BIMBINGAN DAN KONSELING
PRINSIP-PRINSIP DAN ORIENTASI BIMBINGAN DAN KONSELING
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingan dan Konseling
pada semester genap tahun akademik 2018/2019
Diampu Oleh
Dr.
Isrok’atun, M.Pd.
Oleh:
Ayu Setia
|
1700816/17
|
Dini Nurfitiana
|
1702350/39
|
Dea Putri Ilhami
|
1700755/15
|
Kelompok 9
PGSD 1A
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
KAMPUS
SUMEDANG
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2018
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Segala puji hanyalah milik Allah SWT
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya,sehinnga kami dapat menyusun
makalah yang berjudul “Prinsip-prinsip
dan Orientasi Bimbingan dan Konseling” untuk memenuhi salah satu dari tugas mata
kuliah Bimbingan dan Konseling secara baik dan benar sesuai petunjuk dan waktu
yang telah di tentukan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat,juga tugas
yang di kerjakan dapat tercatat dengan rapi dan dapat di pelajari di waktu
lain.guna menambah pengetahuan Bimbingan dan Konseling.
Bersama ini kami ucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya
makalah ini.semoga dengan pembuatan makalah ni merupakan tuntunn yang lurus
dari Allah SWT.
Dalam penyusunan makalah ini tentunya
sangat jauh dari kata sempurna.oleh karena itu,kritik dan saran sangat kami
harapkan guna penyempurnaan tugas ini dan sebagai contoh bagi tugas-tugas
mendatang.semoga dengan adanya tugas ini kita dapat belajar bersama dan
menambah pengetahuan kita.
Wasalamualaikum
Wr.Wb
Sumedang, April 2018
Penulis
BAB I
Pendahuluan
A. Latar
Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, khususnya didalam lingkungan
pendidikan sering kali terjadi peristiwa bimbingan antara guru dn juga juga
siswanya. Bimbingan dapat membantu seorang individu untuk memahami dan
mengembangkan secara luas kegiatan-kegiatan didalam proses berlangsungnya
pendidikan. Selain itu juga setiap individu dapat mengungkapkan perasaan mereka
atau permasalahan mereka kepada guru pembimbing dengan menjelaskan fakta-fakta
yang memang terjadi. Dengan begitu guru juga mampu memberikan pengarahan kepada
siswanya untuk bisa mengatasi masalah-maslah yang sedang dihadapinya.
Dalam mengungkapkan berbagai fakta tentunya siswa
tersebut dan seorang konselor atau guru pembimbing akan memberikan pengarahan.
Dalam melakukan bimbingan dan konseling tersebut tentunya akan berorientasi
pada bebagai hal. Orientasi yang dimaksud adalah titik berat pandangan yang
dijadikan dasar dalam melakukan bimbingan dan konseling. Banyak sekali
kekeliruan dalam menentukan mana yanag harus lebih diutamakan saat proses
bimbingan dan konseling berlangsung.
Pelajaran bimbingan dan konseling diselenggarakan
terhadap sasaran layanan, baik itu dalam bentuk individu mauapun kelompok. Yang
sering menjadi pertanyaan adalah hal-hal apa saja yang menjadi pusat perhatian
atau titik berat pandangan seorang konselor dalam menyelenggarakan layanan bimbingan
dan konseling itu sendiri. Hal ini menimbulkan adanya konsep tentang orientasi
bimbingan dna konseling dalam makalah ini akan dibahas tentang
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa
saja yang menjadi prinsip-prinsip dalam bimbingan dan konseling?
2.
Bagaimana
orientasi pada bimbingan dan konseling?
C. Tujuan
1.
Dapat
mengetahui prinsip-prinsip dalam bimbingan dan konseling.
2.
Dapat
mengetahui orintasi pada bimbingan dan konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling
1.
Pengertian
Prinsip
Prinsip
merupakan paduan hasil kajian teoristik dan telaah lapangan yang digunakan
sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan. Dalam pelayanan bimbingan
dan konseling prinsip-prinsip yang digunakannya bersumber dari kajian filosofis,
hasil-hasil penelitian dan pengalaman praktis tentang hakikat manusia,
perkembangan dan kehidupan manusia dalam konteks sosial budayanya, pengertian,
tujuan, dan proses penyelenggaan bimbingan dan konseling.
Rumusan
prisip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya berkenaan dengan sasaran
pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses penanganan masalah, program
pelayanan, penyelenggara pelayanan.
2.
Prinsip-prinsip
Bimbingan dan Konseling
1.
Prinsip-prinsip
berkenaan dengan sasaran pelayanan
Sasaran pelayanan bimbingan dan konseling
adalah individu-individu, baik secara perorangan maupun kelompok.
Individu-individu itu sangan bervariasi, misalnya dalam hal umurnya, jenis
kelaminnya, status sosial ekonomi keluarga, dan lain sebagainya. Berbagai variasi
itu menyebabkan individu yang satu berbeda dari yang lainnya. Secara lebih
khusus, yang menjadi sasaran pelayanan pada umumnya adalah perkembangan dan
perikehidupan individu, namun secara lebih nyata dan langsung adalah sikap dan
tingkah lakunya. Dalam perkembangan dan kehidupannya itu dirumuskan
prinsip-prinsip bimbingan dan konseling sebagai berikut :
a.
Bimbingan
dan konseling melayani semua individu, tanpa memandang umur, jenis kelamin,
suku, bangsa, agama, dan status sosial ekonomi.
b.
Bimbingan
dan konseling berurusan dengan sikap dan tingkah laku individu yang terbentuk
dari berbagai aspek kepribadian kompleks dan unik.
c.
Untuk
mengoptimalkan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai dengan kebutuhan
individu itu sendiri perlu dikenali dan dipahami keunikan setiap individu
dengan berbagi kekuatan, kelemahan, dan permasalahannya.
d.
Setiap
aspek pola kepribadiaan yang kompleks seorang individu mengandung faktor-faktor
yang secara potensial mengarah kepada sikap dan pola-pola tingkah laku yang
tidak seimbang. Oleh karena itu pelayanan bimbingan dan konseling yang
bertujuan mengembangkan penyesuaian individu terhadap segenap bidang pengalaman
harus mempertimbangkan berbagai aspek perkembangan individu.
e.
Meskipun
individu yang satu dan lainnya adalah serupa dalam berbagai hal, perbedaan
individu harus dipahami dan dipertimbangkan dalam rangka upaya yang bertujuan
memberikan bantuan atau bimbingan kepada individu-individu tertentu, baik
anak-anak, remaja, ataupun orang dewasa.
2.
Prinsip-prinsip
berkenaan dengan masalah individu
Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan dan
kehidupan individu tidak selalu positif. Faktor-faktor yang pengaruhnya negatif
akan menimbulkan hambatan-hambatan terhadap kelangsungan perkembangan dan
kehidupan individu yang akhirnya menimbulkan masalah tertentu pada diri
individu. Pelayanan bimbingan dan konseling hanya mampu menangani masalah klien
secara terbatas. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan hal itu adalah :
a. Meskipun bimbingan dan konseling menjangkau setiap
tahap dan bidang perkembangan dan kehidupan individu, namun bidang bimbingan
pada umunya dibatasi hanya pada hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental
dan fisik individu terhadap penyesuain dirinya di rumah, di sekolah, dan
pengaruh kondisi lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik individu.
b.
Keadaan
sosial, ekonomi dan politik yang kurang menguntungkan merupakan faktor
salah-satu pada diri idividu dan hal itu semua menuntut perhatian seksama dari
para konselor dalam menuntaskan masalah klien.
3.
Prinsip-prinsip
berkenaan dengan program pelayanan
Kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling baik
diselenggarakan secara “insidental”, maupun terprogram. Pelayanan “insidental”
diberikan kepada klien-klien yang secara langsung (tidak terprogram atau
terjadwal) kepada konselor untuk menerima bantuan. Konselor memberikan
pelayanan kepada mereka secara langsung pula sesuai dengan permasalahan klien
pada waktu mereka datang. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program
pelayanan bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut :
a.
Bimbingan
dan konseling merupakan bagian integral dari proses pendidikan dan
pengembangan. Oleh karena itu program bimbingan dan konseling harus disusun dan
dipandukan sejalan dengan program pendidikan dan pengembangan secara
menyeluruh.
b.
Program
bimbingan dan konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan kondisi lembangan
(misalnya sekolah), kebutuhan individu, dan masyarakat.
c.
Program
bimbingan dan konseling disusun dan diselenggarakan secara berkesinambungan
kepada anak-anak sampai dengan orang dewasa. Di sekolah misalnya dari jenjang
pendidikan taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
d.
Terhadap
pelaksanaan bimbingan dan konseling hendaknya diadakan penilaian yang teratur
untuk mengetahui sejauh mana hasil dan manfaat yang diperoleh, serta mengetahui
kesesuaian antara program yang direncanakan dan pelaksanaannya.
4.
Prinsip-prinsip
berkenaan dengan pelasanaan layanan
Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling (baik yang bersifat “insidental” maupun
terprogram) dimulai dengan pemahaman tentang tujuan layanan. Tujuan ini
selanjutnya akan diwujudkan melalui proses tertentu yang dilaksanakan oleh
tenaga ahli dalam bidangnya yaitu konselor professional. Prinsip-prinsip yang
berkaitan dengan hal-hal tersebut adalah :
a.
Tujuan
akhir bimbingan dan konseling adalah kemandirian setiap individu. Oleh karena
itu pelayanan bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk mengembangkan klien
agar mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapi setiap kesulitan atau permasalahan
yang dihadapinya.
b.
Dalam
proses konseling keputusan yang diambil dan hendak dilakukan oleh klien
hendaklah atas kemauan klien sendiri, bukan karena kemauan atau desakan dari
konselor.
c.
Permasalahan
khusus yang dialami klien (untuk semua usia) harus ditangani oleh (dan kalau
perlu dialihtangankan kepada) tenaga ahli dalam bidang relevan dengan
permasalahan khusus tersebut.
d.
Bimbingan
dan konseling adalah pekerjaan professional. Oleh karena itu akan dilaksanakan
oleh tenaga ahli yang telah memperoleh pendidikan dan latihan khusus dalam
bidang bimbingan dan konseling.
e.
Guru
dan orang tua memiliki tanggung jawab yang berkaitan dengan pelayanan bimbingan
dan konseling. Oleh karena itu bekerjasama antara konselor dengan guru sangat
diperlukan.
f.
Guru
dan konselor berada dalam satu kerangka upaya pelayanan. Oleh karena itu
keduanya harus mengembangkan peranan yang saling melengkapi untuk mengurangi
kebodohan dan hambatan-hambatan yang ada pada lingkungan individu/siswa.
g.
Organisasi
program bimbingan hendaknya fleksibel, disesuaikan dengan kebutuhan individu
dengan lingkungannya.
5.
Prinsip-prinsip
bimbingan dan konseling di sekolah
Dalam lapangan operasional bimbingan dan konseling,
sekolah merupakan lembaga yang wajah dan sosoknya sangat jelas. Di sekolah
pelayanan dan bimbingan konseling diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dengan
amat baik megingat sekolah merupakan lahan yang secara potensial sangat subur,
sekolah memiliki kondisi dasar yang justru menuntut adanya pelayanan ini pada
kadar yang tinggi. Belkin (1975) menegaskan 6 prinsip untuk menegakkan dan
menumbuhkembangkan pelayan bimbingan dan konseling disekolah :
1.
Konselor
harus memulai karena sejak awal dengan program kerja yang jelas dan memiliki
kesiapan yang tinggi untuk melaksanaan program tersebut. Konselor juga
memberikan kesempatan kepada seluruh personal sekolah dan siswa untuk
mengetahui program-program yang hendak dijalankan itu.
2.
Konselor
harus selalu mempertahankan sikap professional tanpa mengganggu keharmonisan
hubungan antara konselor dengan personal sekolah lainnya dan siswa. Dalam hal
ini, konselor harus menonjolkan keprofesionalnya tetapi tetap menghindari sikap
etis atau kesombongan/keangkuhan professional.
3.
Konselor
bertanggung jawab untuk memahami peranannya sebagai konselor professional dan
menerjemahkan peranannya itu kedalam kegiatan nyata konselor harus pula mampu
dengan sebaik-baiknya menjelaskan kepada orang-orang dengan siapa ia akan
bekerjasama tentang tujuan yang hendak dicapai oleh konselor serta tanggung
jawab yang terpikul dipundak konselor.
4.
Konselor
betanggung jawab kepada semua siswa baik siswa-siswa yang gagal yang
menimbulkan gangguan yang berkemungkinan putus sekolah yang mengalami
permasalahan emosional, yang mengalami kesulitan belajar, maupun siswa-siswa yang
memiliki bakat istimewa, yang berpotensi rata-rata, yang pemalu dan menarik
diri dari khalayak ramai, serta yang bersikap menarik perhatian atau mengambil
muka guru konselor dan personal sekolah lainnya.
5.
Konselor
harus memahami dan mengembangkan kompetensi untuk membantu siswa-siswa yang
mengalami masalah dengan kadar yang cukup parah dan siswa-siswa yang menderita
gangguan emosional, khususnya melalui penerapan program-program kelompok,
kegiatan pengajaran di sekolah dan kegiatan diluar sekolah, serta bentuk-bentuk
kegiatan lainnya.
6.
Konselor
harus mampu bekerjasama secara efektif dengan kepala sekolah dengan memberikan
perhatian dan peka terhadap kebutuhan, harapan, dan kecemasannya. Konselor
memiliki kesempatan yang baik untuk menegakkan cita-cita bimbingan dan
konseling professional apabila ia memiliki hubungan yang sering menghalangi dan
sering memperhatikan dengan kepala sekolah.
Prinsip-prinsip
tersebut menegaskan bahwa penegakkan dan penumbuh kembangan pelayanan bimbingan
dan konseling di sekolah hanya mungkin dilakukan oleh konselor professional
yang tahu dan mau bekerja, memiliki program yang nyata dan dapat dilaksanakan,
sadar akan profesinya, memiliki komitmen dan keterampilan untuk membantu siswa
dengan segenap variasinya disekolah, dan mampu bekerjasama serta membina
hubungan yang harmonis dinamis dengan kepala sekolah.
B. Orientasi
Bimbingan dan Konseling
Yang dimaksud dengan
orientasi disini adalah “pusat perhatian” atau “titik berat pandangan”. Jadi
orientasi adalah titik pandang yang dijadikan tolak ukur suatu kelompok dalam
memandang suatu aspek. Sebagai contohnya adalah di lingkungan yang berorientasinya
pada ekonomi, maka orang-orang akan memandang lingkungan tersebut sebagai pusat
perhitungan. Dimana orang yang kondisi ekonominya tinggi, maka mereka akan
lebih diharagai dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki kondisi ekonomi
yang rendah. Jadi, orang-orang akan menitik beratkan orientasinya pada
perhitungan ekonomi tersebut.
Jadi yang dimaksud
dengan orientasi bimbingan konseling dan suatu pentikan pandangan seorang
konselor terhadap kliennya yang mempunyai permasalahan.
1.
Orientasi
perseorangan
Orientasi
perseorangan yaitu dalam kegiatan bimbingan dan konseling mengharuskan seorang
konselor atau guru menitik beratkan pandangannya pada siswa secara individual
atau perseorangan. Karena satu per satu siswa memerlukan perhatian dari gurunya
atau seorang konselor. Guru sebagai konselor harus mengenali dan mendekati
serta melayani siswanya secara perseorangan. Konselor yang baik juga harus
memahami keseluruhan siswanya sebagai kelompok, karena kondisi keseluruha siswa
sebagai kelompok akan membawa dampak positif maupun negatif terhadap siswa
secara individual, jadi guru harus mampu memperhitungkan perhatiannya pada
keselurahan yang berada di lingkungan seorang individu.
Walaupun misalnya da
permasalahan “kelompok” dan “individu”, seorang konselor harus tetap memilih
individu sebagai titik berat yang akan dipandangnya. Dalam hal ini kelompok
dianggap sebagai lingkungan yang akan memberikan pengaruh tertentu pada
individu yang dijadikan titik berat. Kelompok hanya dimanfaatkan untuk
kepentingan informasi yang diperlukan individu, dan bukan sebaliknya. Tetapi
bukan berarti juga kepentingan kelompok harus diabaikan, karena harus ada
timbal balik yang wajar antara individu dengan kelompok tersebut. kepentingan
kelompok dalam arti menjaga keharuman nama dan citra kelompok, kesetiaan pada
kelompok, kesejahteraan kelompok dan sebagainya.
Kepentingan kelompok
seharusnya dikembangkan dan ditingkatkan dengan terpenuhinya kepentingan dan
juga tercapainya kebahagiaan yang dirasakan oleh individu tersebut. dan lebih
baik jika pelayanan bimbingan dan konseling yang berorientasikan individu itu
tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang berkembang dalam kelompok,
jika sepanjang nilai-nilai itu masih sesuai dengan norma-norma umum yang
berlaku.
Sejumlah kaidah yang
berkaitan dengan orientasi perorangan dalam bimbingan dan konseling adalah :
a.
Semua
kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling
diarahkan bagi peningkatan perwujudan diri sendiri setiap individu yang menjadi
sasaran.
b.
Pelayanan
bimbingan dan konseling meliputi kegiatan berkenaan dengan individu untuk
memahami kebutuhan-kebutuhannya, motivasi-motivasinya, dan kemampuan-kemampuan
potensialnya, yang semuanya unik, serta untuk membantu individu agar dapat
menghargai kebutuhan, motivasi, dan potensinya itu ke arah pengembangannya yang
optimal, dan pemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi diri dan lingkungannya.
c.
Setiap
klien harus diterima sebagai individu dan harus ditangani secara individual.
d.
Adalah
menjadi tanggung jawab konselor untuk memahami minat, kemampuan, dan perasaan
klien serta untuk menyesuaikan program-program pelayanan dengan kebutuhan klien
setepat mungkin. Dalam hal itu, penyelenggaraan program yang sistematis untuk
mempelajari individu merupakan dasar yang tak terelakkan bagi berfungsinya
program bimbingan.
2.
Orientasi
Perkembangan
Orientasi
perkembangan dalam bimbingan dan konseling lebih menekankan pada peranan
perkembangan yang terjadi pada saat ini dan masa yang akan datang pada diri
seorang individu. Dengan demikian, orientasi perkembangan dalam bimbingan dan
konseling lebih menekankan bagaimana pentingnya peranan perkembangan yang
terjadi dan seharusnya terjadi pada diri seorang individu. Bimbingan dan
konseling memusatkan perhatiannya pada keselurahan proses perkembangan
tersebut.
Menurut Myrick (dalam
Mayers,1992) perkembangan individu secara tradisional dari dulu sampai sekarang
menjadi inti dari pelayanan bimbingan. Sejak tahun 1950-an penekanan pada
perkembangan dalam bimbingan dan konseling sejalan dengan konsepsi tugas-tugas
perkembangan yang dicetuskan oleh Havighurts (Hansen, dkk., 1976). Dengan
demikian, peranan bimbingan dan konseling bertujuan untuk memberikan
kemudahan-kemudahan bagi individu dalam menjalani alur perkembangannya.
Pelayanan bimbingan dan konseling berlangsung dan memusatkan untuk menunjang
kemampuan dari dalam diri individu untuk bergerak menuju kematangan dalam
perkembangannya.
Ivey dan Rigazio
Digilio (dalam Mayers,1992) menekankan bahwa orientasi perkembangan merupakan
suatu ciri khas yang menjadi inti gerakan bimbingan. Perkembangan merupakan
konep inti dan terpadukan, serta menjadi tujuan dari segenap layanan bimbingan
dan konseling. Jadi ditegaskan bahwa praktek bimbingan dan konseling adalah
untuk memberikan kemudahn pada saat berlangsungnya atau berlanjutnya
perkembangan seorang individu. Permasalahan yang dihadapi oleh seorang individu
itu berarti akan menjadi penghambat perkembangannya dirinya, hal tersebut akan
medorong seorang konselor dan klien untuk saling bekerjasama dalam
menghilangkan yang menjadi faktor penghambat perkembangannya serta dapat
memberikan pengaruh bagi berjalannya perkembangan klien.
Secara khusus,
Thompson & Rudolph (1983) melihat perkembangan individu dari sudut
perkembangan kognisi. Dalam perkembangannya, anak-anak berkemungkinan mengalami
hambatan perkembangan kognisi dalam empat bentuk yaitu:
a.
Hambatan
egosentrisme, yaitu ketidakmampuan melihat kemungkinan lain diluar apa yang
dipahaminya.
b.
Hambatan
konsentrasi, yaitu ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian pada lebih dari
satu aspek tentang sesuatu hal
c.
Hambatan
reversibilitas, yaitu ketidakmampuan menelususri alur yang terbalik dari alur
yang dipahaminya.
d.
Hambatan
transformasi, ketidakmampuan meletakkan sesuatu pada susunan urutan yang
ditetapkan.
Thompson & Rudolph menekankan bahwa tugas bimbingan
dan konseling adalah mampu menangani setiap hambatan yang terjadi pada
perkembangan setiap individu.
3.
Orientasi
permasalahan
Ada orang yang
berpandangan bahwa saat seorang hidup dan berkembang itu pasti memiliki resiko
tersendiri. Pada perjalanan dan proses perkembangan hidup manusia itu tidak
akan berjalan secara lancar, tetapi mereka akan mengalami beberapa hambatan dan
juga rintangan. Padahal tujuan dari bimbingan dan konseling iru sebenarnya
sejalan dengan tujuan hidup dan perkembangan itu sendiri, yaitu kebahagiaann.
Jika seseorang mengalami hambatan dan rintangan dalam perjalanan hidupnya, maka
pasti itu akan mengganggu tercapainya kebahagiaan itu. Oleh karena itu haruslah
berwaspada akan adanya kemungkinan timbul hambatan dan rintangan.
Hubungan antara
fungsi-fungsi yang sudah dijelaskan tentang hambatan dan rintangan diatas
tentang bimbingan dan konseling, maka orientasi masalah secara tidak langsung
berkaitan dengan fungsi pencegahan dan fungsi pengentasan. Fungsi pencegahan
bertujuan agar individu dapat terhindar dari masalah-masalah yang mungkin
sedang membebani dirinya, sedangkan fungsi pengentasan bertujuan agar individu
yang mungkin sudah terlanjur mengalami masalah dapat teratasi masalah yang sedang
dialaminya. Adapun fungsi-fungsi lain, yaitu fungsi pemahaman, dan fungsi
pemeliharaan/pengembangan yang pada dasarnya juga berkaitan permasalahan yang
dialami oleh klien. Fungsi pemahaman memungkinkan individu memahami bebagai informasi dan aspek lingkungan yang
berguna untuk menceagahnya timbulnya masalaha yang terjadi pada diri klien, dan
juga dapat bermanfaat bagi pengentasan masalah yang telah terjadi. Dengan
demikian. Fungsi pemeliharaan juga untuk setiap masalah-masalah yang sudah
tercegah ataupun terentaskan, agar tidak terjadi permasalahan yang sama.
Sehungan dengan
kegaiatan bimbingan dan konseling di sekolah maka guru pembimbing sebagai orang
yang bertanggung jawab terhadap perkembangan muridnya, harus dapat
memperhatikan permasalahan murid asuhnya secara perorangan terutama masalah
yang sedang dialami oleh siswa. Jika murid bermaslaah, maka guru pembimbing
bertanggung jawab pula dalam pengentasan masalahnya. Jika ada murid yang tidak
bermasalah, guru pembimbing harus tetap berwaspada dengan melakukan berbagai
upaya pencegahan agar murid tersebut tidak mengalami masalah. Karena guru
pembimbing itu harus sangat peduli terhadap permasalahan yang dialami oleh
seluruh muridnya secara perorangan. Dengan begitu masalah yang dialami secara
perorangan tersebut akan tertangani baik oleh guru pembimbing. Karena guru
pembimbing adalah sebagai tumpuan harapan, jika muridnya mengalami masalah dan
mengalami kebutuhan sekalipun, kegoncangan ataupun keputus asaan.
Jenis masalah yang
(mungkin) diderita oleh individu sangat bervariasi. Roos L. Mooney (dalam
Prayitno, 1987) mengindentifikasi 330 masalah yang digolongkan ke dalam sebelas
kelompok masalah, yaitu kelompok masalah yang berkenaan dengan:
a.
Perkembangan
jasmani dan kesehatan (PJK)
b.
Keuangan,
keadaan lingkungan, dan pekerjaan
(KLP)
c.
Kegiatan
sosial dan reaksi
(KSR)
d.
Hubungan
muda-mudi, pacaran dan perkawinan (HPP)
e.
Hubungan
sosial kejiwaan
(HSK)
f.
Keadaan
pribadi kejiwaan
(KPK)
g.
Moral
dan agama
(MDA)
h.
Keadaan
rumah dan keluarga
(KRK)
i.
Masa
depan pendidikan dan pekerjaan
(MPP)
j.
Penyesuaian
terhadap tugas-tugas sekolah (PTS)
k.
Kurikulum
sekolah dan prosedur pengajaran (KPP)
Frekuensi dialaminya setiap permasalahan diatas juga akan
bervariasi, barangkali ada jenis masalah yang lebih banyak dialami, sedangkan
jenis masalah yang lain lebih jarang dialami. Frekuensi permasalahan yang
muncul karena dialami itu bisa disebabkan oleh adanya faktor berbagai kondisi
lingkungan, baik itu lingkungan sekolah, masyarakat, maupun sosial.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Prinsip-prinsip
bimbingan dan konseling merupakan pemaduan hasi-hasil teori dan praktek yang dirumuskan
dan dijadikan pedoman dan dasar bagi penyelenggaraan pelayanan. Prinsip-prinsip
tersebut berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah individu, program dan
penyelenggara pelayanan bimbingan dan konseling. Konselor juga terikat oleh
prinsip-prinsip tersebut, baik disekolah maupun diluar sekolah
Orientasi adalah
suatu pentik beratan pandangan seorang konselor terhadap kliennya yang
mempunyai permasalahan. Orientasi bimbingan dan konseling yaitu pelayanan pada
individu atau perseorangan. Orientasi terbagi menjadi orientasi perseorangan,
orientasi perkembangan, dan orientasi permasalahan. Peran konselor disini
bertujuan memberikan bimbingan pada individu maupun kelompok yang beramasalah
untuk dapat melewati perkembangan mereka sesuai dsengan alurnya.
B. Saran
konselor diharapkan memahami dan mempunyai
prinsip-prinsip dalam bimbingan dan Konseling karena itu merupakan suatu
pedoman dasar bagi setiap konselor. Dalam orientasi bimbingan dan konseling
juga, seorang konselor harus mampu membedakan permasalahan yang terjadi pada
seorang individu dengan individu lain. Selain itu juga harus cermat dalam
bertindak dan cerdas dalam mengambil keputusan demi terselesaikannya
permasalahan pada diri seorang individu tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Prayitno., & Amti, E. (2009). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta
Nugraha, Y.P. (2013). Bimbingan
dan Konseling. [Online]. Tersedia di: http://bk-2013-uns.blogspot.co.id/2013/11/makalah-bk-kelompok-7-orientasi.html.
Diakses pada tanggal 11 April 2018
Komentar
Posting Komentar