PRAKTIK PEMBELAJARAN MENULIS PERMULAAN DAN KESULITAN MENULIS PERMULAAN
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
A. PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang
Mempelajari ilmu bahasa ialah suatu usaha
yang menjadi hal utama dalam kehidupan. Anak-anak mulai belajar bahasa dari
hari pertama mereka dilahirkan. Mereka belajar memahami dan menggunakan bahasa
untuk mengekspresikan ide, pemikiran, dan perasaan serta berkomunikasi dengan
orang lain. Selama perkembangan bahasa awal, anak belajar keterampilan yang
penting untuk pengembangan literasi (membaca dan menulis). Tahap ini, dikenal
sebagai emergent literacy, dimulai sejak lahir dan berlanjut hingga
tahun-tahun prasekolah (Roth dan Paul, 2006). Pada tingkat permulaan, siswa
sekolah dasar diberi pengetahuan dan pemahaman mengenai membaca, menulis, dan
menghitung (calistung). Begitu pun, implementasi Kurikulum 2013 di sekolah
dianggap sesuai oleh pemerintah dan masyarakat karena berdasarkan kondisi dan
situasi siswa dalam belajar. Kaitannya dengan penguasaan dan pemahaman
kebahasaan, difokuskan pada membaca dan menulis tanpa mengesampingkan kemampuan
berhitung. Hal dasar inilah yang diajarkan kepada anak di sekolah. Bagi Rukiati
dan Sumayana (2014), kedua kemampuan ini menjadi landasan dalam pemerolehan
bidang-bidang ilmu yang lainnya di sekolah.
Mengintegrasian keterampilan membaca dan
menulis dapat meningkatkan pembelajaran siswa di semua disiplin ilmu karena
mengharuskan siswa untuk lebih aktif terlibat dalam hal yang dipelajari. Dengan
keterlibatan ini, keberhasilan akademik menjadi lebih besar, pada gilirannya
meningkatkan motivasi siswa. Meski begitu, kegiatan membaca dan menulis perlu
dikelola dengan hati-hati, tidak cukup dengan memantapkan membaca atau
membiarkan anak (siswa) membaca begitu saja. Siswa perlu dibimbing dalam
“Bagaimana membaca?”, panduan yang tidak selalu diberikan oleh instruktur
tingkat perguruan tinggi. Demikian pula, tugas menulis perlu dibangun dengan
cermat agar efektif. Pertimbangan utama yang disorot adalah pentingnya
memotivasi siswa untuk membaca dan menulis (Nolen, 2007). Metode pembelajaran
yang digunakan hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa dalam mengatasi
kesulitan belajar. Siswa yang mengalami kesulitan membaca dan menulis permulaan
harus mendapatkan perhatian yang cukup karena belum mencapai tujuan yang
diharapkan.
Siswa yang mengalami kesulitan belajar menulis permulaan harus memperoleh perhatian yang cukup, karena banyak siswa yang belum dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Hal ini menunjukkan bahwa siswa belum tuntas dalam pembelajaran membaca dan menulis permulaan (Masrup, 2012). Kemampuan menulis permulaan sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dengan kemampuan membaca permulaan. Pada pembelajarannya siswa diajarkan untuk bisa menuliskan lambang-lambang tulis yang kemudian dirangkaikan menjadi sebuah struktur lambanglambang maka bisa menjadi sebuah yang berarti. Dengan perlahan-lahan anak akan dibimbing pada sebuah kemampuan menuangkan sebuah pendapat, pikiran, perasanan yang dibuat dalam wujud bahasa tulis menggunakan lambang-lambang yang telah dimilikinya. Inilah yang disebut dengan kemampuan menulis yang sebetulnya. Akan tetapi pada kenyataanya yang ada di lapangan masih banyak permasalahan yang merujuk pada ketidakmampuan siswa menulis, ditemukan beberapa siswa yang pandai menulis.
b.
Fokus Kajian Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, fokus
kajian masalah dalam makalah ini yaitu:
1.
Praktik pembelajaran menulis permulaan
2. Kesulitan menulis permulaan
B.
KAJIAN TEORI
a.
Praktik Pembelajaran Menulis Permulaan
Menurut Pramestuti (2010) menulis permulaan
dilaksanakan secara bertahap, mulai dari mengajarkan sikap dan cara memegang
pensil dengan benar dan dilanjutkan dengan berbagai latihan menulis lainnya.
Latihan menulis permulaan juga bisa dilakukan dengan menggoreskan pensil secara
miring, tegak, datar, dan membentuk lingkaran. Pembelajaran Bahasa Indonesia
khususnya pada kelas 1 SD merupakan suatu pelatihan awal dalam menulis permulaan,
oleh karena itu dalam proses pembelajaran, keterampilan menulis sangat
diperlukan, dikarenakan keterampilan menulis tidak diperoleh secara instan,
tetapi melalui latihan dan praktek (Rahmadani, 2019, hlm. 34). Keterampilan
menulis permulaan ada enam aspek, menjiplak berbagai bentuk gambar, menebalkan
berbagai bentuk gambar, menebalkan lingkaran dan menebalkan bentuk huruf,
menulis kata yang dilihatnya ataupun dari diktean guru, menyalin kalimat
sederhana serta melengkapi kalimat sederhana yang belum selesai (Simamora dkk,
2020, hlm. 11).
Dalam pelaksanaan pembelajaran menulis
permulaan, ada hal yang perlu diperhatikan, yaitu tidak memaksa anak atau
siswa, karena akan membuat anak atau siswa merasa di bawah tekanan dan akhirnya
kegiatan menulis dianggap sebagai kegiatan yang membosankan. Dunia anak adalah
bermain, sehingga belajar dapat disiasati dengan pembelajaran edukatif (Aeni,
2011). Kemampuan menulis pada kelas awal (kelas I dan II) disebut dengan
menulis permulaan (Ningsih, 2019). Membaca dan menulis permulaan merupakan
kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh siswa untuk membuka cakralawa
pengetahuan agar mampu menjadi generasi yang literat atau melek literasi. Kemampuan
menulis dianggap sebagai kegiatan lebih mengarah pada kinestetik serta tingkat
kognitif yang lebih rumit yang harus dipertimbangkan dalam perpaduaannya dengan
kemampuan membaca. Selanjutnya, seseorang membaca dan menulis untuk berbagai
alasan, di antaranya adalah untuk kesenangan dan hobi, untuk tetap menjalin
hubungan dengan keluarga dan teman, mendapatkan informasi, membantu memecahkan
masalah, membuat pilihan dan keputusan, belajar tentang dunia dan
mengkomunikasikan pemikiran, dan untuk tujuan kerja.
Djuanda dkk (2006, hlm. 297) menjelaskan
bahwa menulis berhubungan dengan keterampilan bahasa yang lainnya yaitu
membaca, berbicara dan menyimak. Menulis, membaca, berbicara, maupun menyimak
memiliki fungsi yang sama yaitu mengkomunikasikan pesan melalui bahasa. menulis
merupakan salah satu komponen sistem komunikasi yang menggambarkan pikiran,
perasaan, dan ide ke dalam bentuk lambang-lambang bahasa grafis dan dilakukan
untuk keperluan mencatat dan mengkomunikasikan pesan melalui bahasa. Kemampuan
menulis tidak diperoleh secara alamiah, tetapi melalui proses belajar mengajar
secara terus menerus. Untuk dapat menuliskan huruf sebagai lambang bunyi, anak
harus berlatih dari cara memegang alat tulis serta menggerakan tanganya dengan
memperhalikan apa yang harus dituliskan. Anak harus dilatih mengamati lambang bunyi
tertentu, belajar mengenal menulis permulaan ini dilaksanakan setelah anak
mampu mengenal huruf-huruf.
Kemampuan menulis diajarkan di sekolah dasar
sejak kelas awal sampai dengan kelas VI. Kemampuan menulis di kelas I dan II
merupakan kemampuan awal atau tahap permulaan. Oleh karena itu pembelajaran
menulis di kelas dan II disebut pembelajaran menulis permulaan, Zuhdi &
Budiasih (2001). Lebih lanjut ditegaskan keberhasilan pengajaran menulis
permulaan sangat ditentukan oleh proses pengenalan menulis permulaan itu
sendiri. Seperti kita ketahui, kemampuan menulis dapat dicapai dengan latihan
berkali-kali melalui proses bimbingan yang intensif. Dalam hal ini peranan guru
sangat menentukan. Guru perlu memiliki kemampuan menulis yang baik, disamping
itu guru juga harus mampu mengajarkanya. Tompkins (1990, hlm. 23) menjelaskan
pelaksanaan pembelajaran menulis permulaan di sekolah dasar tidak bisa
dipisahkan dengan pembelajaran membaca permulaan, walaupun keduanya merupakan
dua kemampuan yang berbeda. Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang
bersifat produktif, sedangkan membaca adalah keterampilan berbahasa yang
bersifat reseptif.
Praktik dalam menulis permulaan di sekolah
dasar mempunyai beberapa metode, antara sebagai berikut:
1.
Metode Abjad
Metode abjad disebut juga metode sintetis karena
mempelajari aksara dengan cara merangkai huruf- huruf yang dilafalkan dalam
abjad. Langkah-langkah yang dilakukan oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran
menulis permulaan dengan metode abjad sebagai berikut:1) guru mengenalkan
bentuk huruf dari a sampai z satu persatu; 2) guru secara berulang-ulang
menuliskan abjad secara berurutan sampai siswa mengenal abjad demi abjad; dan
3) setelah siswa mengenal semua abjad tersebut, kemudian guru merangkaikannya
menjadi suku kata (Muhyidin dkk, 2018).
2.
Metode SAS
Metode Struktural Analitik Sintetik (SAS) pembelajarannya
dimulai dengan menampilkan struktur kalimat secara utuh dahulu. Hal inilah yang
menjadi landasan utama metode ini, kalimat utuh itu kemudian dianalisis menjadi
kata. Kata dianalisis menjadi suku kata. Selanjutnya suku kata dianalisis
menjadi huruf atau bunyi. Bunyi disintesiskan menjadi suku kata. Suku kata
disintesiskan menjadi kata. Kata disintesiskan menjadi kalimat kembali bentuk
semula.
3.
Metode Global
Metode global bisa juga dikatakan sebagai metode kalimat.
Hal ini dikarenakan alur proses pembelajaran yang diperlihatkan melalui metode
ini diawali dengan penyajian beberapa kalimat global. Penggunaan gambar pada
metode ini akan sangat membantu. Seperti contoh ketika dituliskan kalimat yang
diperkenankan “ini gita”, maka gambar yang cocok untuk menyertai kalimat itu
adalah gambar seorang anak perempuan. Berbeda dengan metode SAS, metode global
melalui proses deglobalisasi (proses penguraian kalimat menjadi satuan-satuan
yang lebih kecil yaitu kata, suku kata dan huruf). Artinya huruf-huruf yang
telah terurai itu tidak dikembalikan lagi pada satuan di atasnya. Demikian juga
dengan suku-suku kata, tidak dirangkaikan lagi menjadi kata, kata-kata menjadi
kalimat (Halimah, 2014).
Adapun
langkah-langkah pembelajaran menulis permulaan di sekolah dasar yaitu sebaga
berikut:
1.
Menentukan pilihan pokok bahasan yang telah tercantum dalam silabus
Sebagai contoh kita mengambil kompetensi dasar yang
berkaitan dengan menulis permulaan. Indikator yang ingin dicapai yaitu siswa
siswi dapat menulis huruf a, i, n, dan m.
2.
Menyiapkan contoh-contoh kalimat yang mengandung huruf a, i, n, dan m. baik
berupa suku kata, aaupun huruf-huruf yang dibuat pada kertas karton yang diberi
warna, dalam bentuk huruf cetak atau huruf tegak bersambung.
3.
Merencanakan strategi penyampaian agar siswa-siswi menjadi senang.
4.
Siswa dilatih dalam cara memegang alat tulis, cara meletakkan buku, cara
menggunakan penghapus, cara menggerakkan tangan ke atas, ke bawah, kesamping
kiri, ke samping kanan, melengkung, diagonal, patah-patah, lurus dan
sebagainya.
5.
Menulis pola kalimat sederhana.
Contoh:
Ini nini i
= i
ini nini
Ini nini n
= n
ini nini
6.
Mengulang kalimat tadi menjadi beberapa baris.
Contoh:
ini nini
ini nini
ini nini
ini nini
7.
Pisahkan huruf tegak bersambung itu dan tunjukkan kepada siswa-siswi
cara menulisnya, kemudian rekatkan kembali seperti semula.
Contoh:
i n i n i n i
i n i n i n i
ini nini ini
nini
8.
Siswa-siswi dilatih menuliskan pola kalimat sederhana.
Ini nia =
ini nia
Ini mini =
ini mini
Ini mina =
ini mina
Ini nina =
ini nina
Ini nani =
ini nani
Ini nana =
ini nana
Ini mama =
ini mama
Ini mama ina = ini
mama ina
Ini mama ani = ini
mama ani
Ini mama aini = ini mama aini
b.
Kesulitan Menulis Permulaan
Pada dasarnya setiap siswa mempunyai beberapa
kesulitan dalam belajar. Pada tingkat dasar, khususnya pembelajaran bahasa
Indonesia dalam hal ini keterampilan berbahasa, siswa tidak sedikit yang
mengalami kesulitan belajar baik dalam menyimak, membaca, berbicara, dan
menulis. Menurut Abdurrahman (2003) menuturkan bahwa proses belajar menulis
pada hakikatnya suatu proses neurofisiologis. Pada saat menulis akan terjadi
peningkatan aktivitas pada susunan saraf pusat dan bagian-bagian organ tubuh.
Kesulitan dalam menulis disebut juga dengan
disgrafia. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Suhartono (2016) mengatakan
disgrafia adalah anak yang mengalami kesulitan dalam belajar terutama dalam
kegiatan menulis. Menurut Dinata dkk (2015) menuturkan bahwa anak yang memiliki
disgrafia adalah anak yang mengalami gangguan menulis. Ciri-ciri siswa yang
mengalami disgrafia menurut Gunadi (2011) yaitu sebagai berikut:
1)
Tidak
konsisten dalam menulis huruf
2)
Mencampurkan
huruf kecil dan huruf besar dalam menulis
3)
Menulis
dengan ukuran huruf yang tidak seimbang
4)
Tampak
berusaha keras saat mengkomunikasikan tulisan
5)
Susah memegang pena ataupun pensil
Timotius (2018) mengatakan bahwa disgrafia
dikenal dengan tiga macam yaitu disgrafia visual, disgrafia auditoris, dan
afasia. Disgrafia auditoris merupakan gejala disgrafia visual antara lain huruf
ditulis terbali, ada yang tidak ditulis, salah tulis menjadi bentuk
cerminannya, huruf tidak sama besar, tidak mengikuti garis, jarak antar huruf
tidak teratur. Disgrafia visual disebabkan karena adanya gangguan di lobus
parietalis kiri. Kerusakan pada broca ditandai dengan kesalahan penamaan benda,
kalimatnya tidak sesuai dengan tata bahasa, kesulitan mengeja. Gangguan
mennulis juga dipengaruhi oleh gangguan wicara. Disgrafia auditoris ialah
gejala disgrafia auditoris yaitu bunyi-bunyi yang hampir sama pengucapannya
dikacaukan seperti t dan d; c dan j; p dan b. afasia adalah keadaan kehilangan
daya berbahasa. Kerusakan dapat terjadi di pusat broca dan Wernicke. Pusat
broca adalah pusat perbendaharaan kata-kata.
Strategi menangani kesulitan menulis
(disgrafia) melalui pembelajaran partisipatif di sekolah yang digunakan oleh
guru yaitu 1) berikan motivasi kepada siswa; 2) gunakan media pembelajaran yang
menarik dalam pembelajaran menulis; 3) gunakan metode pembelajaran yang tepat
untuk mengatasi kesulitan dalam menulis dan 4) sumber belajar yang tepat. Teori
Learner dalam Abdurrahman (2010) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kemampuan anak untuk menulis yaitu (1) perilaku, yaitu anak yang memiliki
konsentrasi yang lemah atau perhatiannya mudah teralihkan; (2) persepsi, yaitu
anak yang sulit membedakan bentuk huruf. Dari teori tersebut, terlihat bahwa
faktor penyebab kesulitan membaca menulis permulaan dari dalam diri siswa
khususnya dalam perilaku siswa.
Menurut widiyaningrum & Hasanudin (2019) menjelaskan bahwa Jenis kesulitan Membaca Menulis Permulaan siswa yaitu 1) siswa saat membaca tidak lancar dan masih mengeja, 2) kedua pelafalan kurang jelas, 3) sering lupa huruf dan lupa bentuk huruf a-z, 4) siswa masih kesulitan membedakan beberapa huruf saat membaca seperti b, d, p, 5) menuliskan kata masih kurang huruf atau kurang lengkap, 6) siswa masih belum bisa merangkai sebuah kalimat. Jenis kesulitan ini termasuk kedalam masalah fonologi, morfologi dan sintaksis. Adapun faktor penyebab kesulitan membaca menulis ini adalah 1) belum matangnya umur, 2) suka bermain dari pada belajar, 3) suka ramai sendiri saat guru mengajar, 4) belajar di rumah ketika ada PR, 5) kurangnya perhatian orang-orang terdekat, 6) guru kurang memberikan perhatian, dan 7) guru kurang tegas.
C.
SIMPULAN
Menulis
merupakan proses pembelajaran yang dilakukan secara bertahap. Pembelajaran
bahasa Indonesia yang didalam mempunyai beberapa keterampilan yaitu
keterampilan membaca, menyimak, berbicara dan menulis. Keterampilan menulis
begitu diperlukan karena menulis tidak diperoleh secara mendadak tetapi melalui
latihan dan praktik. Keterampilan menulis permulaan mempunyai enam aspek yaitu
1) menjiplak 2) menebalkan bentuk gambar 3) menebalkan huruf 4) menulis kata
yang dilihat 5) menyalin kalimay sederhana dan 6) melengkapi kalimat. Kemampuan
menulis diajarkan di sekolah dasar sejak
dibangku kelas I sampai kelas VI. Kemamuan menulis di kelas I dan II dikatakan
pembelajaran menulis permulaan.
Proses pembelajaran tidak luput dari kesulitan belajar, termasuk kesulitaan belajar dalam menulis permulaan. Kesulitan dalam menulis disebut dengan disgrafia. Disgrafia terbagi menjadi tiga yaitu disgrafia visual, disgrafia auditoris dan afasia. Strategi dalam mengatasi kesulitan menulis yaitu ada beberapa cara 1) memberikan semangat dan motivasi kepada siswa untuk beajar; 2) gunakan media pembelajaran yang unik dan menarik sehingga siswa akan tertarik untuk belajar; 3) metode pembelajaran yang digunakan disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan situasi serta kondisi di kelas; 4) sumber belajar yang diambil oleh guru diharapkan beragam tidak hanya satu.
D.
DAFTAR PUSTAKA
Roth, Froma P. and Paul, Diane R. (2006).
Early Reading and Writing Development, Artikel (Online),
http://www.getreadytoread.org/early-learning-childhood-basics/early-literacy/early-reading-and-writing-development
Rukiati, Enung dan Sumayana, Yena. (2014).
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas rendah MI/SD. CV. Kaka
Media Network.
Nolen, S. B. (2003). The development of
motivation to read and write in young children. In annual meeting of
the American Educational Research Association, Chicago, IL.
Aeni, A. N. (2011). Menanamkan Disisplin Pada
Anak Melalui Dairy Activity Menurut Ajaran Islam. Jurnal Pendidikan Agama
Islam - Ta’lim, 9(1), 17–30.
Pramestuti, D. (2010). Pembelajaran
Menulis Permulaan Pada Siswa Kelas Ia Rsbi Sd Negeri Cemara Dua No. 13
Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010. (Skripsi). Fakultas Ilmu Keguruan Dan
Pendidikan, Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Ningsih, I. H. (2019). Peran Guru Dalam
Pembelajaran Menulis Permulaan Menghadi Abad 21. Basindo : Jurnal Kajian
Bahasa, Sastra Indonesia, Dan Pembelajarannya, 3(1), 38–43.
Https://Doi.Org/10.17977/Um007v3i12019p038
Simamora, D. A., Aryaningrum, K., &
Ayurachmawati, P. (2022). PENERAPAN METODE SAS (STRUKTURAL ANALITIK SINTETIK)
DALAM KETERAMPILAN MENULIS PERMULAAN PADA SISWA KELAS 1 SD. JRPD
(Jurnal Riset Pendidikan Dasar), 5(1), 9-16. https://doi.org/10.26618/jrpd.v5i1.6362
Rahmadani. N. (2019). Peningkatan
Keterampilan Menulis Permulaan Melalui Penerapan Metode Struktural Analitik Sintetik
(Sas). Journal of Teaching and Learning Research. 1 (1) p. 33-40.
Masrup, M. (2012). Keefektifan Pembelajaran
Menulis Permulaan dengan Metode Menabung Kata dan Metode Selusur (VAKT) pada
Siswa Sekolah Dasar. Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, 1(2). https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/seloka/article/view/699
Timotius, K. H. (2018). Otak dan Perilaku.
Andi Ofset.
Gunadi, T. (2011). Merekapun Bisa Sukses.
Penebar Swadaya Group.
Dinata, R. H., Yarmis, H., & Elsa, E.
(2015). Meningkatkan Kemampuan Menulis Kata Difgraf Melalui Metode Multisensori
Pada Anak Disgraphia. Jurnal Ilmiah Pendidikan Khsusus, 1(3), 465–476.
https://doi.org/10.24036/jupe70960.64
Abdurrahman, Mulyono. (2003). Pendidikan
Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Rineka Cipta.
Djuanda, D., Noi Resmini., & Dian,
Indihadi. (2006). Pembinaan dan Pengembangan Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia. UPI PRESS.
Tompkins, G.E. (1990). Teaching Writing:
balancing process and product. Macmillan.
Zuhdi, D. & Budiasih. (2001). Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah.Yogyakarta. PAS.
Widyaningrum, H. K., & Hasanudin, C.
(2019). Kajian Kesulitan Belajar Membaca Menulis Permulaan (MMP) di Sekolah
Dasar. Pedagogia: Jurnal Pendidikan, 8(2), 189-199. https://doi.org/10.21070/pedagogia.v8i2.2219
Halimah, A. (2014). Metode Pembelajaran Membaca dan Menulis Permulaan di SD/MI. AULADUNA: Jurnal Pendidikan Dasar Islam, 1(2), 190-200. https://journal3.uin-alauddin.ac.id/index.php/auladuna/article/view/550
Muhyidin, A., Rosidin, O., & Salpariansi, E. (2018). Metode pembelajaran membaca dan menulis permulaan di kelas awal. JPsd (Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar), 4(1), 30-42. http://dx.doi.org/10.30870/jpsd.v4i1.2464
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar