BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Filsafat mempunyai dua cabang yaitu
filsafat umum dan khusus. Filsafat pendidikan merupakan cabang khusus dari
filsafat. Filsafat pendidikan mempunyai beraneka ragam aliran. Beberapa aliran
dipelopori oleh para ahli pendidikan, yang didasarkan cara pandang, pemahaman
dan perenungan yang berbeda sesuai kondisi zaman saat itu. Semua aliran
filsafat pendidikan mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing.
Salah satu aliran filsafat pendidikan
adalah aliran materialisme. Aliran filsafat materialisme memandang bahwa
realitas seluruhnya adalah materi. Materialisme berpandangan bahwa hakikat
reslisme adalah adalah materi, bukan rohani, bukan spiritual atau super
natural. Dalam pandangan materialisme, pada dasarnya manusia hanyalah sesuatu
yang material, yang benar-benar materi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, materi
dapat dipahami sebagai bahan, benda, segala sesuatu yang tampak. Materialisme
adalah pandangan hidup yang mencari dasar segala sesuatu yang termasuk kehidupan manusia di dalam alam kebendaan
semata-mata, dengan mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indra.
Ini sesuai dengan kaidah dalam bahasa Indonesia. Jika ada kata benda
berhubungan dengan kata isme maka artinya adalah paham atau aliran.
Dengan demikian, manusia sebagai makhluk
alamiah harus dibedakan dengan benda-benda seperti pohon, kayu, batu, sebab
manusia adalah makhluk yang bermasyarakat, makhluk yang dilibatkan kedalam
proses produksi,dilibatkan kedalam hubungan kerja dan hubungan milik.
1.2
Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang tersebut, dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa
definisi dari filsafat pendidikan materialisme?
2. Apa
yang melatarbelakangi pemikiran materialisme?
3. Siapa
saja tokoh aliran materialisme?
4. Bagaimana
karakteristik dari aliran materialisme?
5. Bagaimana
implikasi dan implementasi aliran materialisme dalam pendidikan?
1.3
Tujuan
Adapun
tujuan yang ingin dicapai adalah:
1. Menjelaskan
definisi filsafat pendidikan materialisme
2. Memaparkan
tentang hal yang melatarbelakangi pemikiran materialisme
3. Mendeskripsikan
tokoh dari aliran materialisme
4. Menjelaskan
karakteristik aliran matrialisme
5. Memaparkan
implikasi serta implementasi aliran materialisme dalam pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Definisi
Filsafat Materialisme
Materialisme
adalah teori yang mengatakan bahwa atom materi yang berdiri sendiri dan
bergerak merupakan unsur-unsur yang membentuk alam dan bahwa akal dan kesadaran
termasuk didalamnya.
2.2.
Latar
Belakang Pemikiran Materialisme
Materiaisme berpandangan
bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, bukan spiritual, atau
supernatural. Demokritos (460-360 SM) merupakan pelopor pandangan materialisme
klasik, yang disebut juga “atomisme”. Demokritos beserta para pengikutnya beranggapan
bahwa segala sesuatu terdiri dari bagian-bagian keci yang tidak dapat
dibagi-bagi (yang disebut atom-atom). Atom-atom merupakan bagian dari yang
begitu kecil sehingga mata kita tidak dapat melihatnya. Atom-atom itu bergerak,
sehingga dengan demikian membentuk realitas pada pancaindera kita.
Dalam
pemikiran materialisme pula beranggapan bahwasannya hal ini berkaitan atau
berhubungan dengan semua yang bersifat material (ada), dengan begitu semua
pemikiran materialisme haruslah berlandaskan pemikiran materialis, yakni mereka
percaya terhadap hukum-hukum materi, seperti berikut :
·
Hukum
1: “Materi itu ada, nyata, dan konkret”.
Materi itu ada di dalam kehidupan
kita, kita bisa mengenal memahaminya melalui panca indra kita.
·
Hukum
II: “Materi itu terdiri dari materi-materi yang lebih kecil dan saling
berhubungan”.
·
Hukum
III: “Materi selalu berubah dan akan selalu berubah”.
2.3.
Tokoh-Tokoh
Filsafat Materialisme
Terdapat beberapa tokoh yang menganut
airan materialisme, diantaranya:
a. Demokritos (460-360 SM)
Demokritos merupakan pelopor pandangan
materialisme klasik, yang disebut juga “atomisme”
b. Julien
de Lamettrie (1709-1751)
Mengemukakan pemikirannya bahwa binatang
dan manusia tidak ada bedanya, karena semuanya dianggap sebagai mesin.
Buktinya, badan tanpa jiwa mungkin dapat hidup, sedangkan jiwa tanpa badan tidak
mungkin ada.
c. Ludwig
Feuerbach (1804-1972)
Ludwig Feuerbach mencanangkan suatu
metafisika, suatu etika yang humanistis, dan suatu epistemologi yang menjunjung
tiggi pengenalan inderawi. Oleh karena itu, ia ingin mengganti idealisme Heggel
(gurunya) dengan materialisme.
d. Karl
Marx (1818-1883)
Nama lengkap Karl Heinrich Marx,
dilahirkan di Tgrier, Prusia, jerman. Sewaktu menjadi mahasiswa ia terpengaruh
oleh ajaran Hegel dan dapat mencapai gelar dokter dalam bidang filsafat.
Pemikiran Karl Marx disebut pula dialektik materialisme dan historis
materialisme. Di dalam berpikir Karl Marx menggunakan dialektika dari Hegel,
oleh sebab itu disebut historis materialisme. Demikian pula disebut historis
materialisme karena berdasarkan kepada perkembangan masyarakat atau sejarah
atas materinya.
2.4.
Karakteristik
Filsafat Materialisme
Karakteristik umum
materialisme pada abad delapan belas berdasarkan pada suatu asumsi bahwa
realitas dapat dikembangkan pada sifat-sifat yang sedang mengalami perubahan
gerak dalam ruang (Randall, et al,
1942). Asumsi tersebut menunjukan bahwa:
1 Semua
sains seperti biologi, kimia, fisika, sosiologi, ekonomi dan lainnya ditinjau
dari dasar fenomena materi yang berhubungan secara klausal (sebab akibat).
Jadi, semua sains merupakan cabang dari sains mekanika.
2
Apa yang dikatakan jiwa
(mind) dan segala kegiatannya (berpikir, memahami) merupakan suatu gerakan yang
kompleks dari otak, sistem urat saraf, atau organ-organ jasmani yang lainnya
3
Apa yang disebut dengan
nilai dan cita-cita makna dan tujuan hidup, keindahan dan kesenangan, serta
kebebasan hanyalah sekedar nama-nama atau semboyan. Jadi, semua fenomena baik
sosial maupun psikologis, merupakan bentuk-bentuk tersembunyi dari realitas
fisik. Hubungannya dapat berubah secara kausal.
Cabang
materialisme yang banyak diperhatikan orang dewasa ini, dijadikan sebagai
landasan berpikir adalah “Positivisme”. Menurut positivisme, kalau sesuatu itu
memang ada, maka adanya itu adalah jumlahnya. Jumlah itu dapat diukur. Oleh
karena itu, segala yang ada dapat diamati dan diukur. Sebaliknya, segala yang
tidak dapat diamati dan atau diukur secara ilmiah berarti tidak dapat dijadikan
secara positif.
Menurut
Comte, terdapat tiga perkembangan berpikir yang dialami manusia yaitu:
1.
Tingkatan Teologis, pada
tingkatan teologis, pola berpikir manusia dikuasai oleh tahayyul dan prasangka.
Kepercayaan atas kekuatan gaib diluar manusia sangat mendasari cara berpikir
abstrak.
2.
Tingkatan Metafisika,
Pola berpikir manusia telah meninggalkan teologis, namun masih berpikir
abstrak, masih mempersoalkan haikat yang gaib juga.
3.
Tingkatan Positif, tingkatan
berpikir berdasarkan pada sains, dimana pandangan dogmatis dan spekulatif
metafisika diganti oleh pengetahuan faktual.
Selain apa yang telah dipaparkan di atas,
hal yang mencolok dari pemikiran materialisme adalah mereka beranggapan
bahwasannya segala yang ada (wujud) berasal dari satu sumber yaitu materi,
mereka tidak meyakini adanya alam ghaib, menjadikan panca indera sebagai
satu-satunya alat mencapai ilmu, memposisikan ilmu sebagai pengganti agama
dalam peletakan hukum sehingga sering kali paham materialisme ini berdampak
terhadap seseorang memilki jiwa atheism, serta menjadikan kecondongan dan
tabiat manusia sebagai akhlak.
2.5.
Implementasi dan implikasi aliran materialisme dalam pendidikan
Menurut Power (1982)
mengemukakan beberapa implikasi pendidikan behaviorisme dan positivisme yang bersumber
pada filsafat materialisme sebagai berikut :
a. Tema
Manusia yang baik dan efesien dihasilkan dengan proses
pendidikan terkontrol secara ilmiah dan seksama.
b. Tujuan pendidikan
Perubahan terhadap perilaku, mempersiapkan manusia
sesuai dengan kapasitasnya unytuk tanggung jawab hidup sosial dan pribadi yang
kompleks.
c. Kurikulum
Isi pendidikan mencakup pengetahuan yang dapat
dipercaya dan diorganisasi, selalu berhubungan dengan sasaran perilaku.
d. Metode
Semua pelajaran dihasilkan dengan kondisionasi (SR Conditioning) , operan conditioning, reinforcement, pelajaran berprogram dan
berkompetensi.
e. Kedudukan siswa
Tidak ada kebebasan, perilaku di tentukan oleh
kekuatan dari luar, pelajaran sudah dirancang, siswa dipersiapkan untuk hidup,
mereka dituntut untuk belajar.
f.
Peranan
guru
Guru memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol
proses pendidikan, guru dapat mengukur kulaitas dan karakter hasil belajar
siswa.
Dengan
pemaparan di atas, yang dimana materialisme yang dapat dikatakan pula dengan
behaviorisme pun dengan positivisme mengemukakan bahwa perilaku manusia adalah
hasil dari pembentukan melalui kondisi lingkungan sekitarnya. Hal-hal yang
berkaitan tentang perubahan perilaku tersebut yakni berkaitan dengan
panca-indera dimana dapat diamati dan diukur (materialism dan
positivisme). Implikasinya terhadap
dunia pendidikan yakni dalam pendidikan sendiri pentingnya keterampilan serta
pengetahuan akademis yang dapat dibuktikan sebagai hasil kajian, serta perilaku
sosial sebagai hasil belajar.
Akan tetapi
tidak hanya itu, aliran materialisme dalam dunia pendidikan juga dapat
berdampak negative karena pandangannya hanya menuju terhadap sesuatu yang
materi meraka tak mempercayai tentang sesuatu yang berkaitan dengan spiritual
dan ini bisa berdampak pada atheisme.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Materialisme merupakan salah satu aliran
dari ilmu filsafat yang dimana pandangannya bertolak kepada materi yang sudah
ada sejak berabad lalu dan telah memengaruhi dunia pendidikan sendiri. Aliran
ini diimplementasikan hanya sebagian kecil dalam dunia pendidikan dan belum
menjadi suatu patokan dalam dunia pendidikan karena pengaruhnya kecil dalam
dunia pendidikan tersebut. Aliran materialisme sendiri memiliki beberapa
variannya akan tetapi dari semua varian tersebut masih dalam satu pemikiran
atau paham yang sama yakni menuju pada paham materi. Teori lain yang mendasari
aliran materialisme adalah naturalisme, empirisme, serta behaviourisme. Pada
hakikatnya materialisme adalah semua yang bersifat materi bukan spiritual
mauypun super natural.
3.2 Saran
Aliran materialisme dapat berkontribusi dalam dunia
pendidikan, akan tetapi hendaknya kita tidak hanya menggunakan satu aliran atau
paham filsafat bagi pendidikan hanya pada materialisme itu sendiri akan tetapi
kita juga dapat menggunakan paham filsafat yang lainnya untuk di aplikasikan
dalam lingkup pendidikan tersebut. Karena hakikatnya, semua aliran dalam
filsafat memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing, sehingga kita
harus menggunakannya dengan bijak.
DAFTAR
PUSTAKA
Sadulloh. U. (2014). Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung : Alfabeta.
Isnaeni. Hazza.
(2015). Aliran Filsafat Materialisme
Untuk Pendidikan. [online]. Tersedia: http://hagustianii.blogspot.co.id/2015/01/aliran-filsafat-materialisme-untuk.html
Komentar
Posting Komentar