PENILAIAN DALAM KURIKULUM 2013

  BAB I  PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui hasil yang telah dicapai oleh pendidik dalam proses pembelajaran adalah melalui evaluasi. Evaluasi merupakan sub sistem yang sangat penting dan sangat dibutuhkan dalam setiap sistem pendidikan, karena evaluasi dapat mencerminkan seberapa jauh perkembangan atau kemajuan hasil pendidikan. Dalam setiap pembelajaran, pendidik harus berusaha mengetahui hasil dari proses pembelajaran yang dilakukan. Pentingnya diketahui hasil ini karena dapat menjadi salah satu patokan bagi pendidik untuk mengetahui sejauh mana proses pembelajaran yang dilakukan dapat mengembangkan potensi peserta didik. Dengan evaluasi, maka maju dan mundurnya kualitas pendidikan dapat diketahui, dan dengan evaluasi pula, kita dapat mengetahui titik kelemahan serta mudah mencari jalan keluar untuk berubah menjadi lebih baik ke depan. Suatu sistem adalah jalinan antar beberapa komponen yang saling terkait dan saling mempengaru

PERKEMBANGAN PROFESI BIMBINGAN & KONSELING DI INDONESIA


PERKEMBANGAN PROFESI BIMBINGAN & KONSELING DI INDONESIA
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Bimbingan dan Konseling pada Semester Genap Tahun Akademik 2017/2018 dengan Dosen Pembimbing Dr. Isrok’atun, M.Pd 



Oleh:
Kelompok 13
PGSD 1A
Ifan Maulana Hasbi          1700013          1
Willy Mahendra               1700514          11
Aditya Rizkiansyah          1702471          40
Yusuf Abdul Rohman      1702514          43



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
KAMPUS SUMEDANG
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2018


KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Perkembangan Profesi Bimbingan & Konseling di Indonesia ini guna memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling. Tidak lupa sholawat beserta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada nabi Muhammad SAW.
Makalah ini telah kami susun secara maksimal atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak sehingga makalah ini dapat selesai dengan lancar, untuk itu kami selaku penyusun berterima kasih kepada Bapak Aah Ahmad Syahid, M.Pd. selaku dosen mata kuliah Bimbingan dan Konseling.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat jauh dari sempurna dan masih memiliki banyak kekurangan, oleh sebab itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca, guna menghasilkan makalah yang lebih baik. Semoga makalah yang kami susun dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan bagi pembaca.

Sumedang,     Mei 2018

Penyusun


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................
1.1 Latar Belakang..............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................
1.3 Tujuan...........................................................................................................
1.4 Manfaat.........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................
2.1 Pengertian dan Ciri-ciri suatu profesi...........................................................
2.2 Pengembangan profesi bimbingan dan konseling.........................................
2.3 Perkembangan gerakan bimbingan di Indonesia..........................................
BAB III PENUTUP......................................................................................................
3.1 Kesimpulan...................................................................................................
3.2 Saran.............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHLULUAN
1.1  Latar belakang
Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen penting dalam suatu sekolah. Peran penting dari bimbingan dan konseling sendiri adalah membantu peserta didik mengembangkan potensi yang dimilikinya serta menyelesaikan masalah yang tengah dialami. Layanan bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Ahli atau orang yang berkecimpung dalam bimbingan dan konseling disebut dengan istilah konselor. Konselor sekolah merupakan seorang ahli yang membantu peserta didik mencapai perkembangannya serta menyelesaikan masalahnya.
Pekerjaan sebagai konselor bisa disebut sebagai sebuah profesi di mana tidak semua dari pekerjaan bisa disebut sebagai profesi. Prayitno (2004) menyatakan bahwa profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari para petugasnya. Artinya, pekerjaan yang disebut profesi tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan khusus terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan itu. Sebuah profesi harus memenuhi etika atau memiliki ciri-ciri tertentu. Bimbingan konseling hanya bisa dilakukan oleh seorang konselor.
Akan tetapi pada kenyataannya banyak sekolah yang tidak memperhatikan profesi konselor sekolah tersebut. Ada beberapa sekolah tidak menunjukkan profesi konselor sebagaimana mestinya. Salah satu contohnya adalah dengan menjadikan orang lain yang bukan konselor untuk menjadi konselor. Terutama di Sekolah Dasar. Idealnya seorang konselor harus dipegang oleh seseorang yang benar-benar memiliki latar belakang pendidikan bimbingan dan konseling atau seorang konselor yang menunjukkan ciri khas profesi.
Perkembangan bimbingan dan konseling di Indonesia sudah cukup lama, berawal dari kebijakan pemerintah pada tahun 1960-1970 yang menetapkan bimbingan dan konseling di masukkan ke dalam kegiatan sekolah untuk menunjang misi sekolah mencapai tujuan pendidikannya. Jika dilihat dari peta perkembangan bimbingan dan konseling baik dari sisi perkembangan profesi, maupun sebagai kajian keilmuan, sudah semestinya bimbingan dan konseling di Indonesia sudah mempunyai bentuk kerja profesional yang jelas. Namun sampai detik ini kejelasan bentuk kerja profesional baru di dunia pendidikan yaitu sebagai konselor sekolah, walaupun pada kenyataannya

pelaksanaan di lapangan masih terseok-seok dan bingung. BK selalu dilirik sebelah mata. Beberapa julukan BK yang kurang baik masih tetap menempel misalnya Guidence and Counseling atau GC diplesetkan menjadi "guru cicing". Tugas guru BK pun masih menjadi sang pengadil atau polisi sekolah yang harus mencari-cari kesalahan siswa.
Oleh karena itu makalah ini akan membahas mengenai apa itu profesi, ciri-cirinya dalam bimbingan dan konseling, bagaimana pengembangan profesi BK, dan perkembangan gerakan bimbingan di Indonesia. Sebagai dasar agar ke depannya bisa dijadikan panutan atau tuntunan dalam berprofesi.
1.2  Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian dan ciri-ciri suatu profesi?
1.2.2 Bagaimana pengembangan profesi bimbingan dan konseling?
1.2.3 Bagaimana perkembangan gerakan bimbingan di Indonesia?
1.3  Tujuan
1.3.1 Untuk memahami pengertian dan ciri-ciri suatu profesi,
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana pengembangan profesi bimbingan dan konseling.
1.3.3 Untuk mengetahui bagaimana perkembangan gerakan bimbingan di Indonesia.
1.4  Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diambil dari pembuatan makalah ini sebagai berikut:
1.    Semoga makalah ini dapat menjadi referensi dalam pembuatan makalah selanjutnya.
2.    Dapat menjadikan mahasiswa terutama calon pendidik menjadi lebih mengetahui dan mengerti akan aspek-aspek yang terdapat dalam lingkungan pendidikan bimbingan dan konseling.
3.    Dapat memberikan pengetahuan lebih terutama dalam mata kuliah Bimbingan dan Konseling.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian dan Ciri-ciri Suatu Profesi
2.1.1 Pengertian profesi
Istilah “Profesi“ memang selalu menyangkut pekerjaan, tetapi tidak semua pekerjaan dapat disebut profesi. Sebagai contoh, pekerjaan staf administrasi tidak masuk dalam golongan profesi karena untuk bekerja sebagai staf administrasi seseorang bisa berasal dari berbagai latar belakang pendidikan, pengetahuan dan pengalaman, sedangkan akuntan merupakan profesi karena seseorang yang bekerja sebagai akuntan haruslah berpendidikan akuntansi dan memiliki pengalaman kerja beberapa tahun di kantor akuntan.
Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris “Profess”, yang bermakna Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen. Profesi sendiri memiliki arti sebuah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan dan keahlian khusus.
Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan dengan bidang tertentu banyak orang yang bekerja tetapi belum tentu dikatakan memiliki profesi yang sesuai. Tetapi dengan keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup untuk menyatakan suatu pekerjaan dapat disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan teknik intelektual yang merupakan hubungan antara teori dan penerapan dalam praktik atau jenis pekerjaan (occupation) yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian.
Pekerjaan tidak sama dengan profesi. Sebuah profesi sudah pasti menjadi sebuah pekerjaan, namun sebuah pekerjaan belum tentu menjadi sebuah profesi. Profesi memiliki mekanisme serta aturan yang harus dipenuhi sebagai suatu ketentuan, sedangkan kebalikannya, pekerjaan tidak memiliki aturan yang rumit seperti itu. Hal inilah yang harus diluruskan di masyarakat, karena hampir semua orang menganggap bahwa pekerjaan dan profesi adalah sama.
     Prayitno (2004) menyatakan bahwa profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari para petugasnya. Artinya, pekerjaan yang disebut profesi tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan khusus terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan itu. Sebuah profesi harus memenuhi etika atau memiliki ciri-ciri tertentu. Sebagai contoh bimbingan konseling hanya bisa dilakukan oleh seorang konselor.
De George juga menyatakan bahwa profesi, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian. Profesi merupakan pekerjaan yang di dalamnya memerlukan sejumlah persyaratan yang mendukung pekerjaannya. Karena itu, tidak semua pekerjaan menunjuk pada sesuatu profesi.
Pengertian profesi secara singkat juga dikemukakan Kenneth Lynn dalam M. Nurdin (2004) bahwa profesi adalah menyajikan jasa berdasarkan ilmu pengetahuan. Mc Cully dalam M. Nurdin (2004) menggambarkan bahwa profesi adalah Menggunakan teknik dan prosedur dengan landasan intelektual. Sedangkan menurut Sudarwan Danim (1995) profesi adalah pekerjaan yang memerlukan spesialisasi akademik. (Pantiwati : 2010)
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut keahlian, ilmu pengetahuan, menggunakan teknik yang relevan serta harus berkependidikan yang spesifik. Sehingga tidak semua pekerjaan adalah suatu profesi.
2.1.2 Ciri-ciri Profesi
Suatu jabatan atau pekerjaan disebut profesi apabila ia memiliki syarat-syarat atau ciri-ciri tertentu. Sejumlah ahli seperti McCully, 1963; Tolbert, 1972; dan Nugent, 1981) telah merumuskan syarat-syarat atau ciri-ciri dari suatu profesi. Dari rumusan-rumusan yang mereka kemukakan, dapat disimpulkan syarat-syarat atau ciri-ciri utama dari suatu profesi sebagai berikut (Prayitno : 2004):
1.    Suatu profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang memiliki fungsi dan kebermaknaan sosial yang sangat menentukan.
2.    Untuk mewujudkan fungsi tersebut pada butir di atas para anggotanya (petugasnya dalam pekerjaan itu) harus menampilkan pelayanan yang khusus yang didasarkan atas teknik-teknik intelektual, dan ketrampilan-ketrampilan tertentu yang unik.
3.    Penampilan pelayanan tersebut bukan hanya dilakukan secara rutin saja, melainkan bersifat pemecahan masalah atau penanganan situasi kritis yang menuntut pemecahan dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
4.    Pada anggotanya memiliki kerangka ilmu yang sama yaitu didasarkan atas ilmu yang jelas, sistematis, dan eksplisit; bukan hanya didasarkan atas akal sehat (common sense) belaka.
5.    Untuk dapat menguasai kerangka ilmu itu diperlukan pendidikan dan latihan dalam jangka waktu yang cukup lama.
6.    Para anggotanya secara tegas dituntut memiliki kompetensi minimum melalui prosedur seleksi, pendidikan dan latihan, serta lisensi atau sertifikasi.
7.    Dalam menyelenggarakan pelayanan kepada pihak yang dilayani, para anggota memiliki kebebasan dan tanggung jawab pribadi dalam memberikan pendapat dan pertimbangan serta membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan berkenaan dengan penyelenggaraan pelayanan profesional yang dimaksud.
8.    Para anggotanya, baik perorangan maupun kelompok, lebih mementingkan pelayanan yang bersifat sosial daripada pelayanan yang mengejar keuntungan yang bersifat ekonomi.
9.    Standar tingkah laku bagi anggotanya dirumuskan secara tersurat (eksplisit) melalui kode etik yang benar-benar diterapkan; setiap pelanggaran atas kode etik dapat dikenakan sanksi tertentu.
10.     Selama berada dalam pekerjaan itu, para anggotanya terus-menerus berusaha menyegarkan dan meningkatkan kompetensinya dengan jalan mengikuti secara cermat literatur dalam bidang pekerjaan itu, menyelenggarakan dan memahami hasil-hasil riset, serta berperan serta secara aktif dalam pertemuan-pertemuan sesama anggota.
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu:
1.    Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
2.    Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
3.    Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
4.    Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, di mana nilai-nilai kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
5.    Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.
Selain memiliki beberapa ciri khas, sebuah profesi juga memiliki prinsip-prinsip etika. Beberapa di antaranya yaitu :
1. Tanggung jawab
a.    Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
b.    Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya.
2. Keadilan
Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.
3. Otonomi
Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri kebebasan dalam menjalankan profesinya
2.2  Perkembangan Profesi Bimbingan dan Konseling
Perkembangan bimbingan dan konseling secara lebih popular berawal dari sebuah gerakan Vocational Guidance yang dipelopori oleh Frank Parson sekitar tahun 1908-an. Perkembangan bimbingan dan konseling sebagai sebuah profesi hingga saat ini di Amerika dan di negara-negara lain sudah mengarah pada tingkat kemajuan yang pesat dan mendapatkan apresiasi yang bagus dari masyarakat.
Secara profesional bimbingan dan konseling dapat berdiri sendiri, namun dalam konteks perkembangannya di Indonesia bimbingan konseling yang diintegrasikan dalam pendidikan akan terkait dengan sejumlah aturan pemerintah tentang pendidikan.
Isu profesionalisasi hampir mengenai semua jenis profesi, setiap profesi dituntut meningkatkan mutu layanan, kinerja dan kualitas tenaga profesinya. Profesionalitas sebuah profesi dapat dilihat dari sertifikasi, akreditasi, sistem pendidikan dan latihan profesi, dan lembaga/organisasi profesi yang menjadi identitas sebuah profesi, faktor-faktor tersebut yang nantinya akan menumbuhkan kepercayaan publik pada  sebuah profesi termasuk profesi bimbingan dan konseling.
Secara hukum bagi para konselor sekolah tidak memerlukan sertifikasi dari ABKIN, dengan mengantongi gelar kesarjanaan S-1 pada program pendidikan bimbingan dan konseling, memberikan asas legal bagi para konselor sekolah untuk memberikan layanan bimbingan konseling di sekolah. Namun di lapangan sekarang ini masih banyak ditemui sejumlah sekolah yang tidak memiliki konselor sekolah yang mempunyai pendidikan bimbingan dan konseling. Di sinilah perlunya para konselor memahami aspek politik yang mengatur kebijakan profesi, ABKIN seharusnya bekerja sama dengan pemerintah untuk melindungi profesi bimbingan dan konseling, dalam hal menyeleksi para calon konselor sekolah.
Proses untuk menjadi besar, terpercaya, profesional,  profesi bimbingan dan konseling perlu mendapat dukungan dari seluruh praktisi yang terlibat di dalamnya dalam meningkatkan kualitas lembaga pendidikan dan keguruan yang menghasilkan tenaga konselor yang berkualitas yang sesuai dengan standarisasi ABKIN, sehingga pandangan yang mendiskriditkan profesi bimbingan dan konseling dapat dikikis, dan profesi bimbingan dan konseling mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.
Profesionalisasi BK juga harus memperhatikan kualitas lembaga pendidikan yang menghasilkan konselor yang profesional. Muatan kurikulum dalam lembaga pendidikan para calon konselor, harus mengintegrasikan standar kompetensi konselor, sehingga dalam proses pembinaan konselor profesional dilakukan secara berkesinambungan dan tersistematis dalam kurikulum yang diberlakukan.
ABKIN sebagai institusi yang mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan kebijakan yang berlaku bagi seluruh konselor, harus mampu menggandeng lembaga-lembaga pendidikan bimbingan dan konseling, kerjasama yang dilakukan adalah dalam memantau dan menjaga kualitas para konselor dengan proses setifikasi yang dilakukan oleh lembaga pendidikan.
Sebuah profesi harus memiliki ketetapan aturan karena hal tersebut berhubungan dengan perlindungan kesejahteraan. Kepercayaan publik yang diinginkan oleh setiap profesi ditinjau dari kejelasan regulasi yang terkait dengan program pendidikan, stnadar kompetensi profesional, dan regulasi yang mengatur perilaku profesional konselor (kode etik).

2.3  Sejarah Perkembangan Bimbingan dan Konseling di Indonesia

Pelayanan konseling dalam sistem pendidikan Indonesia mengalami beberapa perubahan nama. Pada kurikulum 1984 semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (BP), kemudian pada kurikulum 1994 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling (BK) sampai dengan sekarang. Layanan BK sudah mulai dibicarakan di Indonesia sejak tahun 1962. Namun BK baru diresmikan di sekolah di Indonesia sejak diberlakukan kurikulum 1975. Kemudian disempurnakan ke dalam kurikulum 1984 dengan memasukkan bimbingan karier di dalamnya. Perkembangan BK semakin mantap pada tahun 2001.
Fase – Fase Perkembangan Bimbingan dan Konseling di Indonesia
1.         Perkembangan bimbingan dan konseling sebelum kemerdekaan
Masa ini merupakan masa penjajahan Belanda dan Jepang. Para siswa dididik untuk mengabdi demi kepentingan penjajah. Dalam situasi seperti ini, upaya bimbingan dikerahkan. Bangsa Indonesia berusaha untuk memperjuangkan kemajuan bangsa   Indonesia melalui pendidikan. Salah satunya adalah Taman Siswa yang dipelopori oleh K.H. Dewantara yang menanamkan nasionalisme di kalangan para siswanya. Dari sudut pandang bimbingan, hal tersebut pada hakikatnya adalah dasar bagi pelaksanaan bimbingan.
2.    Dekade 40-an
Dalam bidang pendidikan, pada dekade 40-an lebih banyak ditandai dengan perjuangan merealisasikan kemerdekaan melalui pendidikan. Melalui pendidikan yang serba darurat manakala pada saat itu diupayakan secara bertahap memecahkan masalah besar antara lain melalui pemberantasan buta huruf. Sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD’45. Hal ini pulalah yang menjadi fokus utama dalam bimbingan pada saat itu.
3.    Dekade 50-an
Bidang pendidikan menghadapi tentangan yang amat besar yaitu memecahkan masalah kebodohan dan keterbelakangan rakyat Indonesia. Kegiatan bimbingan pada masa dekade ini lebih banyak tersirat dalam berbagai kegiatan pendidikan dan benar-benar menghadapi tantangan dalam membantu siswa di sekolah agar dapat berprestasi.
4.    Dekade 60-an
Beberapa peristiwa penting dalam pendidikan pada dekade ini : (a) ketetapan MPRS tahun 1966 tentang dasar pendidikan nasional, (b) lahirnya kurikulum SMA gaya baru 1964, (c) lahirnya kurikulum 1968, dan (d) lahirnya jurusan Bimbingan dan Konseling di IKIP tahun 1963, membuka Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan yang sekarang dikenal di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dengan nama Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB). Keadaan tersebut memberikan tantangan bagi keperluan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
5.    Dekade 70-an
Dalam dekade ini bimbingan diupayakan aktualisasinya melalui penataan legalitas sistem dan pelaksanaannya. Pembangunan pendidikan terutama diarahkan kepada pemecahan masalah utama pendidikan yaitu : (a) pemerataan kesempatan belajar, (b) mutu, (c) relevansi, dan (d) efisiensi. Pada dekade ini, bimbingan dilakukan secara konseptual maupun secara operasional. Melalui upaya ini semua pihak telah merasakan apa, mengapa, bagaimana, dan dimana bimbingan dan konseling.
6.    Dekade 80-an
Pada dekade ini, bimbingan ini diupayakan agar mantap. Pemantapan terutama diusahakan untuk menuju kepada perwujudan bimbingan yang profesional. Dalam dekade 80-an pembangunan telah memasuki Repelita III, IV, dan V yang ditandai dengan menuju lepas landas. Beberapa upaya dalam pendidikan yang dilakukan dalam dekade ini: (a) penyempurnaan kurikulum, (b) penyempurnaan seleksi mahasiswa baru, (c) profesionalisasi tenaga pendidikan dalam berbagai tingkat dan jenis, (d) penataan perguruan tinggi, (e) pelaksanaan wajib belajar, (f) pembukaan universitas terbuka, dan (g) lahirnya Undang – Undang pendidikan nasional.
Beberapa kecenderungan yang dirasakan pada masa itu adalah kebutuhan akan profesionalisasi layanan, keterpaduan pengelolaan, sistem pendidikan konselor, legalitas formal, pemantapan organisasi, pengembangan konsep-konsep bimbingan yang berorientasi Indonesia, dsb.
7.    Bimbingan berdasarkan Pancasila
Bimbingan mempunyai peran yang amat penting dan strategis dalam perjalanan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Manusia Indonesia yang dicita-citakan adalah manusia Pancasila dengan ciri-ciri sebagaimana yang terjabar dalam P-4 sebanyak 36 butir bagi  bangsa Indonesia, Pancasila merupakan dasar negara, pandangan hidup, kepribadian bangsa dan ideologi nasional. Sebagai bangsa, Pancasila menuntut bangsa Indonesia mampu menunjukkan ciri-ciri kepribadiannya di tengah-tengah pergaulan dengan bangsa lain. Bimbingan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan dan mempunyai tanggung jawab yang amat besar guna mewujudkan manusia Pancasila karena itu seluruh kegiatan bimbingan di Indonesia tidak lepas dari Pancasila.
Sedangkan berdasarkan penelaahan yang cukup kritis terhadap perjalanan historis gerakan bimbingan dan konseling di Indonesia, Prayitno (2003) yang dikutip oleh Widyawati Hakiem pada blognya yang berjudul Sejarah Bimbingan dan Konseling di Amerika dan Indonesia, mengemukakan bahwa periodesasi perkembangan gerakan bimbingan dan konseling di Indonesia melalui lima periode yaitu:
Periode
Peristiwa
Periode I II
Pra wacana dan Pengenalan
(1960 – sampai 1970–an)
Berpuncak pada dibukanya jurusan Bimbingan dan Penyuluhan pada tahun 1963 di IKIP Bandung sekarang UPI. Sampai pada akhirnya diluluskan sarjana BP dan memperkenalkan perlu adanya layanan BP kepada masyarakat akademik dan pendidik.
Periode III
Pemasyarakatan (1970 sampai 1980-an)
Diberlakukan kurikulum 1975. Pada tahun ini dibentuk organisasi profesi BP dengan nama IPBI (Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia). Pada periode ini ditandai juga dengan pemberlakuan kurikulum 1984, layanan BP difokuskan pada bidang bimbingan karier. Pada periode ini muncul beberapa permasalahan seperti (1) berkembangnya pemahaman yang keliru, yang mengidentikkan bimbingan karier (BK) dengan bimbingan penyuluhan (BP), sehingga muncul istilah BK/BP, (2) kerancuan dalam mengimplementasikan SK Menpen No. 26/Menpen/1989 terhadap penyelenggaraan layanan bimbingan di sekolah.
Periode IV
Konsolidasi (1980 – 2000)
Pada periode ini IPBI berusaha keras untuk mengubah kebijakan bahwa pelayanan BP itu dapat dilaksanakan oleh semua guru, ditandai oleh (1) diubahnya secara resmi kata penyuluhan menjadi konseling: istilah yang dipakai sekarang adalah bimbingan konseling/BK, (2) pelayanan BK di sekolah hanya dilaksanakan oleh guru pembimbing yang secara khusus ditugasi untuk itu, (3) mulai diselenggarakan penataran (nasional dan daerah) untuk guru-guru pembimbing, (4) mulai adanya formasi untuk pengangkatan menjadi guru pembimbing, (5) pola pelayanan BK di sekolah “dikemas? Dalam “BK pola 17”, dan (6) dalam bidang kepengawasan sekolah dibentuk kepengawasan bidang BK, (7) dikembangkan sejumlah pengaduan pelayanan BK di sekolah yang lebih operasional oleh IPBI
Periode V
Lepas landas
Setelah tahun 2001 terdapat beberapa peristiwa yang dapat dijadikan tongkat bagi pengembangan profesi konseling menuju era lepas landas, yaitu : (1) penggantian nama organisasi IPBI menjadi ABKIN (Asosiasi Bimbingan Konseling), (2) lahirnya undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang di dalamnya termuat ketentuan bahwa konselor termasuk salah satu jenis tenaga pendidik (Bab 1 Pasal 1 Ayat 4), (3) kerja sama pengurus besar ABKIN dengan Dikti Depdiknas tentang standarisasi profesi konseling, (4) kerja sama ABKIN dengan Direktorat PLP dalam merumuskan kompetensi guru pembimbing (konselor).

Dalam konteks pendidikan seutuhnya, layanan bimbingan dan konseling di sekolah merupakan suatu hal yang esensial. Danne Borders & Sandra M. Drury dalam Yusuf (1995: 66), menyatakan bahwa “intervensi bimbingan dan konseling mempunyai dampak substansial terhadap perkembangan pribadi dan pendidikan siswa. Kendatipun demikian harus pula disadari bahwa produk pendidikan yang dihasilkan secara maksimal bukanlah semata-mata hasil bimbingan dan konseling, akan tetapi paling tidak keberadaan layanan bimbingan dan konseling memegang peranan yang cukup berarti dalam keseluruhan penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Dalam hal ini, dapat dipahami upaya memfasilitasi perkembangan siswa, harus dilakukan secara sinergis antara pendekatan pembelajaran (instructionalapproach) dengan pendekatan bimbingan konseling (psycho-educationalapproach).
Arthur J. Jones (1963: 8), mengemukakan bahwa “apabila dalam suatu proses pendidikan, individu yang bersangkutan menentukan sendiri perubahan bagi dirinya atau membuat perubahan bagi dirinya sendiri, maka bimbingan tidak ada, sebab individu yang bersangkutan mendidik dirinya sendiri, tetapi kalau pendidik itu membantu individu untuk memilih, maka bimbingan baru ada”.
Permasalahan dalam penyelenggaraan program bimbingan dan konseling sampai saat ini adalah sebagai berikut : ( Syamsu Yusuf & Juntika Nurihsan.2005 : 100-101)       
Masih terdapat kesenjangan rasio konselor (guru pembimbing) dengan jumlah sekolah dan jumlah peserta didik di setiap jenjang pendidikan.
1.    Dampak dari kesenjangan dari jumlah konselor dan jumlah sekolah atau jumlah peserta didik adalah : (1) di sekolah-sekolah tertentu tidak ada guru pembimbing, (2) di sekolah tertentu terdapat guru pembimbing walaupun tidak sesuai dengan jumlah peserta didik di sekolah tersebut, (3) untuk menutupi kekurangan guru pembimbing tidak jarang kepala sekolah mengangkat guru bidang studi untuk menjadi guru bimbingan konseling.
2.    Pengangkatan guru bidang studi menjadi guru pembimbing di satu sisi memberikan impresi positif bagi penyelenggaraan program BK di sekolah, karena ada kepedulian kepala sekolah terhadap program BK. Namun di sisi lain kebijakan tersebut memberikan dampak yang kurang baik bagi profesi bimbingan yaitu melahirkan citra buruk bagi profesi bimbingan dan konseling itu sendiri, karena dilakukan oleh orang-orang yang tidak memiliki keahlian tentang BK
3.    Meskipun bimbingan dan konseling dipandang sebagai kegiatan profesional, namun secara hukum belum terproteksi oleh standar kode etik yang kokoh, yang dapat memberikan jaminan bahwa hanya lulusan pendidikan konselor yang bias mengemban tugas atau memberikan layanan bimbingan konseling
4.    Bimbingan konseling masih belum familier di kalangan masyarakat. Populasinya masih terbatas dalam komunitas tertentu, dan di lingkungan (yaitu sekolah) yang seyogyanya sudah akrab dan apresiatif terhadap BK
5.    Masih ada kepala sekolah yang belum memahami secara tepat program bimbingan dan konseling di sekolah, sehingga akhirnya mereka suka memberikan tugas kepada guru pembimbing mismatch, tidak proporsional atau tidak sesuai dengan peran yang sebenarnya. Sehingga guru pembimbing diberi tugas dengan kegiatan yang berseberangan

6.    Citra bimbingan konseling semakin diperburuk dengan masih adanya guru pembimbing yang kinerjanya tidak profesional, masih lemah dalam : (a) memahami konsep-konsep bimbingan secara komprehensif, (b) menyusun program bimbingan dan konseling, (c) mengimplementasikan teknik-teknik bimbingan dan konseling, (d) kemampuan berkolaborasi dengan pimpinan sekolah atau guru mata pelajaran, (e) mengelola bimbingan dan konseling, (f) mengevaluasi program (proses dan hasil) bimbingan dan konseling dan melakukan tindak lanjut (followup) hasil evaluasi untuk perbaikan atau pengembangan program, dan (g) penampilan kualitas pribadinya yaitu dinilai masih kurang percaya diri, kurang ramah, kurang kreatif, kurang kooperatif dan kolaboratif.
7.    LPTK yang menyelenggarakan pendidikan bagi calon guru pembimbing (konselor) masih belum memiliki kurikulum mantap untuk melahirkan konselor profesional.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris “Profess”, yang bermakna Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen. Profesi sendiri memiliki arti sebuah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan dan keahlian khusus. Perkembangan bimbingan dan konseling secara lebih popular berawal dari sebuah gerakan Vocational Guidance yang dipelopori oleh Frank Parson sekitar tahun 1908-an. Perkembangan bimbingan dan konseling sebagai sebuah profesi hingga saat ini di Amerika dan di negara-negara lain sudah mengarah pada tingkat kemajuan yang pesat dan mendapatkan apresiasi yang bagus dari masyarakat.
Pelayanan konseling dalam sistem pendidikan Indonesia mengalami beberapa perubahan nama. Pada kurikulum 1984 semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (BP), kemudian pada kurikulum 1994 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling (BK) sampai dengan sekarang. Layanan BK sudah mulai dibicarakan di Indonesia sejak tahun 1962. Namun BK baru diresmikan di sekolah di Indonesia sejak diberlakukan kurikulum 1975. Kemudian disempurnakan ke dalam kurikulum 1984 dengan memasukkan bimbingan karier di dalamnya. Perkembangan BK semakin mantap pada tahun 2001.
3.2 Saran
Saran dari penulis Dalam proses bimbingan dan konseling maka perlu adanya pelatihan untuk profesi dibidangnya agar ketika menangani suatu kasus konselor tidak akan kebingungan dalam mengatasinya.
Kami menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan.

DAFTAR PUSTAKA
Imaddudin, Aam. (2012). Perkembangan Profesi BK. [online]. Tersedia di: http://wwwhouseofcounseling.blogspot.co.id/2012/04/perkembangan-profesi-bk.html. Diakses pada 7 Mei 2018.
Ghaznawi, Mahmud. (2015). Profesi dan Ciri-ciri Profesi. [online]. Tersedia di: http://bk14-ubt.blogspot.co.id/2015/02/profesi-ciri-ciri-profesi-dan-profesi-bk.html. Diakses pada 7 Mei 2018.
Rosita. (2016). Sejarah Perkembangan Bimbingan dan Konseling di Indonesia. [online]. Tersedia di: https://blog.uad.ac.id/rosita1400001045/2016/05/28/sejarah-perkembangan-bimbingan-dan-konseling-di-indonesia/. Diakses pada 7 Mei 2018.
Husni, Abdillah. (2011). Perkembangan layanan Bimbingan dan Konseling di Indonesia. [online]. Tersedia di:https://abdillahhusni.wordpress.com/2011/03/15/perkembangan-layanan-bimbingan-dan-konseling-di-indonesia/ . Diakses pada 7 Mei 2018.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN KONSELING

KONSEP, KARAKTERISTIK DAN JENIS ALAT PENDIDIKAN