BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Secara etimologis istilah “filsafat” berasal dari bahasa Yunani
“philein” yang artinya “cinta” dan “sophos” yang artinya “hikmah” atau
“kebijaksanaan” atau “wisdom” (Nasution, 1973). Sedangkan pendidikan merupakan
sesuatu yang universal dan berlagsung secara terus menerus dari generasi ke
generasi. Pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia akan berakar kepada
pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.
Pancasila merupakan landasan hidup bangsa Indonesia dalam
menata kehidupannya, termasuk juga didalamnya menata pendidikan. Kajian
filsafat Pancasila berasal dari pemahaman tentang lapangan filsafat yang
mencakup metafisika, epistemologis, dan aksiologi. Seperti, telah diketahui
bahwa Pancasila terdiri dari lima sila.
Kajian metafisik terhadap Pancasila berusaha mencari
hakikat dari Pancasila itu sendiri, dan juga mencari realita yang terdalam dari
Pancasila. Dalam pandangan islam manusia dilarang memikirkan tentang zat-Nya,
“Berpikirlah kamu sekalian tentang ciptaan Allah, dan jangan sekali-kali kamu
sekalian memikirkan tentang zat-Nya”.
Pada hakikatnya tujuan pendidikan
nasional merupakan perwujudan cita-cita ideal bangsa Indonesia. Pendidikan
merupakan bagian dari kehidupan manusia dan dengan sendirinya pancasila harus
bisa menjadi dasar bagi pelaksanaan pendidikan secara nasional di Indonesia.
Tujuan pendidikan nasional didasarkan pada kajian metafisik, epistemologis, dan
kajian aksiologi pancasila. Serta, harus tercantum didalam kurikulum karena
segala hal yang berkaitan dengan pendidikan harus diketahui, diresapi, dan juga
dihayati.
1.2
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan dari makalah ini adalah:
1.2.1
Apa
pengertian filsafat pendidikan pancasila?
1.2.2
Siapa saja tokoh-tokoh yang berkaitan dengan filsafat
pendidikan pancasila?
1.2.3
Apa
prinsip kajian dalam filsafat pendidikan pancasila?
1.2.4
Bagaimana
implikasi filsafat pendidikan pancasila bagi pendidikan nasional?
1.3
Tujuan
Pembahasan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini
adalah:
1.3.1
Untuk
mengetahui pengertian filsafat pendidikan pancasila.
1.3.2 Untuk mengetahui
tokoh-tokoh yang berkaitan dengan filsafat pendidikan pancasila.
1.3.3. Untuk mengetahui prinsip
kajian dalam filsafat pendidikan pancasila.
1.3.4. Agar pembaca dapat mengetahui implikasi filsafat
pendidikan pancasila bagi pendidikan nasional dalam kehidupan sehari – hari.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Filsafat
Pancasila
Secara etimologis istilah “filsafat”
berasal dari bahasa Yunani “philein” yang artinya “cinta” dan “sophos” yang
artinya “hikmah” atau “kebijaksanaan” atau “wisdom” (Nasution, 1973).
Pengertian filsafat dalam hubungannya dengan lingkup bahasannya maka mencakup
banyak bidang bahasan antara lain tentang manusia, alam, pengetahuan, etika,
logika, dan lain sebagainya. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan maka
muncul pula filsafat yang berkaitan dengan bidang-bidang ilmu tertentu antara
lain filsafat politik, filsafat sosial, filsafat hukum, filsafat bahasa,
filsafat ilmu pengetahuan, filsafat agama, dan bidang-bidang ilmu lainnya.
Pancasila merupakan landasan hidup
bangsa Indonesia dalam menata kehidupannya, termasuk didalamnya menata
pendidikan. Secara yuridis Pancasila merupakan dasar pendidikan nasional
seperti tercantum dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab II pasal 2 yang berbunyi: Pendidikan Nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Menurut Ruslan Abdulgani, bahwa Pancasila
merupakan filsafat negara yang lahir sebagai collectieve ideologie (cita-cita bersama) dari seluruh bangsa
Indonesia. Dikatakan sebagai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil
perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding father kita, kemudian dituangkan dalam suatu sitem
yang tepat. Sedangkan menurut Notonagoro, filsafat Pancasila memberi
pengetahuan dan pengertian ilmiah yaitu tentang hakekat dari Pancasila.
Filsafat Pancasila adalah kebenaran dari
sila-sila Pancasila sebagai dasar negara atau dapat juga diartikan bahwa
Pancasila merupakan satu kesatuan sistem yang utuh dan logis.
2.2
Tokoh-Tokoh Filsafat Pendidikan Pancasila
Pendidikan di Indonesia berkembang secara dinamis dari
zaman kemerdekaan 17 agustus 1945 dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan politik,
sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Sejarah yang menyatakan bahwa Pancasila
sebagai asas pendidikan nasional adalah Aristoteles. Menurut Aristotelse tujuan
pendidikan sama dengan didirikannya suatu negara begitu juga dengan Indonesia,
yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 ingin menciptakan manusia Pancasila.
Tahun 1959 pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan agar arah
pendidikan tidak menuju pembentukkan manusia liberal yang dianggap sangat
bertentangan dengan jiwa dan juga semangat bangsa Indonesia (depdikbud, 1993:
79).
Menurut Supardo (1960), atas intruksi menteri pengajaran
dan budaya (pm) prof Dr. Priyono yang dikenal dengan nama ”sapta usaha tama dan
pancawardhana” yang isinya antara lain bahwa pancasila merupakan asas
pendidikan nasional.
Alasan Filsafat Pendidikan Pancasila merupakan tuntutan
nasional karena filsafat pendidikan pancasila merupakan subsistem dari sistem negara
pancasila dalam pembukaan UUD 1945 “cita dan karsa bangsa kita, tujuan nasional
dan hasrat luhur rakyat Indonesia” merupakan perwujudan nilai dan juga jiwa
pancasila yang dapat melestarikan kebudayaan, martabat, dan kepribadian bangsa
juga negara.
Menurut Jalaludin dan Abdullah (2011) pendidikan Pancasila
merupakan aspek rohaniah atau spiritual sisdiknas tercermin dalam tujuan
pendidikan nasional yang termuat dalam UU No 20 tahun 2003.
2.3
Kajian Filsafat Pendidikan
Pancasila
2.3.1
Kajian
Metafisik
Metafisika merupakan cabang filsafat yang mempersoalkan
tentang hahikat yang tersimpul dibalik fenomena. Kajian metafisik terhadap
pancasila berusaha mencari hakikat dari pancasila itu sendiri, mencari realita
yang terdalam dari pancasila.
a. Ketuhanan
Menurut Immanuel kant (Sunoto, 1995), mencari hakikat Tuhan
sulit diketahui jika hanya menggunakan pemikiran saja, karena pada dasarnya
akal manusia hanya mampu memahami fenomenanya saja, tanpa mengetahui apa yang
ada dibalik fenomena itu. Untuk mengetahui tentang hakikat tuhan, manusia harus
menggunakan penghayatan dan pengamalan.
Untuk memahami hakikat tuhan paling mudah kita akan memahaminya
jika melalui sifat–sifat Tuhan yang telah dijelaskan dalam kitab suci dari
agama yang dianutnya. Dengan memahami sifat–sifat Tuhan, segala sesuatu yang
berkaitan dengan kenegaraan, pemerintahan, kemasyarakatan, maupun perorangan,
termasuk upaya melaksanakan pendidikan harus sesuai dengan sifat–sifat Tuhan
tersebut.
Pancasila mengajarkan agar setiap manusia Indonesia percaya
kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianutnya masing–masing.
Pancasila menjamin hubungan antar manusia Indonesia dengan berbagai agama,
hidup sejajar, aman, damai dalam menjalankan ajaran agama masing–masing.
b. Kemanusian
Kemanusiaan pada hakikatnya berkaitan dengan bagaimana
manusia secara kodratnya berkedudukan sebagai makhluk yang memiliki keinginan
yang bebas. Kemanusian bangsa Indonesia kemanusiaan bangsa Indonesia memiliki
ciri khas yaitu adil dan beradab. Adil dan beradab ditunjukkan dalam prilaku
manusia yang tidak hanya mengutamakan kepentingannya sendiri tetapi juga
kepentingan masyarakat dan juga kepentingan hidup bersama.
Ajaran kemanusiaan yang adil dan beradab sudah lama menjadi
prilau yang dijalankan oleh bangsa Indonesia sejak dahulu. Misalnya kebiasaan
mengunjungi orang sakit, memberi pertolongan kepada orang yang membutuhkan,
sudah berakar pada prilaku bangsa Indonesia, telah dijalankan oleh masyarakat
dan orang–orang terdahulu.
c.
Persatuan
Indonesia
Persatuan Indonesia pada hakikatnya berarti bahwa bangsa
Indonesia yang berjumlah lebih dari dua ratus tiga puluh juta jiwa, tersebar di
seluruh pelosok nusantara dari Sabang sampai Merauke, menempati beribu–ribu
pulau, memiliki adat istiadat, agama, kepercayaan, kebudayaan yang berbeda–beda
namun semuanya merupakan suatu kesatuan. Bangsa Indonesia memiliki kepribadian sendiri yang berbeda
dengan bangsa lain di muka bumi ini. Walaupun terdiri dari beraneka ragam adat
istiadat, budaya, bahasa, suku bangsa, dan agama, tapi bangsa Indonesia
memiliki tanah air yang satu yaitu Indonesia, memiliki bangsa yang satu yaitu
bangsa Indonesia, dan memiliki bahasa yang satu yaitu bahasa Indonesia. Inilah
yang disebut Bhineka Tuggal Ika.
d.
Kerakyatan
yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan
Hakikat rakyat menunjukkan bahwa suatu keseluruhan
merupakan hal yang penting dalam suatu negara. Kerakyatan menunjukkan
kebersamaan dalam memecahkan persoalan yang dihadapi oleh rakyat itu sendiri,
pemecahan persoalan dilakukan secara musyawarah dan mufakat. Dengan melakukan
musyawarah dan mufakat tidak berarti harus mengesampingkan demokrasi. Apabila
terjadi pengesampingan terhadap demokrasi, berarti pada hakikatnya sudah
mengesampingkan hak rakyat itu sendiri. Dengan musyawarah dan mufakat janagan
sampai tidak melakukan pemungutan suara, sebagai ciri demokrasi.
e.
Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Keadilan sosial berarti adil, adil adalah memberikan kepada
diri sendiri atau oranglain apa yang seharusnya menjadi haknya. Adil dapat
diartikan bertindak tidak berat sebelah, tidak sewenang–wenang, dan mendapat
perlakuan yang sama. Dalam hak–hak dan kewajiban, adil berarti hak dan
kewajiban mendapat perlakuan yang sama dan tidak berat sebelah. Adil berarti seimbangnya
antara hak dan kewajiban.
2.3.2
Kajian
Epistimologi
Manusia secara kodratnya memiliki potensi untuk
berpengetahuan, mengolahnya dan mengembangkannya. Manusia memiliki akal budi,
dengan akal budi manusia dapat membedakan pengetahuan yang benar dengan pengetahuan
yang tidak benar menurut pengetahuannya. Manusia selalu berusaha mencari
pengetahuan dan kebenaran yang dapat diperoleh melalui berbagai sumber.
Pengetahuan wahyu (revealed
knowledge), manusia memperoleh pengetahuan dan kebenaran atas dasar wahyu
yang diberikan Tuhan kepada manusia. Tuhan memberikan pengetahuan dan kebenaran
kepada manusia untuk dijadikan petunjuk bagi manusia dalam kehidupannya.
Pengetahuan intuitif (intuitive
knowledge), manusia dapat memiliki pengetahuan yang diperoleh dari dalam
dirinya sendiri, pengetahuan tersebut muncul secara tiba–tiba dalam
kesadarannya. Kebenaran yang muncul atau tampak dalam pemikiran merupakan
bentuk pengetahuan intuitif, seperti pemikiran awal ”pancasila” yang dikemukan
oleh Bung Karno.
Pengetahuan rasional (rational knowledge), merupakan
pengetahuan yang diperoleh dengan latihan akal, tidak disertai dengan observasi
terhadap berbagai peristiwa faktual. Akal manusia sebagai akal Tuhan memiliki
kemampuan untuk mengetahui kebeneran alam semesta, yang tidak mungkin dapat
diketahui oleh observasi.
Pengetahuan Empiris (Empirical knowledge), pengetahuan
empiris diperoleh atas bukti pengindraan dengan penglihatan, pendengaran, dan
sentuhan indra-indra lainnya, sehingga kita dapat mengetahui konsep dunia disekitar
kita. Pengalaman merupakan sesuatu yang melibatkan akal.
Berdasarkan uraian diatas Pancasila sebagai falsafah bangsa
Indonesia dapat menerima pengetahuan dan kebenaran yang bersumber dari wahyu
Tuhan, kebenaran dan pengetahuan intuisi, pengetahuan dan kebenaran rasional
yang bersumber kepada penalaran akal, pengetahuan dan kebenaran empiris yang
bersumber kepada realita positif yang ada dan terjadi dialam semesta ini.
2.3.3
Kajian
Aksiologi
Nilai
dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu etika dan estetika. Dalam hal etika
pancasila merupakan seperangkat nilai, hasil pemikiran putra–putra bangsa
landasan untuk menyelenggarakan kehidupan bernegara sesuai berkribadian bangsa
Indonesia. Dari hal moral, pancasila merupakan seperangkat nilai yang dijadikan
sebagai pedoman dalam prilaku untuk bangsa Indonesia.
Dengan
ketuhananYang Maha Esa yang mengandung makna bahwa nilai–nilai ketuhanan
diberikan tempat yang agung dalam kehidupan bernegara masyarakat dan untuk seluruh
rakyat Indonesia. Nilai–nilai ketuhan merupakan suatu kebenaran yang tidak bisa
dibantah oleh manusia, oleh karena itu merupakan salah satu norma.
Kemanusiaan
merupakan sifat hakikat manusia jika dipandang dari pandangan moral,
kemanusiaan sangat cocok dengan ajaran moral. Perbuatan yang baik bagi
kepentingan setiap manusia dinamakan perbuatan yang berprikemanusiaan, dan
perbuatan yang bertentangan dengan harkat manusia disebut perbuatan yang tidak
berprikemanusiaan.
Persatuan
dan kesatuan yang diharapkan bangsa Indonesia adalah suatu keinginan moral
seluruh rakyat Indonesia, sehingga dengan persatuan dan kesatuan tersebut
bangsa Indonesia bersatu untuk mengusir penjajah belanda dari bumi Indonesia
sehingga tercapainya cita–cita bangsa Indonesia yang mulia dan luhur yaitu berupa
kemerdekaan.
Nilai–nilai
kehidupan seharusnya didasari oleh kepentingan rakyat yang berada di Negara
Indonesia, rakyatlah yang menentukan nilai–nilai tersebut dalam hal ini
kehidupan demokrasi adalah al yang mendasar dan harus dikembangkan dalam semua
aspek kehidupan. Demokrasi pada dasarnya hidup bermasyarakat harus menyadari
bahwa ia tidak bisa berbuat semaunya.
Keadilan
yang merata bagi seluruh rakyat Indonsia merupakan suatu tuntutan hati nurani
seluruh rakyat Indonesia yang sangat luhur. Pancasila dirumuskan dan disusun
yang bersumber kepada bangsa Indonesia yang berakar pada nilai–nilai moral yang
luhur dari orang–orang bangsa Indonesia terdahulu. Oleh karena itu, nilai–nilai
yang terkandung dalam sila–sila pancasila pada hakikatnya merupakan
implementasi dari nilai–nilai luhur bangsa Indonesia.
2.4
Implikasi
di sekolah tentang aliran filsafat pendidikan pancasila
Tujuan pendidikan nasional pada hakikatnya merupakan suatu
perwujudan cita–cita ideal bangsa Indonesia. Nilai – nilai yang terkandung di
dalam Pancasila merupakan cita–cita bangsa Indonesia. Pendidikan merupakan
bagian dari kehidupan manusia, jadi secara tidak langsung dengan sendirinya
Pancasila harus bisa menjadi dasar bagi pelaksanaan pendidikan secara nasional
bangsa Indonesia.
Tujuan pendidikan yang akan dicapai harus tergambarkan
didalam program yang tertuang didalam kurikulum. Ditetapkannya kurikulum adalah
agar segala sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan bisa diketahui, diresapi,
dan dihayati. Dalam kurikulum tidak hanya dijabarkan serangkaian ilmu
pengetahuan yang diajarkan oleh guru kepada guru, kemudian anak didik
mempelajarinya, akan tetapi juga segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan
yang bersifat pedagogis (mendidik), karena berpengaruh terhadap kemampuan anak
didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Misalnya olah raga, kepramukaan,
widya wisata, seni budaya, sangat berpengaruh besar dalam proses pendidikan.
Secara filosofis yang termasuk didalam kurikulum adalah materi (pengetahuan)
dan metode pendidikan.
Menurut Herman H. Horne (Arifin, 1993), mengemukakan tiga
hal yang harus diperhatikan dalam proses pendidikan dalam rangka mencapai
tujuan pendidikan yaitu:
1.
The
ability and needs of children, yaitu kemampuan yang diperoleh dari belajar dan
kebutuhan yang dihadapi peserta didik.
2.
The
legitimate demands of society, yaitu tuntutan dan harapan yang sah masyarakat.
3.
The
kind of universe in which we live, yaitu keadaan alam semesta di mana kita
hidup.
Metode
dalam pendidikan khususnya didalam proses pembelajaran merupakan suatu cara pembelajaran agar
tercapainya tujuan yang telah ditentukan. Penggunaan metode tergantung kepada
beberapa faktor, karena faktor-faktor tersebut bisa berupa situasi dan kondisi
lingkungan, bagaimana orang tersebut bisa memahami metode itu, atau tidak sesuai
dengan seleranya, siapa saja yang bisa menggunakan metode tersebut, misalnya
dalam pembelajaran adalah peserta didik. Peserta didik akan tergantung pada
tingkat usianya, karena tidak mungkin jika pembelajaran matematika di kelas 3
SD sama dengan pembelajaran matematika di kelas 1 SMP.
Dalam
menyampaikan materi harus ditanamkan rasa pengahayatan peserta didik
terhadap ajaran dan kebenaran agama.
Selain itu juga perlu pembiasan terhadap peserta didik untuk
mengimplementasikan pengetahuan dan kebenaran wahyu. Hal tersebut bisa
dilakukan berbagai metode yang sesuai dengan perkembangan fisik maupun psikoligis
peserta didik.
Dalam
mengimplementasikan pengetahuan dan kebenaran pancasila dalam kehidupan di
Indonesia, ada berbagai cara yang bisa dilakukan seperti dengan penghayatan,
diskusi, simulasi, dan sebagainya. Untuk mengembangkan kemampuan berpikir
rasional dalam pendidikan khususnya di sekolah dapat dilakukan dengan
mengembangkan metode diskusi terarah yang terkontrol, degan moderator, dan
pembimbing, dan guru dapat menjadi pembimbingnya.
Dalam
kegiatan sekolah berhubungan dengan pengetahuan dan kebenaran empirik, guru
harus memelihara keinginan atau motivasi setiap anak untuk melakukan
penelitian. Guru juga harus memberi kesempatan kepada anak didiknya untuk belajar
apa yang ingin ia ketahui, selalu ingin mengetahui yang berkaitan dengan
pelajaran seperti sains, bahasa, sejarah, dan lain-lain.
Tugas
guru dalam menemukan pengetahuan dan kebenaran empirik dalah membantu dan
membimbing anak didik dalam menentukan dan masalah-masalah yang bermakna,
menemukan sumber-sumber yang dapat dipercaya, menafsirkan dan menilai data yang
akurat, serta merumuskan kesimpulan. Guru juga harus mampu mengenali pesrta
didiknya, terutama pada saat ia memerlukan bantuan khusus dalam suatu kegiatan,
sehingga ia dapat melanjutkan kegiatannya. Guru juga dituntut untuk sabar,
pleksibel, kreatif dan cerdas.
Metode
yang sebaiknya digunakan dalam kegiatan pendidikan adalah metode disiplin,
bukan dengan kekuasaan. Disiplin adalah kemauan dan minat yang keluar dan
tumbuh dari dalam diri peserta didik itu sendiri. Yang perlu diperhatikan guru
adalah:
1.
Guru
tidak boleh memaksakan suatu ide atau tindakan yang tidak sesuai dengan minat
dan kemampuan peserta didiknya.
2.
Guru
sebaiknya menciptakan sebuah situasi yang memungkinkan pesrta didik akan
merasakan adanya suatu masalah yang ia hadapi, sehingga muncul minat untuk
memecahkan masalah tersebut.
3.
Membangkitkan
minat peserta didik, guru hendaknya mengenal kemampuan serta minatnya
masing-masing.
4. Guru seharusnya mampu
menciptakan situasi yang menimbulkan kerja sama dalam belajar, antara peserta
didik, anatara peserta didik dengan guru, begitu juga antara sesama guru.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Filsafat pendidikan pancasila adalah tuntutan formal yang
fungsional dari kedudukan dan fungsi dasar negara, pancasila sebagai sistem
kenegaraan Republik Indonesia.
Filsafat pendidikan pancasila memiliki beberapa kajian yang mencakup
metafisika, epistemology, dan aksiologi.
Dalam kajian metafisika terhadap
pancasila berusaha untuk mencari hakikat dari pancasila itu sendiri, dan juga
mencari realita yang terdalam dari pancasila. Sedangkan dalam kajian
epistimologi manusia hakikatnya memiliki potensi untuk berpengetahuan, mengolah
serta mengembangkannya. Manusia memiliki potensi untuk memperoleh berbagai
pengetahuan dan juga kebenaran karena sejak ia lahir telah dianugerahkan
kelengkapan kerohanian oleh tuhan yaitu berupa akal budi. Dengan mencari pengetahuan
dan kebenaran melalui berbagai sumber yaitu pengetahuan wahyu, pengetahuan
enkuitif, pengetahuan rasional, dan pengetahuan empiris.
Dalam kajian aksiologi membahas
tentang cabang nilai secara singkat karena dalam segi etika pancasila merupakan
seperangkat nilai sebagai hasil pemikiran putra bangsa dan juga landasan untuk
Indonesia. Dari sudut moral pancasila merupakan seperangkat nilai yang
dijadikan sebagai pedoman dlam berperilaku bagi bangsa Indonesia.
Tujuan pendidikan dari suatu
masyarakat pada hakikatnya adalah suatu perwujudan dari cita-cita ideal bangsa
Indonesia. Tujuan pendidikan nasional juga didasarkan pada kajian metafisik,
epistimologis, dan kajian aksiologis.
Jadi, pancasila sebagai filsafat
bangsa Indonesia dapat menerima pengetahuan dalam kebenaran yang bersumber dari
wahyu tuhan, pengetahuan dan kebenaran intuisi, pengetahuan dan kebenaran
empiris yang bersumber kepada realita positif yang ada dan terjadi pada alam
semesta.
3.2
Saran
Pendidikan yang layak ialah pendidikan yang memiliki tujuan
yang jelas serta memiliki landasan yang disebut filsafat. Seperti halnya
Indonesia yang mempunyai pacasila sebagai filsafat hidup bangsa karena terdapat
lima sila didalamnya yang mengangkat nilai-nilai luruh kepribadian bangsa
Indonesia.
Jadi kita sebagai generasi muda Indonesia harus bangga dan
mampu mengaplikasikan nilai-nilai luhur Pancasila didalam kehidupan sehari-hari
khususnya dalam penerapan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan. (2000). Pendidikan
Pancasila. Yogyakarta: PARADIGMA
Sadulloh, Uyoh. (2012). Pengantar
Filsafat Pendidikan. Bandung: ALFABETA
Utama, D. (2013). Pengertian
Filsafat Pendidikan Pancasila. [Online].
Tersedia:http://dian-utama-putra.blogspot.com/2013/06/pengertian-filsafat-pendidikan-pancasila.html.
Diakses pada 24 Februari 2018
Aripudin, Iwan. (2013). Filsafat
Pendidikan Pancasila. [Online].
Tersedia:http://sariwex.blogspot.co.id/2013/06/filsafat-pendidikan-pancasila_4357.html.
Diakses pada 24 Februari 2018
Komentar
Posting Komentar