi dua yaitu pembelajaran menulis permulaan dan pembelajaran menulis lanjut. Menulis permulaan berlangsung pada kelas rendah yaitu kelas 1 sampai kelas 3, sedangkan pembelajaran menulis lanjut dilaksanakan pada siswa kelas tinggi yaitu pada kelas 4 dan kelas 6. Proses pembelajaran di ruang kelas memerlukan sebuah model atau strategi yang tepat guna mempermudah anak dalam memahami sebuah materi. Pentingnya model pembelajaran dalam proses pendidikan menjadikan keharusan bagi guru untuk menguasai berbagai model untuk memberikan kemudahan pada siswa memahami materi. Dalam pembelajaran menulis lanjut ada berbagai model pembelajaran yang bisa digunakan diantaranya teknik metode RCG (Reka Cerita Gambar) dan model pembelajaran round table. Kedua model tersebut bisa digunakan dalam menulis lanjut.

 

D.    DAFTAR PUSTAKA

Agustin, L. F., & Damayanti, M. I. (2018). Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Round Table Dalam Pembelajaran Menulis Deskripsi Di Kelas IV Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian Pendidikan Guru Sekolah Dasar6(7). https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal-penelitian-pgsd/article/view/23987

Barkley, Elizabeth E,dkk. (2012). Collaborative Learning Techniques: Teknik-Teknik Pembelajaran Kooperatif. Bandung: Nusa Media.

Dewi, N.N.K., Kristiantari, M.G., & Ganing, N.N. (2019). Pengaruh Model Pembelajaran Picture and Picture Berbantuan Media Visual terhadap Keterampilan Menulis Bahasa Indonesia. Journal of Education Technology, 3(4), 278-285. https://doi.org/10.23887/jet.v3i4.22364

Mahmud, H. (2019). Upaya Meningkatakan Keterampilan Menulis Dengan Teknik RCG (Reka Cerita Gambar) Pada Siswa Kelas VI SDN Rengkak Kecamatan Kopang, Kabupaten. Lombok Tengah Tahun Pelajaran 2017/2018. JISIP (Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan)1(2). DOI: http://dx.doi.org/10.36312/jisip.v1i2.178

McCafferty, Steven. (2006). Cooperative Learning and Second Languange Teaching. New York: Cambrige University.

Mukrimah, Siti Sifa. (2014). Lima puluh tiga Metode Belajar dan Pembelajaran Plus Aplikasinya. Bandung: Indonesian University of Education.

Rusman. (2015). Pembelajaran Tematik Terpadu: Teori, Praktik dan Penilaian. Jakarta: Raja Grafinde Persada

Solchan T.W, dkk. (2014). Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Banten – Indonesia, Universitas Terbuka

Tarigan, dkk. (1986). Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa

Tarigan, H.G. (2013). Ketrampilan Menulis. CV Angkasa.

MODEL PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN DAN MEMBACA PEMAHAMAN DI ERA DIGITAL

 A.    PENDAHULUAN

a.     Latar Belakang

Kemampuan membaca merupakan hal penting dalam kehidupan manusia karena membaca diperuntukkan untuk manusia bisa menimba ilmu sekaligus membuka pikiran yang luas. Membaca akan membantu peserta didik dalam mendapatkan informasi dan wawasan baru yang sebelumnya belum diperoleh, ketika peserta didik gemar membaca maka akan banyak pula informasi yang diperoleh. Menurut Sari dkk (2021) membaca dipandang sebuah kebutuhan pokok terutama bagi insan akademik, hal ini dapat meningkatkan daya saing dan kualitas manusia pada masa yang akan datang. Sejalan dengan hal itu, Somadayo (2011, hlm. 4) mengemukakan bahwa membaca merupakan sebuah kegiatan interaktif untuk menemukan serta memahami sebuah arti atau makna yang terkandung di dalam sebuah tulisan. Kegiatan membaca dikehidupan sehari-hari sangat perlu ditingkatkan karena dengan membaca akan meningkatkan kemampuan berpikir, serta meningkatkan kreativitas dan imajinasi bagi individu ataupun kelompok dalam memahami sebuah arti atau makna yang terkandung dalam sebuah teks bacaan.

Timbulnya semangat dalam mencari dan mendapatkan sebuah pengetahuan didorong oleh proses pembelajaran yang menarik. Proses pembelajaran dalam pelaksanaannya menjadi tanggung jawab guru, sehingga pembelajaran yang menarik akan menumbuhkan kemauan peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran. Pembelajaran menarik bisa dilaksanakan dengan berbagai pertimbangan atau rencana yang sebelumnya sudah disusun baik. Salah satu pertimbangan dalam proses pembelajaran yaitu pemmilihan model pembelajaran. Ketepatan dalam memilih model pembelajaran menjadi poin penting agar terciptanya pembelajaran yang menarik sehingga akan meningkatkan kemampuan peserta didik, begitu juga dalam minat membaca. Abidin (2012, hlm. 59) menjelaskan bahwa pembelajaran membaca merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan peserta didik untuk mencapai keterampilan membaca. Pembelajaran membaca bukan semata-mata dilakukan agar peserta didik mampu membaca, melainkan sebuah proses yang melibatkan seluruh aktivitas mental dan kemampuan berpikir peserta didik dalam memahami, mengkritisi, dan memproduksi sebuah wacana tertulis.

Pada jenjang sekolah dasar proses membaca terbagi menjadi dua yaitu membaca permulaan dan membaca pemahaman. Membaca permulaan merupakan proses pengenalan huruf dan mengenalkan cara membaca dari mulai awal, sedangkan membaca pemahaman yaitu proses dimana peserta didik diharapkan mampu menggali sebuah arti atau makna yang terdapat pada teks yang dibaca. Membaca pemahaman pada peserta didik dapat diperoleh berbagai informasi secara aktif reseptif, maksudnya dengan memiliki kemampuan membaca pemahaman yang tinggi, peserta didik dapat memperoleh berbagai informasi dalam waktu yang relatif singkat. Tarigan (dalam Abidin, 2012, hlm. 59) menyatakan bahwa membaca pemahaman reading for undersanding merupakan jenis membaca untuk memahami standar-standar atau norma kesastraan, resensi kritis, drama tulis, dan pola-pola fiksi dalam usaha memperoleh pemahaman terhadap teks, membaca menggunakan strategi tertentu.

Banyak hal yang menjadi sumber permasalahan dalam kegiatan pembelajaran. Sanjaya (2007) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan dalam suatu proses pembelajaran itu sendiri. Artinya, bahwa strategi pembelajaran pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Selanjutnya untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai model pembelajaran, sehingga dapat diartikan bahwa model pembelajaran di sini adalah sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk mengembangkan kemampuan membaca pemahaman siswa, ada beberapa model pembelajaran yang kemungkinan dapat digunakan secara efektif dan efisien. Sesuai pernyataan yang dikemukakan oleh Abbas (2006), strategi dan substansi pembelajaran harus dipilih atau disusun secara cermat berdasarkan pada teori-teori yang sudah ada. Tidak tepatnya pemilihan model pembelajaran akan mengakibatkan kemampuan membaca pemahaman siswa tidak menunjukkan hasil yang memuaskan. Berdasarkan hal tersebut, perlu diciptakan suatu kondisi yang dapat menumbuhkembangkan aktivitas siswa dalam membaca pemahaman dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

Penelitian yang dilakukan oleh Sampurna (2021) menemukan bahwa masih melihat kondisi siswa 1) siswa masih kurang berkonsentrasi pada saat membaca, 2) kurangnya memahami isi dari bacaan 3) pada saat membaca, siswa masih ribut. Hal ini disebabkan oleh jarangnya guru mengelompokkan siswa pada saat pembelajaran, sehingga siswa kurang berinteraksi dengan temannya. Siswa hanya diminta membaca tanpa tahu makna dari bacaannya, sehingga mereka tidak berinteraksi dengan temannya untuk menemukan ide. Guru juga belum menggunakan metode dan media pembelajaran yang tepat ketika pembelajaran membaca berlangsung, sehingga siswa kurang paham terhadap kegiatan pembelajaran dan siswa menjadi cepat bosan dalam belajar. perlu diupayakan perbaikan untuk meningkatkan keterampilan membaca.

Penerapan strategi guru pada keterampilan membaca pemahaman digunakan oleh peneliti sebagai solusi dalam meningkatkan membaca pemahaman peserta didik, menurut Iriani (2017, hlm. 91) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap belajar seseorang. Strategi yang digunakan oleh guru harus sesuai dengan keadaan peserta didik serta materi yang akan diberikan kepada peserta didik, sehingga guru harus dapat menentukan strategi yang tepat untuk diterapkan pada setiap mata pelajaran yang akan diajarkan. Guru harus mampu mengetahui yang dibutuhkan oleh peserta didik, maka dari itu guru harus dapat berinteraksi dengan peserta didik dengan baik. Kegiatan pembelajaran saat ini mampu mengikuti perkembangan zaman dengan mendesain model dan metode pembelajaran yang dapat menjadikan peserta didik menjadi lebih mandiri dengan disajikannya materi oleh guru.

Banyaknya upaya yang telah dilakukan guru untuk meningkatkan aktivitas, peran, serta kualitas peserta didik dan pembelajaran diantaranya dengan memilih model dan metode pembelajaran yang tepat. Penggunaan model dan metode pada pembelajaran merupakan hal yang semestinya dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran merupakan gambaran kegiatan pembelajaran yang memuat metode, teknik, pendekatan. Dalam kegiatan pembelajaran terdapat metode pembelajaran yaitu menfokuskan pada tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Penggunaan model dan metode pada pembelajaran merupakan hal yang semestinya dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran merupakan gambaran kegiatan pembelajaran yang memuat metode, teknik, pendekatan. Dalam kegiatan pembelajaran terdapat metode pembelajaran yaitu menfokuskan pada tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Kegiatan membaca dipahami sebagai proses interaktif yang mengharuskan pembaca berinteraksi dengan teks menggunakan apa yang pembaca ketahui sebelumnya untuk membantu pembentukan pemahaman atas isi teks bacaan. Timbulnya kemauan untuk memperoleh pengetahuan salah satunya ditunjang oleh proses pembelajaran yang menarik.

          Perkembangan teknologi digital berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan ini memberikan banyak sekali dampak dalam aspek kehidupan manusia. Perkembangan teknologi membidik segala usia masyarakat, segala ditawarkan kepada masyarakat, masyarakat kini hidup berdampingan dengan teknologi, segala bidang kehidupan bergerak kearah moderen banyak dari mereka yang merasa terbantu dengan berkembangnya teknologi ini. Perubahan demi perubahan mulai terjadi, beragam efek mulai muncul, salah satu perubahan kegiatan masyarakat yang juga ikut berkembang mengikuti perkembangan zaman adalah aktivitas literasi. Perubahan kebiasaan membaca akibat perkembangan teknologi juga bisa menjadi salah satu hal yang mempengaruhi kemampuan membaca.  Membaca yang tadinya sangat identik dengan buku cetak kini sudah beranjak berubah kearah media noncetak atau digital.

Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada Maret 2016 Indonesia berada pada peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat baca. Dua aspek penting dalam membaca, yaitu keteramplan mekanis serta keterampilan pemahaman. Untuk mendapatkan keterampilan pemahaman dalam membaca perlu diperhatikan beberapa jenis membaca yang sesuai agar mendapat keterampilan pemahaman yang diinginkan. Ketika membaca pemahaman, pembaca tidak hanya dituntut untuk sekadar mengerti dan memahami isi bacaan, tetapi pembaca juga harus mampu menganalisis, mengevaluasi serta mengaitkan bacaan dengan pengetahuan yang dimilikinya.

b.     Fokus Kajian Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, fokus kajian masalah dalam makalah ini yaitu :

1.     Model pembelajaran membaca pemahaman

2.     Membaca pemahaman di era digital 

B.    KAJIAN TEORI

a.     Model pembelajaran membaca pemahaman

Menurut Rahman (2020, hlm. 46) Ragam model pembelajaran yang dapat dilakukan guna meningkatan keterampilan membaca pemahaman, diantaranya : (1) Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) (2) Question Answer Relationship (3) Generating Interaction Schemata and Text (4) Explore-Ask-Read-Tell-Harvest (5) Turnamen Membaca (6) Reading Workshop. Model cooperative integrated reading and composition (CIRC) merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh Slavin. Menurut Steven, Madden, Slavin dan Farnish (1995, hlm. 2) model cooperative integrated reading and composition (CIRC) merupakan suatu model pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan secara menyeluruh kemudian mengkomposisikannya menjadi bagian-bagian yang penting. Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC) menurut Slavin dalam Suyitno (2005, hlm. 3-4) memiliki delapan komponen. Kedelapan komponen tersebut antara lain:

1) Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 atau 5 siswa. 2) Placement test, misalnya diperoleh dari rata-rata nilai ulangan harian sebelumnya atau berdasarkan nilai rapor agar guru mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa pada bidang tertentu. 3) Student creative, melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. 4) Team study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan kepada kelompok yang membutuhkannya. 5) Team scorer and team recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas. 6) Teaching group, yakni memberikan materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok. 7) Facts test, yaitu pelaksanaan test atau ulangan berdasarkan fakta yang diperoleh siswa. 8) Whole-class units, yaitu pemberian rangkuman materi oleh guru di akhir waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah. 

Strategi Question-Answer Relationship (QAR) yang dikembangkan oleh Raphael pada tahun 1986 (Ruddell, 2005, hlm. 372). Strategi QAR adalah sebuah rancangan kegiatan di mana siswa mengkategorikan pertanyaan pemahaman sesuai dengan bagaimana dan dari apa sumber pertanyaan terjawab (Raphael dalam Ruddell, 2005, hlm. 372). Strategi ini dirancang agar kegiatan belajar mengajar lebih efektif dan dapat mencapai kompetensi yang diharapkan khususnya dalam pembelajaran membaca pemahaman. Seperti yang diungkapkan oleh Raphael (dalam Wiesendanger, 2001, hlm. 108) bahwa tujuan dari strategi QAR adalah untuk mengajar siswa agar fokus pada makna dalam konteks. Hal ini juga mendorong siswa untuk menguraikan informasi yang diperoleh dari bacaan. Strategi QAR dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan komprehensif dengan memberikan sarana sistematis. Tiga tingkatan pertanyaan tersebut menurut Wiesendanger (2001, hlm. 108) meliputi:

a. Teks Eksplisit – “right there” (ada dalam teks): pada tingkatan pertanyaan ini jawaban dapat ditemukan dalam teks bacaan, biasanya sebagai frasa yang 21 terkandung dalam satu kalimat. Jenis pertanyaan tersebut memiliki level pertanyaan pada tingkat literal. b. Teks Implisit – “think and search” (berpikir dan mencari): pada tingkatan pertanyaan ini jawaban dapat ditemukan dalam teks bacaan, namun pertanyaan pada tingkatan tersebut memiliki level berpikir yang lebih tinggi dibandingkan tingkat pertama. Jawaban dapat ditemukan secara implisit dalam suatu paragraf atau dalam keseluruhan bacaan. Jenis pertanyaan ini memiliki level pertanyaan pada tingkat inferensial. c. Informasi bacaan dan pengetahuan pembaca – “on my own”: menuntut siswa untuk berpikir tentang apa yang telah diketahui dari membaca dan pengalaman (pengetahuan sebelumnya) untuk merumuskan jawaban. Jenis pertanyaan ini memiliki level pertanyaan tingkat aplikasi dan evaluasi.

Generating Interaction Schemata and Text adalah strategi pengajaran yang digunakan untuk mengajar teks ekspositori dan naratif (Richardson, 2000). Ini memberikan siswa cara untuk meringkas informasi dengan membuang informasi yang tidak penting dan berfokus pada kata-kata kunci atau ide-ide dari bagian tersebut. Selain itu, ini membantu siswa memperoleh pemahaman keseluruhan yang lebih baik dari materi yang baru saja mereka baca (Hana dkk., 2015, hlm. 42). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Saepudin dkk (2019) menjelaskan Berdasarkan analisis hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan strategi GIST lebih banyak efektif daripada strategi KWL. Efektivitas dianalisis dengan tiga tes, yaitu rata-rata, tes ketuntasan klasikal dan peningkatannya kedua strategi. Pengaruh motivasi terhadap belajar menggunakan strategi GIST lebih baik meningkat kemampuan literasi bahasa Inggris siswa dibandingkan dengan strategi KWL. Faktor kedua pembelajaran tersebut strategi yang digunakan skema dan kolom. GIST yaitu divisualisasikan untuk menumbuhkan minat siswa dalam proses belajar dan meningkatkan kemampuan literasi bahasa Inggris.

Generating Interaction between Schemata and Text (GIST) dapat digunakan sebagai alternatif dalam pengajaran membaca. Schuder dkk (1989) menyatakan bahwa GIST adalah strategi yang dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memprediksi pesan dengan menggunakan pengetahuan awal mereka saat membaca teks. Menurut Harrrell (2000, hlm. 61) GIST adalah strategi yang digunakan untuk mendukung pemahaman teks informasi. GIST meminta siswa untuk meringkas pesan teks dengan menggunakan kata-kata mereka sendiri sehingga siswa lebih memahami tentang teks yang mereka baca. Cunningham (dalam Johari, 2013) menyatakan bahwa ringkasan adalah sintesis dari ide-ide penting dari sebuah teks. Meringkas mengharuskan siswa untuk menentukan apa yang penting dalam apa yang mereka baca untuk memadatkan informasi dan dimasukkan ke dalam kata-kata mereka sendiri. Didukung oleh Braxton (2009, hlm. 8) dengan menerapkan GIST, siswa tidak perlu mempelajari aturan tertentu tetapi mereka dapat menghapus, menggeneralisasi, dan mengganti bagian teks. GIST juga meningkatkan kemampuan siswa dalam meringkas bagian teks.

Reading workshop memperkenalkan kolaborasi melalui interaksi dalam kelompok kecil, sehingga siswa dapat berbagi pengetahuan dan informasi dari apa yang telah mereka baca. Setelah memperoleh informasi, siswa akan mendiskusikan pendapatnya dengan kelompoknya (Nadila, 2016). Langkah awal pembelajaran Reading workshop adalah mini lesson. Mini Lesson adalah kegiatan singkat yang dilakukan oleh guru untuk mengajarkan metode pemahaman membaca, dan mendorong siswa untuk membaca. Langkah kedua adalah membaca dengan keras. Kegiatan membaca nyaring diubah dengan memberikan arahan kepada siswa untuk mengikuti instruksi guru. Guru mengajari siswa mengakses majalah online untuk mencari judul yang disebutkan oleh guru. Selanjutnya, langkah ketiga dari model lokakarya membaca adalah membaca dan berunding secara mandiri. Siswa membacakan cerita yang dipilihkan oleh guru. Mereka membaca cerita bersama-sama dengan kelompok. Setelah itu, guru menanyakan prediksi yang telah dicatat siswa sebelum membaca. Selanjutnya, langkah keempat adalah membaca terbimbing. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum dipahami oleh siswa, berkaitan dengan isi bacaan. Pada langkah respon dan refleksi, siswa mendapatkan lembar kerja yang berisi pertanyaan-pertanyaan tentang isi cerita. Pertanyaan dalam LKS terdiri dari dua kategori, yaitu pertanyaan literat dan pertanyaan inferensial. Pertanyaan literal adalah bentuk pertanyaan yang dijawab dengan mencari dalam bacaan secara langsung (Setiyadi, 2019, hlm, 168).

Menurut Abidin (2012, hlm. 164) mengemukakan bahwa metode turnamen membaca merupakan salah satu metode pembelajaran membaca yang menekankan pada pemahaman siswa dalam memahami suatu wacana yang dibacanya melalui kerjasama dalam suatu kelompok dengan menggunakan berbagai keterampilan sosial dan terdapat unsur games dan turnamen didalamnya. Metode pembelajaran turnamen membaca merupakan merupakan metode yang diturunkan dari model kooperatif Team Game Turnament yang digagas oleh Slavin namun sudah banyak perubahan. Adapun tahapan dalam metode Turnamen membaca menurut Abidin (2012, hlm.112-113) yaitu : Prabaca yang tediri dari (1) Tahap persiapan dan (2) Tahap penyajian materi, kemudian b) Tahap Membaca yang terdiri dari (3) Tahap kegiatan kelompok, (4) Tahap turnamen akademik, (5) Tahap perhitungan skor, (6) Tahap penghargaan kelompok dan yang terakhir c) Tahap Pascabaca yang terdiri dari (7) Penutup.

b.     Membaca pemahaman di era digital

Pada era digital abad 21 dunia mengalami kemajuan teknologi yang modern termasuk dalam KBM yang terlihat dalam penyampaian latihan secara tidak langsung dengan akses internet (Youtube), Ruang tidak terbatas karena di ikuti secara online (Classroom), mejadi bebas kertas (Paperless) penggunaan akses internet dalam pengiriman jawaban sehingga peserta didik tidak perlu mecatat dan dapat di lihat secara berulang bahkan di download dan jawaban setiap tugas tidak memerlukan banyak kertas, cukup mengetik dan mengirim foto pada kolom jawaban di platform yang tersedia (Classroom, Whatsaap, Google formulir) (Wulandari dkk, 2021). Fasilitas fisik menjadi akses jaringan, durasi waktu lebih cepat Rosenberg (Subroto, 2015). Akses internet digunakan juga dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada kegiatan membaca pemahaman sebagai kegiatan yang dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun saat belajar ataupun sebelum belajar Adhitiya dalam (Chrismawati dkk., 2021) dilakukan secara natural manusia dan benda yang saling terkait (Madyawati, 2017). Untuk memperoleh kecakapan dalam diri agar dapat berfikir secara kritis dapat terlihat dari kemampuan peserta didik dalam mendapatkan, mengidentifikasi, mengkalsifikasi, mengakses, menemukan, mengevaluasi dan memanfaatkan informasi secara efektif, etis dan efisien (Khairil, 2020).

Revolusi Industri 4.0 dalam ranah pendidikan terkait dengan pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran, agar tujuan pembelajaran tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Adanya teknologi diharapkan dapat membantu siswa dalam mengakses segala informasi guna memperkaya pengetahuannya. Revolusi Industri 4.0 telah menggeser konsep literasi lama menjadi literasi baru. Literasi baru berkaitan dengan literasi individu untuk membaca data, menggunakan teknologi, dan meningkatkan kualitas diri (Rahman, Sakti, Widya, & Yugafiati, 2018). Komponen yang perlu diperhatikan dalam literasi baru adalah kemampuan siswa dalam membaca data. Peringkat siswa Indonesia masih berada pada posisi rendah dalam minat baca, membaca cepat, dan literasi. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman bacaan siswa berada pada kategori kurang Kemampuan membaca mereka masih dalam tahap literate, artinya mereka hanya mampu membaca, tetapi tidak memiliki kognisi untuk memahami suatu bacaan. Pernyataan ini ditegaskan Gubernur DKI Jakarta selaku penggiat literasi, Anies Baswedan Ph.D., dalam sambutannya memperingati Hari Pendidikan Nasional di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia yang menyatakan bahwa, “Indonesia sedang krisis literasi, masih banyak siswa Indonesia yang sudah pandai membaca dan memiliki minat membaca, namun daya bacanya rendah. Mereka tidak ingin menjumpai bacaan dengan muatan informatif dan edukatif, serta menghindari bacaan yang halamannya terlalu tebal.”

Menurut Yaumi (2016), sebagian besar masyarakat Indonesia belum mencapai tahap menjadikan kegiatan membaca sebagai kebutuhan dasar. Rahman (2018) menjelaskan bahwa dalam hal kebiasaan membaca, masyarakat saat ini masih menganggap bahwa membaca adalah kegiatan membuang waktu, bukan dengan sengaja menghabiskan waktu, yang menunjukkan bahwa membaca tidak menjadi kebiasaan, melainkan sebagai kegiatan yang tidak penting. Berdasarkan temuan UNDP dalam Human Development Index 2010, kondisi minat baca di Indonesia masih sangat rendah, karena Indonesia menduduki peringkat 112 dari 175 negara. Hal ini sejalan dengan hasil survei UNESCO (United Nation Education Society and Cultural Organization) tahun 2011, mengungkapkan bahwa indeks membaca masyarakat Indonesia sangat rendah, yaitu hanya berkisar 0,001 (Anita, Nenden, & Nana, 2017). Hal ini menunjukkan bahwa ada satu dari seribu orang Indonesia yang memiliki minat baca yang tinggi. 

C.    SIMPULAN

Membaca pemahaman pada siswa sekolah dasar begitu penting karena ini akan menjadi penunjang siswa dalam memaknai sebuah teks bacaan. Ketertarikan siswa dalam membaca dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu bahan ajar, model pembelajaran yang digunakan atau dari kemampuan siswa itu sendiri. Model pembelajaran untuk mengembangkan membaca pemahaman pada siswa menjadi penting karena ini akan mendorong dan membangkitkan semangat siswa dalam belajar membaca. Membaca pemahaman dalam model pembelajarannya amat beragam mulai dari (1) Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) (2) Question Answer Relationship (3) Generating Interaction Schemata and Text (4) Explore-Ask-Read-Tell-Harvest (5) Turnamen Membaca (6) Reading Workshop. Dari berbagai model pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran membaca pemahaman bisa dipilih dan disesuaikan dengan situasi kondisi di lapangan dan bisa juga dipertimbangkan dari aspek kemampuan siswanya.

Membaca pemahaman semakin berkembang dengan adanya industry teknologi. Kemajuan teknologi menjadi tantangan sekaligus kesempatan dalam dunia pendidikan termasuk membaca pemahaman pada siswa sekolah dasar. Proses membaca pemahaman akan menjadi terbantu dengan teknologi yang didalamnya terdapat beberapa bahan bacaan misalnya. Berbagai visual atau audio-visual tersebar diberbagai jaringan. Hal ini semestinya menjadi sebuah kesempatan oleh guru untuk bisa mengembangkan siswanya pada aspek membaca pemahaman. 

D.    DAFTAR PUSTAKA

Abbas, T. (2006). Brainware Management. PT. Gramedia.

Abidin. Y. (2012). Pembelajaran Membaca Berbasis Pendidikan Karakter. PT Refika Aditama.

Anita, A., Nenden, R., & Nana, N. (2017). Analisis minat membaca remaja di kabupaten Sumedang. In 2nd International Multiliteracy Conference and Workshop for Students and Teachers. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Chrismawati, M., & Septiana, I. (2021). Peningkatan Hasil Belajar Melalui Model Flipped Classroom Berbantuan Media Power Point dan Audio Visual di Sekolah Dasar. Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan3(5), 1928-1934. https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i5.695

Hana, A. M., & Faridi, A. (2015). The effectiveness of gist (generating interactions between schemata and text) and KWL (know, want, and learned) strategies to improve reading achievement of male and female students. English Education Journal5(2). https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/eej/article/view/9803

Harrel, Adrienne. L. (2000). Fifty Strategies for Teaching English Language Learners. New Jersey: Prantice-Hall Inc.

Iriani, S. (2017) Peningkatan Kemampuan Membaca Pemahan Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas IV Sdn 004 Pagaran Tapah Darussalam. Primary: Jurna Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 6(1), 89-9. http://dx.doi.org/10.33578/jpfkip.v6i1.4092

Johari, I., & Rozimela, Y. (2013). THE EFFECT OF GENERATING INTERACTION BETWEEN SCHEMATA AND TEXT (GIST) STRATEGY AND MOTIVATION ON STUDENTS’READING COMPREHENSION OF HORTATORY EXPOSITION TEXT AT SMA 3 PADANG. English Language Teaching (ELT)1(1). http://ejournal.unp.ac.id/index.php/elt/article/view/4550

Khairil, A. (2020). Arah Dan Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Indonesia Pada Era Revolusi Industri 4.0. Pustaka Diksi.

Madyawati, L. (2017). Strategi Pengembangan Bahasa Pada Anak. KENCANA.

Nadila, A. (2016). The use of reading workshop model in teaching reading comprehension of narrative text to Senior High School students. Journal of English Language Teaching, 4(2), 1–9. https://doi.org/10.24036/jelt.v4i2.5814

Rahman, Sakti, W. A., Widya, R. N., & Yugafiati, R. (2018). Elementary education literacy in the era of industrial revolution 4.0. Advances in Social Science, Education and Humanities Research (ASSEHR), 257, 190–193. https://doi.org/10.2991/icollite-18.2019.41

Richardson, J., and Morgan, R. (2000). Reading to Learn in the Content Areas. Belmont, CA: Wadssworth.

Ruddell, M. R. (2005). Teaching Content Reading and Writing. Hoboken: Wiley

Saepudin, A., Sulistyorini, S., & Utanto, Y. (2019). The Effectiveness of GIST (Generating Interaction between Schemata and Text) and KWL (Know, Want to Know, Learned) Strategies on Students English Literacy towards Learning Motivation. Innovative. Journal of Curriculum and Educational Technology, 8(2), 51-58. https://doi.org/10.15294 /ijcet.v8i2.31339

Sampurna, I. (2021). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Berbantu Media Gambar Untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Educatio FKIP UNMA7(4), 2116-2120. https://doi.org/10.31949/educatio.v7i4.1752

Sanjaya, Wina. (2013). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Prenada Media Group

Sari, E. I., Wiarsih, C., & Bramasta, D. (2021). Strategi Guru Dalam Meningkatkan Keterampilan Membaca Pemahaman Pada Peserta Didik di Kelas IV Sekolah Dasar. Jurnal Educatio FKIP UNMA7(1), 74-82. https://doi.org/10.31949/educatio.v7i1.847

Schuder, T., Clewell, S., & Jackson, N. (1989). "Getting the gist of expository text." Children’s comprehension of text. In K.D. Muth, (Ed.), Newark, Del: International Reading Association, 1989.

Setiyadi, R., Kuswendi, U., & Ristiana, M. G. (2019, August). Learning of Reading Comprehension through Reading Workshop in the Industry 4.0. In Elementary School Forum (Mimbar Sekolah Dasar) (Vol. 6, No. 2, pp. 160-173). https://eric.ed.gov/?id=ej1265580

Slavin, R. E., Madden, N., & Steven, R. J. (1989). Cooperative learning models for the 3 R’s. Educational Ledership. 47 (4) hlm 22-28.

Somadayo. S. (2011). Strategi dan Teknik Pembelajaran Membaca. Graha Ilmu.

Subroto, G. (2015). Peran dan Tantangan TIK (Internet) dalam Pembangunan Pendidikan Indonesia. Jurnal Teknodik, 118-134. https:// index.php/jurnalteknodik/article/view/154

Suyitno, A. (2005). Mengadopsi pembelajaran circ dalam meningkatkan keterampilan siswa menyelesaikan soal dongeng. Seminar Nasional FPMIPA UNNES.

Wiesendanger, K. D. (2001). Strategies for Literacy Education. New Jersey: Merril.

Wulandari, N. M. R., Wulan, N. S., & Wahyudin, D. (2021). Analisis Kemampuan Membaca Pemahaman dalam Pembelajaran Multiliterasi Siswa Sekolah Dasar. EDUKATIF: JURNAL ILMU PENDIDIKAN3(5), 2287-2298.  https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i5.833

Yaumi, M. (2016). Pendidikan karakter: landasan, pilar & implementasi. Prenadamedia Group: Prenadamedia Group.

Hakikat Membaca Pemahaman dan Model Pembelajaran CIRC

 A.    PENDAHULUAN

a.     Latar Belakang

Pembelajaran Bahasa mencakup 4 kriteria yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Kegiatan yang bersifat reseptif yaitu kegiatan menyimak dan membaca seddangkan kegiatan produktif yaitu kegiatan berbicara dan menulis (Pujabakti dkk, 2021, hlm. 84). Siswa diharapkan mampu menguasai empat keterampilan tersebut guna untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi individu maupun kelompok. Salah satu yang harus dikuasai oleh siswa yaitu keterampilan membaca. Membaca ialah proses pengucapan simbol-simbol beserta dengan penerimaan makna dari bacaan tersebut. Kemampuan membaca merupakan kemampuan awal yang harus dimiliki oleh siswa sekolah dasar (Rahayu, 2018, hlm. 49). Siswa yang mempunnyai kemampuan membaca yang tinggi akan memudahkan siswa dalam memahami materi yang dipelajari. Menurut Alfahad (2015, hlm. 73) mengatakan bahwa keterampilan membaca diperoleh secara bertahap, diintegrasikan kemudian menjadi otomatis.

Kegiatan membaca dapat membantu kita dalam memahami kejadian dari sebuah tulisan. Proses memahami kejadian dari tulisan bisa dikatakan sebagai membaca pemahaman (Mustajab dkk, 2021, hlm. 195). Sejalan dengan itu, Nurhidayah (2017, hlm. 43) mengatakan bahwa membaca pemahaman dapat dipahami sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang dalam memahami isi suatu bacaan. Siswa dapat dikatakan mahir dalam membaca pemahaman ketika ia mampu memahami arti kata, menyimpulkan isi dari bacaan, menceritakan kembali dan menjawab pertanyaan dari isi bacaan. Menurut Mustajab dkk (2021, hlm. 195) menjelaskan membaca pemahaman merupakan kegiatan membaca secara teliti dan seksama dengan tujuan memahaminya secara rinci baik tekstual maupun kontekstual dari bahan bacaan tersebut untuk mencapai hasil yang optimal dalam pembelajaran. Temuan Somadayo (2016, hlm. 136) menjelaskan bahwa penyebab siswa mengalami hambatan dalam proses membaca pemahaman dikarenakan memiliki hambatan-hambatan sebagai berikut.

(1) mengidentifikasi tema, topik, atau judul wacana, (2) menilai organisasi wacana tentang ide pokok, ide penjelas, kalimat topik, kalimat penjelas, dan jenis alinea, (3) menemukan informasi berupa fakta, definisi, atau konsep, (4) Mampu memahami makna kata, istilah, dan ungkapan, dan (5) menarik simpulan tentang hal, konsep, masalah, atau pendapat. (Sumadayo, 2016, hlm. 136) 

Sejalan dengan itu, penelitian yang dilakukan oleh Pujabakti dkk (2021, hlm. 86) mengatakan dari hasil tes terhadap kemampuan membaca pemahaman siswa diperoleh nilai rata-rata 51,4 dengan ketuntasan belajar siswa hanya sebesar 8,3 % dari jumlah siswa sebanyak 24 siswa. Dari evaluasi tersebut terlihat bahwa pemahaman siswa terhadap bacaan yang di bacanya masih rendah. Rendahnya kemampuan membaca siswa ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya kesadaran akan pentingnya membaca masih kurang, pembiasaan literasi yang dilakukan masih belum terlaksanakan dengan baik, masih belum ada tindak lanjut terhadap hasil bacaan yang telah mereka baca. Pembelajaran yang berlangsung di kelas pun lebih berpusat pada guru, guru lebih aktif daripada siswa dalam menemukan isi bacaan, siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru daripada mencari tahu sendiri isi bacaan tersebut. Selain itu, siswa masih terlihat belum dapat menceritakan kembali isi bacaan menggunakan bahasa mereka sendiri dan masih belum dapat menyampaikan inti dari isi bacaan yang mereka baca (Pujabakti dkk, 2021, hlm. 86).

Penelitian yang dilakukan oleh Puspita dan Rahman (2018, hlm. 201) menyebutkan fakta di lapangan berbicara bahwa sebagian siswa sekolah dasar terutama kelas 5 di kabupaten Bandung masih ada yang belum memiliki kemampuan membaca pemahaman yang baik. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan mengungkapkan makna yang tersirat masih rendah, siswa belum mampu dalam menemukan ide pokok, kata kunci dengan tepat, siswa belum mampu menyimpulkan isi teks dengan tepat dan siswa belum mampu menguraikan teks dalam bentuk peta konsep. Sejalan dengan hal itu Humairoh & Rahman (2016, hlm. 10) menyatakan rendahnya kemampuan membaca pemahaman siswa ditandai dengan banyaknya siswa yang masih belum mengerti isi dari bacaan yang dibaca, serta siswa tidak dapat menemukan kalimat utama yang ada dalam bacaan.

Dari pemaparan di atas menunjukkan bahwa membaca pemahaman memiliki beberapa kendala yang harusnya diantisipasi oleh guru. Model pembelajaran begitu penting dalam proses pembelajaran karena ini akan menjadi patokan guru dalam cara mengajar kepada siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Pujabakti dkk (2021) menuturkan bahwa kendala yang terjadi pada proses membaca pemahaman yang terfokus dan mempertimbangkan karakteristik siswa. Kemampuan siswa dalam hal kerja sama akan menjadi pondasi awal untuk meningkatkan kemampuan membaca pemahaman pada siswa, oleh karena itu model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) merupakan model yang tepat untuk memecahkan permasalahan tersebut. Sejalan dengan itu, (Ariawan dkk, 2018, hlm.  97) mengemukakan bahwa salah satu upaya dalam menyelesaikan permasalahan membaca pemahaman yaitu dengan implementasi model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Model CIRC ialah model yang akan membantu siswa dalam pengembangan keterampilan membaca dan menulis siswa secara menyeluruh. Model CIRC memberikan kelebihan pada siswa dalam bekerja sama dalam pemahaman materi pembelajaran (Kartika & Morelent, 2018).

b.     Fokus Kajian Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, fokus kajian masalah dalam makalah ini yaitu :

1.     Hakikat membaca pemahaman

2.     Tujuan membaca pemahaman

3.     Model pembelajaran cooperative integrated reading and composition (CIRC)

B.    KAJIAN TEORI

a.     Hakikat Membaca Pemahaman

Proses dalam menimba ilmu adalah dengan membaca. Membaca adalah semangat dalam memperoleh ilmu yang mengarah pada pengetahuan yang luas. Menurut Setiyadi dkk (2019, hlm.  161) menjelaskan bahwa membaca merupakan sebuah proses mental yang melibatkan aktivitas kognitif, terutama kesadaran metakognitif, melalui perolehan makna dari sebuah teks. Dalam hal penguasaan membaca, pada dasarnya hubungan antara menguasai keterampilan membaca dan strategi metakognitif yang digunakan memiliki hubungan (Tristiantri & Sumantri, 2016). Membaca pemahaman adalah membaca dengan memahami bahan bacaan yang melibatkan asosiasi yang tepat (koneksi) antara makna dan simbol kata, penilaian konteks yang ada pada makna, pilihan makna yang benar, organisasi ide saat membaca bahan dibaca, penyimpanan ide, dan penggunaan dalam berbagai kegiatan sekarang atau masa depan (Ahuja & G.C. Ahuja, 2010). Membaca pemahaman adalah tingkat lanjut dalam tahap membaca di mana siswa dapat memahami isi bacaan, pilih isi bacaan diimplementasikan dalam kehidupan mereka, dan menumbuhkan sikap ingin tahu dan kritis (Ortlieb, 2013, hlm. 150).

Membaca pemahaman adalah dianggap sebagai keterampilan yang diperlukan untuk kecakapan berbahasa. Ini adalah keterampilan penting untuk tujuan akademis dan profesional ketika mempelajari suatu bahasa. Pembelajar adalah prediktor paling akurat dari peningkatan kesuksesan akademik dan karir perkembangan. Membaca pemahaman memiliki berbagai metode yang beragam karena membutuhkan pemahaman pada sebuah teks (Lems dkk., 2010). Pembaca juga harus sepenuhnya memahami teks untuk memahami apa penulis coba sampaikan. Lebih-lebih lagi, pembaca dapat menginterpretasikan pengalamannya, menghubungkan informasi baru dengan apa yang mereka sudah tahu, dan temukan jawabannya pertanyaan kognitif dalam teks melalui pemahaman bacaan (Tarigan, 2015). Sejalan dengan itu, menurut Utami dkk (2021, hlm. 90) menjelaskan membaca Pemahaman adalah keterampilan bahasa yang diajarkan dan dipraktikkan dalam kurikulum nasional Indonesia. Sejak tahun ajaran 2013-2014 kurikulum mengalami pergeseran, dengan cara pandang baru yang dikenal dengan kurikulum 2013 (K13).

Menurut teori taksonomi Bloom yang telah direvisi, sebagaimana dikutip dalam Anderson dkk (2001), HOTS dibagi menjadi tiga bagian yaitu menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Siswa diharapkan tidak hanya mampu berkreasi dan menghasilkan sesuatu tetapi juga berpikir kritis dengan menganalisis dan mengevaluasi hal-hal yang ditemuinya dalam kehidupan sehari-hari. Karena adanya harapan terhadap siswa ini, maka kegiatan belajar mengajar juga harus beradaptasi. Guru diharapkan dapat membuat penilaian HOTS yang memungkinkan berpikir kritis siswa. Karena pengujian adalah salah satu bagian penting dari proses belajar-mengajar, pertanyaan HOTS sekarang menjadi isu terkini dalam banyak mata pelajaran dan konteks.

Membaca pemahaman menjadi salah satu faktor yang vital dalam pembelajaran membaca, karena dengan memiliki kemampuan membaca pemahaman siswa akan mudah menyerap semua informasi yang disajikan dengan melibatkan pengetahuan dan pengalaman dari pembaca. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Somadayo (2011, hlm 10) membaca pemahaman merupakan suatu proses pemerolehan makna yang secara aktif melibatkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki oleh pembaca serta dihubungkan dengan isi bacaan. Membaca pemahaman merupakan faktor penting dalam pembelajaran khususnya dalam proses belajar mengajar. Sejalan dengan pendapat tersebut Abidin (2012, hlm 9) menyatakan salah satu problematikan pembelajaran membaca dewasa ini yaitu “pembelajaran membaca jarang sekali dilaksanakan untuk mendorong siswa agar memiliki kecepatan dan gaya membaca yang tepat melainkan hanya ditujukan untuk kepentingan praktis belaka yakni siswa mampu menjawab pertanyaan . dampaknya adalah bahwa siswa hanya memiliki kecepatan membaca yang rendah bahkan diikut oleh tingkat pemahaman yang rendah pula”.

b.     Tujuan Membaca Pemahaman

Membaca pemahaman sangat penting untuk keberhasilan akademik jangka panjang dan bergantung pada keterampilan bahasa yang muncul di awal kehidupan. Membaca pemahaman bertujuan untuk mencari dan memperoleh informasi mencakup isi dan memahami makna bacaan. Selain itu, tujuan membaca pemahaman adalah agar pembaca dapat memahami isi bacaan dan memberikan tanggapan terhadap bacaan tersebut. Menurut Tusfiana (Tusfiana & Trynasari, 2020) kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mengkontruksi pesan yang terdapat dalam isi bacaan dengan menghubungkan pengetahuan dengan ide pokok serta inti dari bacaan yang dibaca. Membaca pemahaman dapat pula diartikan sebagai proses sebagai proses sungguh-sungguh yang dilakukan pembaca untuk memperoleh informasi, pesan, dan makna yang terkandung dalam sebuah bacaan (Nindy Rahayu, 2017). Dapat disimpulkan bahwa membaca pemahaman adalah kegiatan membaca bacaan secara teliti dan seksama dengan tujuan memahaminya secara rinci baik yang tersurat maupun yang tersirat dari bahan bacaan tersebut untuk mencapai hasil yang optimal dalam pembelajaran.

Rasmini dan Juanda (2007, hlm. 80) mengemuakakan bahwa membaca pemahaman yaitu reading for understanding adalah salah satu bentuk kegiatan membaca dengan tujuan utama untuk memahami isi pesan yang terdapat dalam bacaan. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut membaca pemahaman merupakan suatu proses memahami suatu bacaan dengan menganalisis isi teks bacaan dengan tujuan untuk menyerap informasi yang ingin disampaikan oleh penulis, sehingga tercipta interaksi secara tidak langsung antara penulis dengan pembaca. Pembelajaran membaca pemahaman haruslah disajikan dengan model pembelajaran yang mengarahkan pada pembelajaran khusus untuk membaca. Banyak sekali model yang dapat digunakan seperti model cooperative integrated reading and composition (CIRC) dan cooperative script. Kedua model tersebut merupakan model pembelajaran cooperative learning yang dapat digunakan utnuk pembelajaran membaca.

c.     Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)

Model cooperative integrated reading and composition (CIRC) merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh Slavin. Menurut Steven, Madden, Slavin dan Farnish (1995, hlm. 2) model cooperative integrated reading and composition (CIRC) merupakan suatu model pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan secara menyeluruh kemudian mengkomposisikannya menjadi bagian-bagian yang penting. Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC) menurut Slavin dalam Suyitno (2005, hlm. 3-4) memiliki delapan komponen. Kedelapan komponen tersebut antara lain:

1) Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 atau 5 siswa. 2) Placement test, misalnya diperoleh dari rata-rata nilai ulangan harian sebelumnya atau berdasarkan nilai rapor agar guru mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa pada bidang tertentu. 3) Student creative, melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. 4) Team study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan kepada kelompok yang membutuhkannya. 5) Team scorer and team recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas. 6) Teaching group, yakni memberikan materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok. 7) Facts test, yaitu pelaksanaan test atau ulangan berdasarkan fakta yang diperoleh siswa. 8) Whole-class units, yaitu pemberian rangkuman materi oleh guru di akhir waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah.

Sedangkan model cooperative script merupakan sebuah model pembelajaraan kooperatif yang dikembangkang oleh Dansereu. Menurut Dansereu (dalam Nurzaman, 2011, hlm. 18) Cooperative script adalah model pembelajaran berkelompok dengan cara berpasangan untuk mempelajari bagian-bagian dari materi pelajaran secara bergantian, bergantian disini yakni setiap pasangan akan berperan sebagai pembicara dan pendengar. Pembelajaran model cooperative script akan melatih siswa untuk kerja kelompok dalam mengembangkan ide-ide dalam pembelajaran. Adapun Langkah-langkah pembelajaran model cooperative script menurut Rahman (2014, hlm. 6) terdapat enam langkah sebagai berikut:

1) Guru mengelompokkan siswa untuk berpasangan; 2) Guru membagikan teks materi pembelajaran kepada siswa untuk dibaca dan diringkas 3) Guru menetapkan siswa yag pertama berperan sebagi pembicara, dan siswa yang berperan sebagai pendengar 4) Siswa sebagai pembicara membacakan ringkasan teks dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasan, sedangkan pendengar: a. Menyimak/mengoreksi/m enunjukan ide-ide pokok yang seharusnya dikemukakan; dan b. Membantu mengingat/menghapal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi yang berhubungan 5) Siswa yang berperan sebagai pembicara berubah tugas menjadi pendengar 6) Guru bersama murid membuat simpulan sebelum menutup pembelajaran.

Berdasrakan paparan diatas bahwa dua model pembelajaran kooperatif ini dapat digunakan dalam pembelajaran membaca, karena berdasarkan langkah-langkah pembelajarannya kedua model cooperative learning ini menekankan pada pembelajaran membaca untuk mengekplorai kemampuan membaca siswa bersama kelompoknya.

C.    SIMPULAN

Membaca merupakan proses penyerapan ilmu yang menyertakan aktivitas kognitif melalui pemahaman dari sebuah teks. Proses membaca diterapkan sejak anak usia dini yang dimaksudkan agar mejadi modal utama menyerap ilmu. Membaca permulaan menjadi salah satu proses awal agar siswa mampu membaca dengan baik dan benar. Setelah membaca permulaan tahap yang akan dilalui selanjutnya yaitu membaca pemahaman. Membaca pemahaman dapat diartikan sebagai proses membaca yang disertai dengan ketepatan dalam proses memaknai pada saat membaca kemudian mampu memahami penggunaan makna teks sehingga bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan membaca pemahaman yaitu untuk mencari dan memperoleh serta memahami isi bacaan dan memberikan tanggapan pada bacaan tersebut. Sebagian pendapat mengemukakan bahwa membaca pemahaman bertujuan untuk memahami isi pesan atau makna yang terdapat pada sebuah bacaan.

Model pembelajaran untuk memperdalam proses membaca pemahaman yaitu salah satunya dengan model cooperative integrated reading and composition (CIRC). Model ini merupakan suatu model pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan secara menyeluruh kemudian dibagi menjadi bagian-bagian yang penting. Adapun model pembelajaran Cooperative script juga dapat digunakan untuk mengembangkan membaca pemahaman pada siswa. Model Cooperative script model pembelajaran dengan cara berkelompok untuk mempelajari bagian-bagian dari pelajaran secara bergantian.

 D.    DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Y. (2012). Pembelajaran membaca berbasis karakter. Refika Aditama.

Ahuja, P., & G.C. Ahuja. (2010). Membaca secara efektif dan efisien. PT. Kiblat Buku Utama.

Alfahad, M. F. (2015). PENERAPAN QUANTUM SPEED READING DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA CEPAT BAHASA INDONESIA. Riksa Bahasa: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya1(1), 72-77. https://doi.org/10.17509/rb.v1i1.8701

Anderson, L. W., Krathwohl, D. R., & Bloom, B. S. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing : A Revision of Bloom’s Taxonomy of Education. Longman.

Ariawan, V. A. N., Utami, N. T., & Rahman, R. (2018). Peningkatan keterampilan membaca pemahaman siswa sekolah dasar melalui implementasi model CIRC berbantuan media cetak. Al-Aulad: Journal of Islamic Primary Education1(2). https://doi.org/10.15575/al-aulad.v1i2.3529

Humairoh, S., & Rahman, R. (2016). PENGARUH MODEL COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) DAN COOPERATIVE SCRIPT (CS) TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA SEKOLAH DASAR. Metodik Didaktik: Jurnal Pendidikan Ke-SD-an11(1). https://doi.org/10.17509/md.v11i1.3782

Kartika, D., & Morelent, Y. (2018). The Influence of the CIRC and TTW Learning Model and Learning Motivation toward Grade 8 Students’ Report Writing Skills at SMP Muhammadiyah Padang. Theory and Practice in Language Studies, 8 (3), 278-284. http://dx.doi.org/10.17507/tpls.0803.01

Lems, K., Miller, L. D., & Soro, T. M. (2010). Teaching Reading to English Language Learners: Insights from Linguistics. Guilford Press.

Mustajab, A., Rahmawati, P., Selestin, Y. D., & Widya, A. F. (2021). Perbedaan Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa pada Model Pembelajaran PQ4R Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Jurnal Sikola: Jurnal Kajian Pendidikan dan Pembelajaran2(3), 194-202. https://doi.org/10.24036/sikola.v2i3.99

Nindy Rahayu, T. A. D. (2017). Pengaruh Penggunaan Metode PQ4R (Preview, Question, Read, Reflect, Recite, Refiew) Tehadap Hasil Belajar Ekonomi Siswa Kelas X Semester Genap SMA Negeri 1 Punggur. Promosi: Jurnal Program Studi Pendidikan Ekonomi, 5(2), 109–117. http://dx.doi.org/10.24127/ja.v5i2.1220

Nurhidayah, I., Mulyasari, E., & Robandi, B. (2017). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Circ untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman. Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar2(4), 42-51. https://doi.org/10.17509/jpgsd.v2i4.14005

Nurzaman, I. (2011). Keefektifan model cooperative script dengan magazine picture untuk meningkatkan motivasi dan kemampuan menulis kreatif narasi siswa. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung.

Ortlieb, E. (2013). Using anticipatory reading guides to improve elementary students comprehension. International Journal of Instruction, 6(2), 145–162. https://dergipark.org.tr/en/pub/eiji/issue/5137/70006

Pujabakti, R. R., Hartati, T., & Mulyasari, E. (2021). PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CIRC UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA SEKOLAH DASAR. Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar6(2), 84-93. https://doi.org/10.17509/jpgsd.v6i2.40035

Puspita, R. D. & Rahman (2018). MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN BERBANTUAN PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU BERNUANSA MODEL INTERACTIVE-COMPENSATORY. Pendas: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar2(2), 198-209. http://dx.doi.org/10.23969/jp.v2i2.557

Rahayu, R. A., dkk. (2018). Keterampilan Membaca Pemahaman Dengan Metode PQ4R (Preview, Question, Read, Reflect, Recite, Review) Siswa Sekolah Dasar Kelas Tinggi. Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Vol. 3 (2), 46-56. https://doi.org/10.17509/jpgsd.v3i2.14068

Rahman. (2013). Model-model mengajar dan bahan pembelajara. Alqa Print.

Rasmini, N., & Juanda, D. (2007). Pendidikan bahasa & sastra Indonesia di kelas tinggi. UPI Press.

Setiyadi, R., Kuswendi, U., & Ristiana, M. G. (2019). Learning of Reading Comprehension through Reading Workshop in the Industry 4.0. In Elementary School Forum. Mimbar Sekolah Dasar. 6(2), 160-173. https://doi.org/10.53400/mimbar-sd.v6i2.17397

Slavin, R. E., Madden, N., & Steven, R. J. (1989). Cooperative learning models for the 3 R’s. Educational Ledership. 47 (4) hlm 22-28.

Somadayo, S. (2016). Pengaruh Model Pembelajaran PQRST Terhadap Kemampuan Membaca Pemahaman Ditinjau dari Minat Baca. Edukasi, 13(1), 31–40. https://doi.org/10.33387/j.edu.v13i1.24

Somadoyo, S. (2011). Strategi dan teknik pembelajaran membaca. Graha Ilmu.

Suyitno, A. (2005). Mengadopsi pembelajaran circ dalam meningkatkan keterampilan siswa menyelesaikan soal dongeng. Seminar Nasional F.MIPA UNNES.

Tusfiana, I. A., & Trynasari, D. (2020). Kesulitan Membaca Pemahaman Siswa SD. Proseding Konferensi Ilmiah Dasar.

Utami, M. A., Rahman, R., & Albiansyah, A. (2021). Analysis of Teachers-Constructed Reading Comprehension Test. English Language in Focus (ELIF), 3(2), 89-98. https://doi.org/10.24853/elif.3.2.89-98

PENILAIAN DALAM KURIKULUM 2013

  BAB I  PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui hasil yang telah dicapai oleh pendidik dal...