MAKALAH
BATASAN, TUJUAN
DAN KEMUNGKINAN PENDIDIKAN
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pedagogik
Pada Semester Genap Akademik 2017/2018
Dosen
Pengampu:
Aah
Ahmad Syahid, M. Pd
Disusun Oleh:
Kelompok 2
Gita Dian Nurisma (1701778/34)
Mila Alawiah (1702483/41)
Nurazizah (1700968/19)
Novera Winanjar
Nurfitria (1702263/38)
Willy Mahendra (1700514/11)
Yani Fatmawati (1700054/04)
Kelas: 1 A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
KAMPUS SUMEDANG
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2018
KATA
PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis ucapkan pada Allah SWT karena berkat karunia dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Makalah ini dibuat dengan sebaik-baiknya untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pedagogik.
Tidak lupa penulis berterimakasih
kepada semua pihak yang telah mendukung dalam menyusun makalah ini, baik
dukungan moril maupun material.
Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, masih banyak kekurangan dalam penulisannya. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
makalah ini guna menghasilkan makalah yang lebih baik.
Akhirnya besar harapan penulis,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
pada umumnya.
Sumedang,
Februari 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................................
DAFTAR
ISI..........................................................................................................
BAB
I PENDAHULUAN......................................................................................
1.1. Latar Belakang..........................................................................................
1.2. Rumusan Masalah....................................................................................
1.3.
Tujuan
Pembahasan..................................................................................
BAB
II PEMBAHASAN.......................................................................................
2.1.
Pengertian
Pendidikan..............................................................................
2.2.
Tujuan
dari Pendidikan.............................................................................
2.3.
Batas-Batas Dalam Pendidikan................................................................
2.4.
Keharusan dan Kemungkian Pendidikan..................................................
2.5.
Prinsip
yang Melandasi
Kemungkinan Manusia dapat Di Didik............
BAB
III PENUTUP.............................................................................................
3.1. Simpulan.................................................................................................
3.2.
Saran.......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Manusia hidup berbeda dengan
hewan, karena manusia mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Manusia
dalam hidupnya mempunyai peran sejarah dan menciptakan sejarah baru, serta senantiasa
berupaya menciptakan dunia kehidupan dan mengatasi realitasnya sendiri.
Sedangkan pada kehidupan hewan yang hanya mengandalkan instink, maka hidupnya
akan banyak tergantung dengan alam, berorientasi pada kekinian dan tidak punya
kemampuan untuk masa depan.
Di negara Indonesia
diadakannya pendidikan, dengan tujuan untuk menjadikan seseorang yang cerdas dan berperilaku baik. Dengan tujuan ini sudah seharusnya seseorang yang telah memasuki dunia pendidikan, pasti akan berbeda dengan orang yang belum pernah mengenyam pendidikan. Perbedaan
itu tentu akan terlihat dari ketaqwaan, kecerdasan dan keterampilannya.
Akan tetapi faktanya di zaman sekarang antara orang yang berpendidikan
dengan orang yang tidak
berpendidikan
memiliki
akhlak yang sama.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sekolah-sekolah telah gagal dalam memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peserta didik. Hal tersebut timbul karena tujuan pendidikan yang simpang siur dan tidak sedikit sekolah-sekolah yang mengerti akan hal tujuan dari pendidikan.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1.
Apa yang dimaksud dengan pendidikan?
1.2.2.
Apa saja tujuan dari pendidikan?
1.2.3.
Bagaimana batas-batas dalam pendidikan?
1.2.4.
Bagaimana keharusan dan kemungkinan
pendidikan?
1.3. Tujuan Pembahasan
1.3.1.
Untuk mengetahui pengertian
pendidikan.
1.3.2.
Untuk mengetahui tujuan pendidian.
1.3.3.
Untuk mengetahui batas-batas dalam pendidikan.
1.3.4.
Untuk mengetahui keharusan dan
kemungkian pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian
Pendidikan
Pendidikan dalam arti mikro (sempit)
merupakan proses interaksi antara pendidik dan peserta didik baik di keluarga,
sekolah maupun di masyarakat. Namun pendidikan dalam arti sempit sering
diartikan
sebagai pengajaran yang diselenggarakan
di sekolah atau lembaga
pendidikan formal, segala pengaruh yang di upayakan sekolah terhadap anak dan
remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan
kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka.
Pendidikan dalam arti makro (luas) adalah proses interaksi
antara manusia sebagai individu/pribadi dan lingkungan alam semesta,
lingkungan sosial, masyarakat, sosial-ekonomi, sosial-politik dan
sosial-budaya. Pendidikan dalam arti luas juga dapat diartikan hidup (segala
pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang
hidup. Segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu, suatu
proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan
lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak
manusia lahir).
Jadi pendidikan dalam arti luas,
hidup adalah pendidikan dan pendidikan adalah
hidup (life is education and
education is life). Maksudnya bahwa
pendidikan adalah segala pengalaman hidup (belajar) dalam berbagai lingkungan
yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi pertumbuhan atau
perkembangan individu.
2.2.
Tujuan
Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan
hal yang sangat mendasar (fundamental), karena dari tujuan itulah akan menentukan
ke arah mana anak didik akan dibawa. Tujuan
pendidikan adalah mengantarkan anak untuk mencapai kedewasaan.
Menurut Langeleved (1980)
ada beberapa jenis tujuan pendidikan, yaitu:
a.
Tujuan Umum
Tujuan umum merupakan sesuatu yang akhirnya akan
dicapai oleh pendidikan. Kedewasaan merupakan tujuan pendidikan, maka berarti
semua aktivitas pendidikan harus diarahkan kesana untuk mencapai tujuan umum
tersebut. Semua manusia di sunia ingin mencapai tujuan itu, yaitu manusia
dewasa. Jadi, jelasnya bahwa yang menjadi tujuan umum pendidikan adalah
“kedewasaan”.
b.
Tujuan Khusus (Pengkhususan Tujuan Umum)
Tujuan khusus diartikan
sebagai suatu pengkhususan dari tujuan umum. Seperti disebutkan bahwa tujuan
umum kedewasaan adalah univeral. Manusia dewasa yang universal itu diberi
bentuk yang nyata berhubungan dengan kebangsaan, kebudayaan, agama, sistem
politik, dan sebagainya.
Dalam usaha membantu anak
menjadi dewasa, selalu harus diperhitungkan keadaan-keadaan yang khas, yang
khusus dalam situasi pendidikan. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam
menentukan tujuan khusus diantaranya, ialah :
1. Jenis kelamin anak didik.
2. Pembawaan anak didik.
3. Usia/taraf perkembangan anak didik.
4. Tugas lembaga yang mendidik anak seperti
keluarga, sekolah, masyarakat, mesjid, dsb.
5. Falsafah negara.
6. Kesanggupan pendidik.
c.
Tujuan Insidental
Tujuan insidental ialah
tujuan yang menyangkut suatu Peristiwa khusus. Boleh dikatakan sedikit sukar
untuk mencari hubu ngan antara tujuan insidental dengan tujuan umum
(kedewasaan), namun sebernarnya tujuan indensial tersebut terarah kepada
pencapaian, tujuan umum. Contoh
ibu melarang anaknya bermain di depan pintu terbuka, karena dapat menyebabkan
kecelakaan terjepit pintu misalnya atau mengganggu lalu lintas orang yang lewat
di pintu. Jelaslah tujuan insidental sangat jauh dari tujuan umum pendidikan
yaitu kedewasaan.
d.
Tujuan Sementara
Tujuan sementara ialah
tujuan yang terdapat pada langkah-langkah
untuk mencapai tujuan umum. Tujuan sementara ini merupakan titik perhatian
sementara, yang merupakan persiapan untuk menuju kepada tujuan umum. Tujuan
sementara memberi kesempatan kepada pendidik untuk menguji nilai yang ingin
dicapainya dengan perbuatan nyata.
Misalnya tujuan agar anak
biasa bersih, kita membiasakan anak suka
bersih, tidak buang air kecil di sembarang tempat, membiasakan anak berbicara
sopan, melatih anak mengerjakan sesuatu yang bermanfaat.
e.
Tujuan Tak Lengkap
Tujuan tak lengkap ialah
tujuan yang berkenaan dengan salah satu aspek pendidikan. Disebut tidak lengkap karena setiap tujuan yang
dihubungkan dengan salah satu aspek pendidikan berarti tidak lengkap. Perlu
diketahui, bahwa kita tidak boleh mementingkan hanya pada salah satu aspek
saja, sehingga mengabaikan aspek lainnya. Contoh
dari tujuan tidak lengkap ini, misalnya kita hanya mengutamakan ranah pengetahuan saja,
tujuan pendidikan hanya mengembangkan kemampuan intelektual saja dan tidak mengembangkan ranah afektif dan
psikomotor.
f.
Tujuan Perantara (Intermedier)
Tujuan perantara ialah
tujuan yang melayani tujuan pendidikan lainnya. Tujuan perantara merupakan alat
atau sarana untuk mencapai tujuan yang lain, khususnya tujuan sementara. Misalnya, anak dapat
menulis merupakan pencapaian tujuan sementara, sedangkan anak menguasai menulis
seperti cara memegang pensil dan bagaimana menulis huruf-hurufnya merupakan tujuan intermedier. Atau
tujuan lainnya, anak dapat berjalan merupakan pencapaian tujuan sementara,
sedangkan penguasaan koordinasi gerakan – gerakan otot kaki merupakan tujuan
intermedier.
2.3.
Batas-batas Pendidikan
Dalam melaksanakan pendidikan
terdapat batas-batas yang perlu diperhatikan, diantaranya:
1.
Pendidik
Pendidik adalah orang dewasa
yang memiliki tanggung jawab untuk membimbing seorang anak agar dapat mencapai kedewasaannya. Pendidik disini
adalah orang tua dan guru. Orang
tua tentu saja memegang peran utama dalam proses ini, karena orang tua
merupakan tempat pertama dan utama bagi seorang anak untuk bertinteraksi dengan
pendidikan. Ketika anak berada di sekolah, orang tua memiliki keterbatasan
dalam melakukan pendidikan terhadap anak. Untuk itulah guru melakukan peran
pengganti sebagai orang tua yang akan melaksanakan pendidikan bagi anak, di sekolah.
2.
Aspek
Pribadi Anak Didik
Anak didik adalah sosok
manusia/individu. Menurut Abu Ahmadi “Individu adalah orang yang tidak
tergantung pada orang lain, dalam arti benar-benar seorang pribadi yang
menentukan diri sendiri dan tidak dapat dipaksa dari luar, mempunyai
sifat-sifat dan keinginan sendiri”. Kondisi inilah yang membatasi sebuah
pendidikan.Berhasil atau tidaknya suatu pendidikan, sangat tergantung pada
seberapa jauh anak didik mampu menerima pendidikan yang diberikan.Anak didik
harus diakui keberadaannya. Mereka
tidak bisa begitu saja diperintah untuk mengikuti keinginan kita. Kita harus dapat memasuki dunia mereka, sehingga
kita dapat mengetahui apa yang mereka inginkan dan mereka sukai. Dengan
demikian, proses
pendidikan akan bisa berlangsung dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang
diharapkan.
3.
Alat
pendidikan
Alat pendidikan merupakan
suatu perbuatan atau situasi yang dengan sengaja diadakan untuk mencapai suatu
tujuan pendidikan.Alat pendidikan digunakan untuk mendidik anak secara pedagogis.
Misalnya jika seorang ibu membersihkan dan merapikan rumah setiap hari dalam
rangka memberikan kenyamanan bagi keluarganya, maka ia telah menyediakan
lingkungan pendidikan (keluarga). Jika ibu ini menggunakan kegiatan
membersihkan rumah ini untuk menasehati anaknya agar menjaga kebersihan karena
merupakan bagian dari keimanan, maka memberikan nasehat merupakan alat
pendidikan, dan kondisi rumah yang bersih merupakan alat bantu pendidikan. Alat pendidikan menurut langeveld dipilih atas
empat aspek, yaitu:
a. Berhubung dengan tujuan pendidikan.
b. Orang tua yang akan menggunakan alat tersebut.
c. Bahan perantara (medium) tempat pemakaian alat
itu ditunjukkan, berhubungan dengan jenis bahan objek, yang hendak diolah untuk
mencapai tujuan.
d. Berhubungan dengan pertanyaan, apakah akibat
dari penggunaan alat tersebut.
Selanjutnya langeveld
(1980) pengelompokan lima jenis alat pendidikan yaitu:
a.
Perlindungan
Perlindungan merupakan
aspek pertama dalam melakukan pendidikan. Sebagai pendidik tentu saja kita
harusa mampu memberikan perlindungan pada anak didik kita, karna tanpa semua
itu anak tidak akan mau diajak dalam proses pendidikan. Perlindungan tersebut
tidak hanya bersaifat fisik akan tetapi secara fsikisnya juga. Namun karena
anak itu paling tidak bisa dilarang oleh karena itu sebagai pendidik kita harus
memberikan perlindungan dalam bentuk pengawasan yang baik.
b.
Kesepahaman
Kesepahaman ini terjadi
saat guru menjadi contoh untuk anak didiknya dengan memperhatikan secara tidak
langsung, anak akan meniru apa yang gurunya lakukan. Tapi tetap saja
kesepahaman ini bisa terjadi jika anak sudah merasa aman jika sedang bersama
gurunya. Dari sinilah kita bisa melihat bahwa alat pendidikan ini berhasil
membawa anak untuk mengikuti apa yang gurunya lakukan, tentu saja peniruan
untuk melakukan kesepahaman ini haruslah bersifat positif.
c.
Kesamaan
arah dalam pikiran dan perbuatan
Kesamaan arah dalam pikiran
dan perbuatan ini ialah berupa tanggung jawab.Misalnya saat sedang bermain
seorang guru hendaknya memberikan kepercayaan pada anak didiknya agar anak
didiknya mempunyai tanggung jawab dalam menyelesaikan semua tugasnya.
d.
Perasaan
Bersatu
Perasaan
bersatu ini akan timbul karena interaksi yang berlangsung antara pendidik dan
anak didik yang terus menerus. Misalnya karena kebiasaan pendidik dan anak
didik yang selalu bersama-sama setiap hari disekolah dalam melewati pelajaran
itu akan membentuk kenyamanan pada diri anak yang membuat perasaan bersatu itu
muncul pada diri keduanya.
e.
Pendidikan
Karena Kepentingan Diri Sendiri
Pedidikan
karena kepentingan diri sendiri, berarti pada saat itu si anak sudah menyadari bahwa
dirinya mempunyai kesadaran dan mampu
membentuk karakternya sendiri. Tugas seorang pendidik disini ialah memberikan
tanggung jawab sepenuhnya kepada anak didik untuk melaksanakan tugas sesuai
keinginan hatinya.
4.
Waktu
pelaksanaan
Pada saat anak
usia dini, hubungan anak dengan pendidik belum disebut sebagai kegiatan
pendidikan melainkan baru dalam proses/taraf pembiasaan. Karena anak usia dini
masih bersifat serba menerima, mereka belum memahami apa itu perintah, aturan,
norma dan lain sebagainya. Kegiatan pembiasaan tersebut merupakan langkah awal
yang dilakukan oleh pendidik untuk mencapai kedewasaan seorang anak atau
disebut juga dengan pendidikan pendahuluan.Perbedaan pendidikan pendahuluan
dengan pendidikan sebenarnya adalah ketika terjadi hubungan wibawa antara
pendidik dan anak didik.
Jadi pendidikan
yang sebenarnya bukan merupakan kebiasaan melainkan terjadi ketika hubungan
wibawa itu ada, ketika anak telah mampu menerima petunjuk dan perintah bukan
hanya atas dasar ikut-ikutan atau meniru orang lain.
5.
Aspek
tujuan
Tujuan
pendidikan adalah mengantarkan anak untuk mencapai kedewasaan. Tujuan pendidikan dibagi kedalam 2 tujuan,
secara mikro dan makro.Tujuan pendidikan secara mikro adalah untuk menjadikan
anak didik menjadi dewasa.Sedangkan secara makro yaitu menyiapkan manusia
supaya lebih bermanfaat bagi kehidupan pribadi dan bangsanya. Anak dikatakan
mencapai kedewasaannya apabila dia sudah bisa dan mampu berdiri sendiri tanpa
bantuan orang lain baik secara biologis, psikologis, ekonomi dan sosial.
6.
Aspek
lingkungan
Lingkungan
tempat dimana kita bertempat tinggal dan mendapatkan pendidikan merupakan
lingkungan pendidikan. Lingkungan disekitar anak dapat dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:
a. Lingkungan alam fisik
Lingkungan ini merupakan lingkungan berupa alam
disekitar kita seperti tumbuhan, hewan, udara, rumah dan lain-lain.
b. Lingkungan budaya,
Lingkungan ini berupa
kebudayaan, ilmu pengetahuan, teknologi, adat istiadat, bahasa, seni dan lain-lain.
c.
Lingkungan
sosial,
Lingkungan ini berupa
hubungan interaksi antar individu yang hidup bermasyarakat dan saling
membutuhkan satu sama lain, tyermasuk didalamnya tentang sikap, perilaku, norma
antar setiap individu.
d.
Lingkungan
spiritual.
Lingkungan ini
berupa lingkungan agama, keyakinan yang dianut masyarakat yang ada disekitar
kehidupan dia.
Manakala dari faktor-faktor tersebut ada yang tidak mendukung, maka disitulah sering
terjadi kendala bagi diberlangsungkannya proses pendidikan. Sebagai contoh
bakat dan minat anak yang tidak ada pada suatu bidang ajar atau intelejensi
anak yang rendah untuk materi ajar yang memerlukan kecerdasan, atau kondisi fisik anak yang tidak mendukung
untuk mata ajar yang memerlukan kesempurnaan fisik atau psikis anak yang labil. maka semuanya itu menjadi pembatas bagi
dilangsungkannya pendidikan bagi anak tersebut.
2.4.
Keharusan
dan Kemungkinan Pendidikan
Manusia sejak lahir sangat
membutuhkan bantuan orang lain, khususnya kedua orang tuanya. Dapat dibayangkan
seandainya anak manusia pada saat lahir dibiarkan begitu saja oleh ibunya, tanpa
sentuhan apapun. Dengan mengabaikan kekuasaan Tuhan, kematianlah yang akan
menjemputnya pada anak yang ditelantarkan tersebut. Keharusan mendidik anak
telah disebut-sebut, misalnya karena anak pada saat lahir dalam keadaan tidak
berdaya dan anak
tidak langsung dewasa, sehingga anak memerlukan perhatian dan bantuan orang
lain.
Dengan keterbatasan kemampuan anak
menyebabkan ia perlu mendapat pendidikan. Keterbatasan anak tersebut
dikarenakan, anak lahir dalam keadaan tidak berdaya dan ia tidak langsung
dewasa.
Keharusan manusia untuk mendapatkan
pendidikan dapat kita lihat dari uraian di bawah ini:
a. Anak Dilahirkan dalam
Keadaan Tidak Berdaya
Dilihat dari sudut anak, pendidikan
merupakan suatu keharusan. Pada waktu lahir bayi belum bisa berbuat apa-apa.
Sampai usia tertentu anak masih memerlukan bantuan orang tua. Begitu anak lahir
ke dunia, ia masih memerlukan
uluran orang lain (ibu dan ayah) untuk dapat melangsungkan hidup dalam kehidupannya dan berdiri sendiri. Berbeda dengan binatang
yang begitu lahir sudah dilengkapi kelengkapan fisiknya dan dapat berbuat
sesuatu untuk mempertahankan hidupnya. Misalnya anak harimau begitu lahir sudah
dilengkapi dengan bulu yang dapat melindungi tubuhnya dari kedinginan. Begitu
lahir setelah dibersihkan oleh induknya anak harimau tersebut sudah bisa
bergerak untuk mencari susu kepada induknya, walaupun belum memiliki kemampuan
melihat secara normal.
Hal tersebut tidak demikian pada
manusia. Manusia perlu mendapat bantuan orang lain untuk dapat menolong dirinya
agar sampai
kepada dewasa. Masa pendidikan manusia memerlukan waktu yang lama karena di
samping manusia harus dapat mempertahankan hidupnya dalam arti lahir, ia juga
harus memiliki bekal yang berkaitan dengan moral, memiliki pengetahuan dan keterampilan lainnya
yang diperlukan untuk hidup. Makin tinggi peradaban manusia, makin banyak yang
harus dipelajari agar dapat hidup berdiri sendiri tanpa menggantungkan diri
kepada orang lain.
b. Manusia Lahir Tidak
Langsung Dewasa
Untuk sampai pada kedewasaan yang
merupakan tujuan pendidikan dalam arti khusus, memerlukan waktu lama. Pada manusia primitif
proses pencapaian kedewasaan tersebut akan lebih pendek dibandingkan dengan manusia
modern dewasa. Pada manusia primitif cukup dengan mencapai kedewasaan secara
konvensional, khususnya untuk hidup berkeluarga, seperti dapat berburu,
bercocok tanam, mengenal nilai-nilai hidup bermasyarakat, sudah dapat dikatakan
dewasa. Pada
masyarakat modern tuntutan kedewasaan lebih kompleks, sesuai dengan makin
kompleksnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dan juga semakin kompleksnya sistem
nilai.
Untuk mengarungi kehidupan yang
dewasa, manusia perlu diperlu dipersiapkan, lebih-lebih pada masyarakat modern. Bekal tersebut dapat
diperoleh dengan pendidikan, dimana orang tua akan mewariskan pengetahuan,
nilai-nilai, serta keterampilannya kepada anak-anaknya. Manusia merupakan makhluk
yang dapat didik, memungkinkan untuk memperoleh pendidikan. Manusia merupakan
makhluk yang harus dididik, karena manusia lahir dalam keadaan tidak langsung
dewasa dan dalam keadaan tidak berdaya.
c. Manusia sebagai Makhluk
Sosial
Manusia pada hakikatnya adalah
makhluk sosial. Ia tidak akan menjadi manusia seandainya tidak hidup bersama
dengan manusia lainnya. Mereka
menentukan berbagai perjanjian hidup agar hidup bersama itu dapat menguntungkan
kedua belah pihak. Menguntungkan bagi masyarakat dan bagi kehidupan individu
masing-masing.
Seorang manusia perlu mencapai suatu
taraf kedewasaan tertentu agar
ia dapat hidup bersama dengan orang lain. Jika tidak, dia akan berbuat
di luar perjanjian (kebiasaan, adat, aturan) yang berlaku. Hal itu menunjukan
bahwa seseorang tersebut tidak dewasa secara sosial. Walaupun secara biologis
ia sudah matang, tetapi untuk hidup bersama dengan orang lain, ia perlu
mendapatkan pendidikan.
d. Manusia sebagai Makhluk
yang
Dapat Bertanggung Jawab
Seorang manusia harus mampu bertanggung
jawab atas segala perbuatannya. Setiap tindakan manusia membawa akibat, dan
seringkali akibat itu menimpa orang lain, karena kita hidup bersama-sama dengan
orang lain. Manusia akan dapat memperhitungkan akibat tindakannya, baik bagi
dirinya maupun bagi orang lain. Karena itulah manusia patut diminta pertanggung
jawaban atas segala perbuatannya, karena kita pradugakan ia akan mengerti apa
akibatnya.
Pendidikan disamping mengajar orang
agar menjadi tahu dan terampil, pendidikan juga dapat mengembangkan sikap yang utama yaitu bertanggung jawab, karena
makhluk sosial manapun memang harus bertanggung jawab. Bertanggung jawab
adalah sikap yang perlu dimilki oleh makhluk sosial. Jika sikap bertanggung jawab tersebut tidak dimiliki oleh
setiap insan, maka kehidupan akan kacau karena manusia akan bertindak semaunya dan hanya mementingkan
kehendaknya sendiri. Pendidikan
itu sendiri merupakan tindakan yang bertanggung jawab, yaitu bertanggung jawab terhadap
generasi selanjutnya. Karena
kita tahu bahwa setiap anak membutuhkan bantuan. Kalau tidak bertanggung jawab
terhadap generasi berikutnya, mereka akan terlentar. Disinilah pendidikan
bertanggung jawab bagi kelanjutan kehidupan generasi berikutnya.
2.5.
Prinsip yang Melandasi Kemungkinan Manusia dapat Di Didik
1.
Prinsip Potensialitas
Pendidikan
bertujuan agar seseorang menjadi manusia ideal. Di pihak lain, manusia memiliki
berbagai potensi, yaitu: potensi untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, potensi untuk mampu berbuat baik, potensi cipta, rasa, karsa, dan
potensi karya. Sebab itu, manusia akan dapat dididik karena ia memiliki potensi
untuk menjadi manusia ideal.
2.
Prinsip Dinamika
Ditinjau
dari sudut pendidik, pendidikan diupayakan dalam rangka membantu peserta didik
agar menjadi manusia ideal. Dipihak lain, manusia itu sendiri memiliki dinamika
unruk menjadi manusia yang ideal. Ia selalu menginginkan dan mengejar segala
hal yang lebih dari apa yang dicapainya.
3.
Prinsip Individualitas.
Pendidikan
merupakan upaya membantu membantu mengarahkan manusia agar menjadi dirinya
sendiri.
4.
Prinsip Sosialitas
Pendidikan
berlangsung dalam interaksi antara pendidik dengan peserta didik. Melalui
interaksi tersebut pengaruh pendidikan disampaikan pendidik dan diterima
peserta didik. Hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, ia hidup berama dengan
sesamanya. Dalam hal ini akan terjadi timbal balik dimana individu akan
menerima pengaruh dari individu lainnya.
5.
Prinsip Moralitas.
Pendidikan
bersifat normatif, artinya dilaksanakan berdasarkan sistem norma dan nilai tertetu.
Di samping itu, pendidikan bertujuan agar manusia berakhlak mulia. Di pihak
lain, manusia berdimensi moralitas, manusia mampu membedakan yang baik dan yang
buruk.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Simpulan
Pendidikan dalam arti luas, hidup
adalah pendidikan, dan pendidikan adalah hidup (life is education, and
education is life). Maksudnya bahwa pendidikan adalah segala pengalaman hidup
(belajar) dalam berbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan
berpengaruh positif bagi pertumbuhan atau perkembangan individu.
Tujuan
pendidikan ada beberapa jenis yaitu, tujuan umun,, tujuan khusus (pengkhususan
dari tujuan umum), tujuan incidental atau tujuan sesewaktu, tujuan sementara,
tujuan tak lengkap, tujuanintermedier.
Batas-batas Pendidikan
dapat diartikan sebagai ketidakmampuan atau ketidakberdayaan pendidikan dalam
melakukan tugas-tugas pendidikan. Batas-batas
yang mempengaruhi pendidikan tersebut adalah pendidik, aspek pribadi
anak didik, alat pendidikan, waktu pelaksanaan, aspek tujuan, serta aspek
lingkungan.
Keharusan manusia untuk mendapatkan pendidikan adalah
karena anak dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya, manusia lahir tidak
langsung dewasa, manusia sebagai makhluk sosial, manusia sebagai makhluk yang
dapat bertanggung jawab, sehingga kemungkinan manusia jika tidak mendapat
pendidikan adalah manusia tidak akan bisa mencapai perubahan dan tidak akan
mendapat kedewasaannya, untuk itu manusia diharuskan untuk mendapat pendidikan.
3.2.
Saran
Dalam pendidikan sudah
seharusnya memperhatikan batas-batas pendidikan agar tujuan pendidikan bisa
tercapai, serta kemungkinan dan keharusan pendidikan juga diperlukan agar
membantu manusia untuk mengetahui betapa pentingnya pendidikan untuk
kelangsungan hidup.
DAFTAR
PUSTAKA
Asriny. (2016). Pengertian
Pendidikan. [Online].
Tersedia:https://asriny.wordpress.com/2016/12/22/pengertian-pendidikan-dalam-arti-sempit-arti-luas-dan-ilmu-pendidikan.
Diakses pada 20 Februari 2018.
Elvianna. (2014). Tujuan, Keharusan dan Kemungkinan Pendidikan.
[Online] Tersedia:https://www.google.co.id/amp/s/elviana09.wordpress.com/2014/03/26/tujuankeharusan-dan-kemungkinan-pendidikan/amp/.
Diakses pada 20 Februari 2018.
Sadulloh, Uyoh. 2011. Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung:Alfabeta.cv.
Komentar
Posting Komentar