Orang yang
mempunyai akal tetapi tidak mau menggunakan akalnya untuk memahami ayat-ayat
Allah, mempunya mata tetapi tidak dipakai untuk melihat tanda-tanda kekuasaan
Allah, mempunya telinga tetapi tidak mau mendengarkan kebenaran yang bersumber
dari Allah, maka orang tersebut derajatnya sama dengan hewan.
2.2
Pendidikan
Hanya Untuk Manusia
Manusia
merupakan makhluk sempurna yang memiliki akal, insting serta nafsu paling baik
di antara makhluk tuhan lainnya. Akal yang dimiliki manusia dapat dikembangkan
menjadi sebuah gagasan yang dapat menghasilkan ilmu pengetahuan. Di dalam
pendidikan yang dilibatkan hanyalah manusia, sebab manusia mengetahui mana hal
baik dan buruk, memiliki akal budi serta insting yang digunakan dengan
sebaik-baiknya. Berbeda dengan hewan, ia hanya mengandalkan insting untuk
kelangsungan hidupnya.
Seperti
yang pernah kita ketahui, bahwa tidak jarang kita jumpai hewan peliharaan yang
memangsa tuannya sendiri. Contohnya seekor anjing yang biasa dirawat
majikannya, diberikannya kasih sayang namun pada akhirnya tak diduga anjing
tersebut menghabisi pemiliknya. Hal tersebut membuktikan bahwa hewan tidak
mengetahui hal baik ataupun buruk asalkan dirinya mampu bertahan hidup dan
tidak merasa terancam.
Maka disini manusia memerlukan
pendidikan agar manusia bisa menjadi dewasa dan siap menjalani kelangsungan
hidup yang penuh dengan tantangan.
Manusia pada hakikatnya
adalah makhluk sosial, maka dari itu manusia membutuhkan pendidikan dan
pendidikan hanya untuk manusia.
2.3
Anak
Manusia Dalam Kondisi Perlu Bantuan
Manusia pada saat ia lahir tidak langsung dapat
mengembangkan kemanusiaannya, karena ketidakberdayaan dan kelemahan yang ia
miliki secara kodrati memerlukan uluran pihak luar untuk membantunya. Namun
secara kodrati pula anak dilahirkan dengan potensi untuk berkembang menuju
kemandiriannya.
Anak manusia untuk bisa menjadi manusia yang
mandiri, membutuhkan suatu proses yang lama, dan tidak akan dengan sendirinya
tanpa bantuan orang lain untuk mencapainya. Karena itu anak manusia memerlukan
bantuan orang lain yang berada di sekitarnya. Di rumah ia membutuhkan kasih
sayang kedua orang tuanya, dan di luar rumah ia akan bergaul dengan teman
sebayanya, yang pasti akan berpengaruh dengan pengalamannya.
Manusia dilahirkan dalam keadaan belum dapat
menolong dirinya sendiri, juga dalam hal-hal yang sangat penting bagi
kelangsungan hidupnya. Dengan kata lain manusia berada dalam keadaan perlu
bantuan, dan bantuan harus datang dari pihak lain. Tanpa bantuan dari pihak
lain, manusia tidak mungkin melangsungkan hidupnya. Bantuan tersebut tidak saja
bagi kehidupan fisiknya, namun juga bagi kehidupan psikis dan kehidupan
sosialnya.
Pemutusan tali ari-ari ketika dilahirkan tidak
berarti pemutusan hubungan antara ibu dengan anak. Hubungan itu masih
berlangsung terus, bahkan mungkin tidak pernah putus hingga ajalnya. Untuk
jangka waktu yang masih lama, manusia masih memerlukan bantuan ibunya, dan
bantuan dari orang sekitarnya. Keadaan perlu bantuan ini jelas tampak apabila
diterawang kehidupannya pada masa dewasa yang akan ditempuhnya, jauh lebih
berat bila dibandingkan dengan kehidupan hewan. Ia tidak dapat menggantungkan
diri semata-mata pada insting yang dimilikinya saat ia dilahirkan, ia harus
dapat mengendalikannya.
Kebutuhan terhadap ruang akan dirasakannya, tidak
sekedar kebutuhan terhadap pemertahanan kehidupan biologisnya, melainkan juga
kebutuhan psikologis seperti kebutuhan akan rasa aman, rasa cinta, dan rasa
kasih sayang, juga kebutuhan sosial seperti kebutuhan komunikasi dan interaksi
dengan sesama manusia. Lalu kebutuhan normatif seperti kebutuhan akan peraturan
dan keteraturan, sadar wajib dan kewajiban, yang justru merupakan ciri khas
yang manusiawi. Untuk memenuhi kebutuhan ini ia memerlukan bantuan. Ia tidak
dapat mencapai sendiri, setidak-tidaknya diawal masa hidupnya,
Manusia dilahirkan dalam lingkungan manusiawi, kita
bersyukur bahwa manusia dilahirkan dalam lingkungan yang manusiawi. Ia
dilahirkan dalam lingkungan manusiawi yang bertanggungjawab, yang berperasaan,
bermoral, dan bersosial. keadaan anak manusia yang perlu itu menggugah dan
mengundang kasih sayang bagi orang dewasa khususnya kedua orang tua. Orang tua
dengan anak dengan masing-masing karakteristiknya dari kedua pihak ini saling
mengisi, sehingga keduanya bersifat saling melengkapi. Ketergantungan anak
diimbangi dengan kesediaan orang tua dan guru untuk membimbingnya.
Ketidaktahuan anak akan segala sesuatu diimbangi orang tua dan guru dengan
mengajar dan mendidiknya. Ketidakterampilan anak dalam melakukan hal-hal yang
harus dilakukannya diimbangi orang tua, dan guru dengan melatih dan
membiasakannya. Kelemahan anak diimbangi dengan kasih sayang orang tua dan guru
yang memang dirasakan suatu keperluan untuk kehidupannya.
Proses saling mengisi dan saling mengimbangi ini
tidak dirasakan sebagai sesuatu yang sulit dan rumit. Anak merasa dirinya satu
dengan orang tua, dengan lingkungannya sehingga wajarlah bila kekurangannya
diisi oleh orang tua. Seperti dikemukakan, pemutusan tali ari-ari tidak
sekaligus merupakan pembelaan atau pemisahan dunia anak dengan ibunya. Pada
pihak anak terdapat suatu kepercayaan dan rasa kewajaran bila sifat perlu bantuannya
dipenuhi oleh orang tuanya dan guru disekolah. Di lain pihak pada orang tua,
dan guru terdapat rasa tanggung jawab, kasih sayang dan kepercayaan untuk memberikan bantuan dalam rangka
memungkinkan kelangsungan hidupnya, karena anak itu adalah anaknya. Segala
pemberian bantuan itu tidak dirasakannya berat, malahan menyenangkan karena hal
itu dipandang sebagai tugasnya dan malahan sebagai kebutuhannya. Maka
terjadilah kasih sayang yang timbal balik antara kedua pihak itu yang
selanjutnya kemungkinan melahirkan lahirnya saling memahami antara keduanya.
Melalui pendidikan manusia dapat mengembangkan
dirinya untuk menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya. Pendidikan
mengenalkan manusia pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan kata lain,
melalui pendidikan manusia dapat mengoptimalkan potensi yang ada dalam dirinya.
Potensi inilah yang perlu dipahami oleh pihak luar khususnya orang tua sebagian
pendidik sehingga potensi tersebut dapat berkembang secara optimal.
Keadaan memerlukan bantuan dengan demikian tidak
merupakan suatu beban bagi kedua pihak, melainkan justru dirasakan merupakan
suatu karunia yang mengikat dan memperdalam hubungan kedua pihak sehingga
pelepasan dan pemisahannya kelak berjalan dengan lancar. Keadaan perlu bantuan
dari si anak mengukuhkan kedudukan orang tua dan sebaliknya kesediaan dan
ketulusan orang tua untuk membimbing dan memberikan bantuan kepadanya yang
berupa pendidikan dan perawatan yang memungkinkan anak hidup sebagai anak yang
sedang mempersiapkan diri untuk meraih kedewasaannya kelak.
2.4
Manusia
Makhluk yang Dapat Mendidik dan Dididik
Nietzse
menyatakan manusia sebagai hewan yang belum selesai. Artinya dalam mengarungi
kehidupannya manusia mengemban tugas untuk menyelesaikan diri dengan tujuan
untuk meningkatkan diri. Manusia belum selesai menjadi manusia, ia dibebani
keharusan untuk menjadi manusia, tetapi ia tidak dengan sendirinya menjadi
manusia, untuk menjadi manusia ia perlu dididik dan mendidik
diri. ”Manusia dapat menjadi manusia hanya melalui pendidikan”, demikian
kesimpulan Immanuel Kant dalam teori pendidikannya (Henderson, 1959).
Pernyataan tersebut sejalan dengan hasil studi M.J. Langeveld yang memberikan
identitas kepada manusia dengan sebutan ”animal Educandum” atau hewan yang perlu dididik dan
mendidik diri (M.J.Langeveld, 1980). Rumusan ini mencakup pandangan bahwa
manusia itu adalah “hewan” yang dididik. Sebab sebagaimana dikatakan manusia
itu perlu dididik, apabila tidak dilandasi anggapan, bahwa manusia dapat
dididik. N. Drijakarya S.J. (1986) menyatakan bahwa manusia mempunyai atau
berupa dinamika (manusia sebagai dinamika), artinya manusia tidak pernah
berhenti selalu dalam keaktifan, baik dalam aspek fiisiologik maupun
spiritualnya. Dinamika mempunyai arah horizontal (ke arah sesama dan dunia) maupun
ke arah transedental (ke arah Yang Mutlak). Karena itu dinamika manusia
mengimplikasikan bahwa ia akan dapat dididik.
Manusia
(anak didik) hakikatnya adalah makhluk sosial, ia hidup bersama dengan
sesamanya ini akan terjadi hubungan pengaruh timbal balik di mana setiap
individu akan menerima pengaruh dari individu yang lainnya. Sebab itu, maka
sosialitas mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik.
Ada
4 prinsip antropologis yang melandasi kemungkinan manusia akan dapat
dididik, yaitu:
1. Prinsip
Potensialitas
2. Prinsip
Dinamika
3. Prinsip
Individualitas
4. Prinsip
Sosialitas
2.5
Manusia
Harus Mendidik dan Dididik
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk ciptaan
Tuhan yang paling tinggi derajatnya dengan makhluk-makhluk lain yang ada di
dunia ini. Manusia terdiri dari unsur jiwa dan raga yang diciptakan oleh Tuhan
dengan segala potensi yang ada di dalam diri manusia itu sendiri.
Potensi-potensi ini dapat berkembang melalui pengaruh-pengaruh dari luar.
Perkembangan potensi manusia dapat mengarah ke hal yang buruk dan hal yang
lebih baik. Oleh karena itu, maka manusia harus dididik untuk
mengaktualisasikan potensi-potensi tersebut agar berkembang ke arah
kesempurnaan serta mencegah atau mengendalikan kemungkinan-kemungkinan
terjadinya perubahan yang mengarah keburukan. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa manusia memang diciptakan Tuhan sebagai makhluk terbaik dengan berbagai
potensi yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya. Namun apabila manusia
tidak bisa mengembangkan potensinya tersebut bisa saja manusia menjadi lebih
rendah dari makhluk lain, seperti hewan misalnya.
William
Stern (1871 – 1938) seorang filsuf Jerman menyatakan bahwa perkembangan manusia
ditentukan oleh hasil perpaduan antara faktor bakat/pembawaan dan faktor alam
sekitarnya. Faktor pembawaan atau potensi yang dibawa sejak lahir dapat
berkembang apabila diberi rangsangan dari luar yang berupa pendidikan.
Emmanuel
Kant juga mengatakan bahwa Manusia hanya dapat menjadi manusia karena
pendidikan. Sehingga apabila manusia itu tidak dididik, maka tidak akan menjadi
manusia yang sebenarnya. Pendidikan dapat mengembangkan semua potensi yang ada
pada diri manusia, baik perkembangan cipta, rasa, karsa, keterampilan, jasmani
dan rohani untuk menuju kedewasaannya.
Secara fisik manusia terus tumbuh, secara mental
manusia terus berkembang, mengalami kematangan dan perubahan. Semua itu adalah
bagian dari potensi yang diberikan Tuhan kepada manusia sebagai ciptaan
pilihan. Tugas pendidikan dalam pengembangan potensi manusia adalah dalam upaya
menjaga dan mengerahkan fitrah atau potensi tersebut menuju kebaikan dan
kesempurnaan. Pengembangan berbagai potensi manusia (fitrah) ini dapat
dilakukan dengan kegiatan belajar, yaitu melalui institusi-institusi. Belajar
yang dimaksud tidak harus melalui pendidikan di sekolah saja, tetapi juga dapat
dilakukan di luar sekolah, baik dalam keluarga maupun masyarakat ataupun
melalui institusi sosial yang ada. Kesimpulannya adalah manusia bisa
mengembangkan seluruh potensinya melalui pendidikan, baik itu pendidikan
formal, informal maupun pendidikan nonformal.
Dilihat dari dasar biologis manusia harus
mendidik dan dididik karena pada dasarnya manusia dilahirkan tidak berdaya.
Berbeda halnya dengan hewan yang mampu berjalan sendiri setelah beberapa menit
dilahirkan oleh ibunya dan tanpa dididik. Tetapi manusia tidak dapat seperti
itu. Manusia yang baru lahir tidak dapat langsung bangun dan berjalan sendiri
seperti hewan. Oleh sebab itu, manusia memerlukan pendidikan (dididik) agar
mampu bertahan hidup menjalani proses kehidupan.
2.6
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Manusia dan Aliran – Aliran Pendidikan
A.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Manusia
Para
ahli (Ahli ilmu jiwa, ahli pendidikan, ahli sosiologi, ahli kriminologi, dan
lain-lain) banyak mempersoalkan mengenai faktor-faktor yang memengaruhi
perkembangan seseorang. Dalam hal ini, Para ahli meneliti bagaimana
perkembangan manusia itu sebenarnya. Oleh karena itu, para ahli telah meneliti
perkembangan manusia mulai dari bayi sampai tua. Sehingga ditemukan
faktor-faktor yang dapat memengaruhi perkembangan manusia, yaitu:
1.
Faktor Turunan (Aliran
Nativisme)
Turunan
memiliki peranan penting dalam perkembangan dan pertumbuhan anak. Ia lahir ke
dunia dengan membawa berbagai ragam warisan yang berasal dari kedua orang
tuanya atau nenek dan kakeknya. Warisan itu yang terpenting antara lain bentuk
tubuh, raut muka, warna kulit, intelegensi, bakat, sifat-sifat atau watak, dan
penyakit. Tokoh terkemuka dari aliran ini adalah Schopenhauer, Plato,
Descartes, dan lain-lain.
Salah satu warisan yang dibawa oleh
anak sejak lahir adalah mengenai bentuk tubuh dan warna kulit. Misalnya ada
anak dengan pembawaan gemuk seperti ibunya. Bila anak yang memiliki tubuh gemuk
seperti ini, bagaimanapun susah hidupnya nanti, dia sukar menjadi kurus,
sebaliknya sedikit saja ia makan maka ia akan mudah menjadi gemuk. Demikian
juga dengan rambut keriting, bagaimanapun ia berusaha meluruskannya akhirnya
kembali keriting. Manshur Ali Rajab menyebutkan bahwa ada lima macam warisan yang
diwariskan orang tua kepada anaknya, yaitu:
a)
Pewarisan yang bersifat
jasmaniyah, seperti warna kulit, bentuk tubuh yang jangkung atau cebol, sifat
rambut, dan sebagainya
b)
Pewarisan yang bersifat
intelektual, seperti kecerdasan dan kebodohan
c)
Pewarisan yang bersifat
tingkahlaku, seperti lemah lembut atau keras kepala, taat atau durhaka, dan
lain-lain
d)
Pewarisan yang bersifat
alamiah, yaitu pewarisan internal yang dibawa sejak kelahiran anak tanpa
pengaruh dari faktor eksternal
e)
Pewarisan yang bersifat
sosiologis, yaitu pewarisan yang dipengaruhi oleh faktor eksternal.
2.
Faktor Lingkungan (Aliran
Empirisme)
Lingkungan sangat berperan dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak. Lingkungan adalah keluarga yang mengasuh dan
membesarkan anak, sekolah tempat mendidik, masyarakat tempat anak bergaul juga
bermain sehari-hari dan keadaan alam sekitar dengan iklimnya, flora dan
faunanya.
Lingkungan akan membentuk pribadi
anak. Jika anak tersebut berada dalam lingkungan yang baik, maka akan baik pula
pribadinya, dan sebaliknya. Demikian juga dengan pola tingkah lakunya. Seorang
anak yang berada di daerah laut cenderung bersifat keras. Berbeda dengan anak
yang lahir di daerah pegunungan. Anak tersebut akan cenderung bersifat lemah
lembut. Besar kecilnya pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan dan
perkembangannya bergantung kepada lingkungan anak itu serta jasmani dan
rohaninya. Adapun faktor-faktor lingkungan yang memengaruhi perkembangan anak
adalah:
a. Keluarga
Keluarga,
tempat anak diasuh dan dibesarkan, berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak, terutama keadaan ekonomi keluarga serta tingkat kemampuan
orang tua dalam merawat yang sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan
anak. Sementara pendidikan orang tua juga berpengaruh besar terhadap rohaniah anak,
terutama kepribadian dan kemajuan pendidikannya.
b. Sekolah
Sekolah merupakan salah satu
factor yang dapat memengaruhi perkembangan anak. Lingkungan sekolah yang baik
dan berkualitas akan membuat anak menjadi pribadi yang berkualitas juga. Selain
itu, sikap teman-temannya di sekolah juga dapat memengaruhi perkembangan anak.
Jika seorang anak diperlakukan secara tidak baik oleh teman-temannya, maka anak
itu akan tumbuh menjadi pribadi yang penakut dan minder. Begitu juga
sebaliknya, jika anak tersebut diperlakukan dengan baik, maka pribadi anak
tersebut akan menjadi pribadi yang mudah berinteraksi.
c. Masyarakat
Masyarakat juga menjadi
faktor penentu perkembangan pribadi anak. Masyarakat adalah tempat anak bergaul
dan berinteraksi dengan banyak orang. Seorang anak yang tinggal di lingkungan
yang tidak baik akan menjadikan anak tersebut berbuat yang tidak baik pula.
Sebaliknya, jika anak tersebut hidup di lingkungan orang-orang yang baik, maka
anak tersebut akan menjadi anak yang baik. Masyarakat yang beragama dengan
tekun akan menjadikan anak-anaknya sebagai anak yang saleh dan salehah.
Sebaliknya, jika masyarakat yang tidak begitu peduli dengan agama akan
menjadikan anak-anaknya sebagai anak yang kurang pengetahuannya akan agama
serta mereka tidak akan mengamalkan ajaran-ajaran agama.
d. Keadaan
Alam Sekitar
Keadaan alam sekitar tempat
anak tinggal juga berpengaruh kepada pribadi anak. Keadaan alam sekitar adalah
lokasi tempat anak tinggal, di desa atau di kota, di tepi pantai atau di
pegunungan, desa terpencil atau dekat kota. Sebagai contoh, anak desa lebih
suka terhadap keadaan yang tenang atau agak sepi, sedangkan anak kota
menginginkan keadaan yang ramai. Keadaan alam yang berbeda akan memengaruhi
perkembangan anak.
Adapun Sartain mengatakan bahwa lingkungan
itu meliputi semua kondisi dalam dunia ini yang dalam cara-cara tertentu
memengaruhi tingkah laku manusia, pertumbuhan, perkembangan atau life
processes, kecuali gen-gen dapat pula dipandang sebagai penyiapan
lingkungan bagi gen yang lain. Sartain membagi lingkungan menjadi tiga bagian,
yaitu:
·
Lingkungan alam/luar (external
or physical environment)
Yang dimaksud lingkungan alam atau
luar adalah segala sesuatu yang ada di dunia ini yang bukan manusia, seperti
rumah, tumbuh-tumbuhan, air, iklim, hewan, dan sebagainya.
·
Lingkungan dalam (internal
environment)
Yang dimaksud dengan lingkungan
dalam adalah segala sesuatu yang termasuk lingkungan alam/luar. Akan tetapi,
makanan yang sudah masuk ke dalam perut dikatakan berada di antara eksternal
dan internal environment kita. Karena makanan yang sudah dalam perut itu
sudah atau sedang dalam pencernaan dan peresapan ke dalam pembuluh darah. Air
dan makanan yang telah berada di dalam pembuluh darah atau cairan limpa, mereka
memengaruhi tiap-tiap sel dalam tubuh, dan benar-benar masuk ke dalam
lingkungan dalam.
·
Lingkungan
sosial/masyarakat (social environtment)
Yang dimaksud dengan lingkungan
sosial adalah semua orang yang memengaruhi perkembangan anak. Pengaruh sosial
itu ada yang diterima secara langsung, ada pula yang tidak langsung. Yang
diterima secara langsung contohnya melalui pergaulan sehari-hari dengan
masyarakat, sedangkan yang tidak diterima secara langsung contohnya melalui
televisi, radio, buku-buku, majalah dan lain-lain. Orang-orang yang berpendapat
bahwa perkembangan hanya dipengaruhi oleh lingkungan digolongkan ke dalam
Aliran Empirisme. Dengan demikian, lingkungan sangat besar pengaruhnya bagi
perkembangan anak. Secara praktik, maka lingkungan adalah lembaga pendidikan
bagi perkembangan anak.
3. Faktor
Turunan dan Lingkungan (Aliran Konvergensi)
Aliran Konvergensi yang mengemukakan pendapat yang
ketiga ini. Menurut mereka, tidak hanya pembawaan yang dapat memengaruhi
perkembangan anak, tetapi juga lingkungan. Nampaknya, golongan ini muncul
karena melihat golongan-golongan sebelumnya (Nativisme dan Empirisme) saling
bertentangan. Maka aliran Konvergensi pun meneliti apa-apa saja yang dapat
memengaruhi anak. Sehingga mereka berpendapat bahwa faktor turunan dan
pembawaanlah yang dapat memengaruhi perkembangan anak. Aliran Konvergensi
melihat kelemahan-kelemahan yang ditemukan dalam realita kehidupan dan
relevansinya dengan kehidupan ketika mereka lihat pendapat-pendapat kedua
aliran di atas. Di antara kelemahan itu adalah:
1)
Untuk pendapat Nativisme,
betapa banyak anak yang lahir dari seorang ahli musik, tetapi tidak menjadi
pemusik seperti ayahnya.
2)
Untuk pendapat Empirisme,
mengapa masih terdapat anak yang gagal dalam belajar sekolah, padahal segala
fasilitasnya telah tersedia, petunjuk dan bimbingan juga selalu diberikan oleh
guru dan orang tuanya.
Menurut
Aliran Konvergensi, bakat saja tanpa adanya pengaruh lingkungan yang cocok
dalam perkembangannya belum lah cukup sebagai penunjang, demikian pula dengan
lingkungan yang baik tetapi tidak sesuai dengan bakat yang dimiliki anak juga
tidak akan mendatangkan hasil yang baik bagi perkembangan anak. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa antara faktor bawaan dan lingkungan saling berhubungan dalam
memengaruhi perkembangan anak.
Di
dalam sumber lain, ada juga pendapat yang menambahkan bahwa faktor-faktor yang
memengaruhi perkembangan itu adalah proses pematangan, proses belajar, dan
proses pembawaan. Juga ada pendapat yang mengatakan bahwa faktor-faktor yang
memengaruhi perkembangan adalah faktor eksternal dan internal. Akan tetapi,
pada dasarnya pendapat-pendapat ini telah masuk dalam pembahasan tiga faktor
pokok di atas.
B.
Aliran-Aliran Pendidikan
1. Aliran-Aliran
Klasik dalam Pendidikan
Menurut Tim dosen 2006, aliran-aliran klasik dalam
pendidikan adalah sebagai berikut:
a. Aliran Empirisme
Aliran ini menganut paham yang
berpendapat bahwa segala pengetahuan, keterampilan dan sikap manusia dalam
perkembangannya ditentukan oleh pengalaman (empiris) nyata melalui alat
inderanya baik secara langsung berinteraksi dengan dunia luarnya maupun melalui
proses pengolahan dalam diri dari apa yang didapatkan secara langsung (Joseph,
2006).
Jadi segala kecakapan dan
pengetahuannya tergantung, terbentuk dan ditentukan oleh pengalaman. Sedangkan
pengalaman didapatkan dari lingkungan atau dunia luar melalui indra, sehingga
dapat dikatakan lingkunganlah yang membentuk perkembangan manusia atau anak
didik. Bahwa hanya lingkunganlah yang mempengaruhi perkembangan anak.
b. Aliran Nativisme
Teori
ini merupakan kebalikan dari teori empirisme, yang mengajarkan bahwa anak lahir
sudah memiliki pembawaan baik dan buruk. Perkembangan anak hanya ditentukan
oleh pembawaannya sendiri-sendiri. Lingkungan sama sekali tidak mempengaruhi
apalagi membentuk kepribadian anak. Jika pembawaan jahat akan menjadi jahat,
jika pembawaannya baik akan menjadi baik. Jadi lingkungan yang diinginkan dalam
perkembangan anak adalah lingkungan yang tidak dibuat-buat, yakni lingkungan
yang alami.
c. Aliran Konvergensi
Faktor pembawaan dan faktor lingkungan sama-sama
mempunyai peranan yang sangat penting, keduanya tidak dapat dipisahkan
sebagaimana teori nativisme teori ini juga mengakui bahwa pembawaan yang dibawa
anak sejak lahir juga meliputi pembawaan baik dan pembawaan buruk. Pembawaan
yang dibawa anak pada waktu lahir tidak akan bisa berkembang dengan baik tanpa
adanya dukungan lingkungan yang sesuai dengan pembawaan tersebut.
d. Aliran Naturalisme
Aliran ini mempunyai kesamaan dengan teori
nativisme bahkan kadang-kadang disamakan. Padahal mempunyai perbedaan-perbedaan
tertentu. Ajaran dalam teori ini mengatakan bahwa anak sejak lahir sudah
memiliki pembawaan sendiri-sendiri baik bakat minat, kemampuan, sifat, watak
dan pembawaan-pembawaan lainya. Pembawaan akan berkembang sesuai dengan
lingkungan alami, bukan lingkungnya yang dibuat-buat. Dengan kata lain jika
pendidikan diartikan sebagai usaha sadar untuk mempengaruhi perkembangan anak
seperti mengarahkan, mempengaruhi, menyiapkan, menghasilkan apalagi menjadikan
anak ke arah tertentu, maka usaha tersebut hanyalah berpengaruh jelek terhadap
perkembangan anak. Tetapi jika pendidikan diartikan membiarkan anak berkembang
sesuai dengan pembawaan dengan lingkungan yang tidak dibuat-buat (alami) makan
pendidikan yang dimaksud terakhir ini berpengaruh positif terhadap perkembangan
anak.
2. Aliran
pendidikan modern di Indonesia
Menurut Mudyahardjo (2001: 142) macam-macam aliran
pendidikan modern di Indonesia adalah sebagai berikut:
a.
Progresivisme
Progresivisme adalah gerakan pendidikan yang
mengutamakan penyelenggaraan pendidikan di sekolah berpusat pada anak (child-centered),
sebagai reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang masih berpusat pada guru (teacher-centered)
atau bahan pelajaran (subject-centered).
Tujuan pendidikan dalam aliran ini adalah melatih anak
agar kelak dapat bekerja, bekerja secara sistematis, mencintai kerja, dan
bekerja dengan otak dan hati. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan
harusnya merupakan pengembangan sepenuhnya bakat dan minat setiap anak.
Pendidikan Progresivisme menganut prinsip pendidikan berpusat pada anak.
b.
Esensialisme
Esensialisme modern dalam pendidikan adalah gerakan
pendidikan yang memprotes gerakan progresivisme terhadap nilai-nilai yang
tertanam dalam warisan budaya/sosial. Menurut esensialisme nilai-nilai yang
tertanam dalam nilai budaya/sosial adalah nilai-nilai kemanusiaan yang
terbentuk secara berangsur-angsur dengan melalui kerja keras dan susah payah
selama beratus tahun dan di dalamnya berakar gagasan-gagasan dan cita-cita yang
telah teruji dalam perjalanan waktu. Peranan guru kuat dalam mempengaruhi dan
mengawasi kegiatan-kegiatan di kelas. Tujuan pendidikan dari aliran ini adalah
menyampaikan warisan budaya dan sejarah melalui suatu inti pengetahuan yang
telah terhimpun, yang telah bertahan sepanjang waktu dan dengan demikian adalah
berharga untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini diikuti oleh
ketrampilan. Ketrampilan, sikap-sikap dan nilai yang tepat, membentuk
unsur-unsur yang inti (esensial) dari sebuah pendidikan bertujuan untuk mencapai
standar akademik yang tinggi, pengembangan intelek atau kecerdasan. Kurikulum
berpusat pada mata pelajaran yang mencakup mata-mata pelajaran akademik yang
pokok.
c.
Rekonstruksionalisme
Rekonstruksionalisme memandang pendidikan sebagai
rekonstruksi pengalaman-pengalaman yang berlangsung terus dalam hidup. Sekolah
yang menjadi tempat utama berlangsungnya pendidikan haruslah merupakan gambaran
kecil dari kehidupan sosial di masyarakat
Tujuan pendidikan rekonstruksionis adalah
membangkitkan kesadaran para peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan
politik yang dihadapi umat manusia dalam skala global, dan mengajarkan kepada
mereka keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi
masalah-masalah tersebut. Kurikulum dalam pendidikan rekonstruksionalisme
berisi mata-mata pelajaran yang berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan
masyarakat masa depan.
d.
Perennialisme
Perennialisme adalah gerakan
pendidikan yang mempertahankan bahwa nilai-nilai universal itu ada, dan bahwa
pendidikan hendaknya merupakan suatu pencarian dan penanaman
kebenaran-kebenaran dan nilai-nilai tersebut. Guru mempunyai peranan dominan
dalam penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di kelas. Menurut
perennialisme, ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi, karena dengan
ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif.
Tujuan
pendidikan: diharapkan anak didik mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya
yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan
buah pikiran besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh
zaman telah dicatat menonjol seperti bahasa, sastra, sejarah, filsafat,
politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam, dan lain-lainnya, telah
banyak memberikan sumbangan kepada perkembangan zaman dulu. Kurikulum berpusat
pada mata pelajaran dan cenderung menitikberatkan pada sastra, matematika,
bahasa dan sejarah.
e.
Idealisme
Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat
yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata
bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan
bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita
melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia ide. Aliran ini memandang serta
menganggap bahwa yang nyata hanyalah ide. Tugas ide adalah memimpin budi
manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai
ide, ia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai
alat untuk mengukur, mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami
sehari-hari.
Tujuan Pendidikan : agar anak didik bisa menjadi kaya
dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis dan
penuh warna, hidup bahagia, mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya
diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik.
Komentar
Posting Komentar