KESULITAN DALAM MEMBACA PERMULAAN DI SEKOLAH DASAR

 A.    PENDAHULUAN

a.     Latar Belakang

Membaca adalah proses penyerapan ilmu pengetahuan yang kemudian akan dimanfaatkan untuk kelangsungan hidup. Membaca permulaan merupakan salah satu keterampilan bagi anak dalam menyerap sebuah gagasan dan menuangannya kembali menjadi sebuah pengetahuan yang nyata (Pratiwi & Ariawan, 2017). Sejalan dengan hal itu Curtain, dkk (2016, hlm. 23) menuturkan kemampuan membaca erat kaitannya dengan keterampilan menuliskan sebuah gagasan. Menurut Tarigan (2008, hlm. 7) menjelaskan bahwa proses satu kesatuan yang dilakukan untuk diperguanakn oleh pembaca agar memperoleh pesan yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembcana melalui kata-kata/tulisan. Oleh sebab itu membaca merupakan proses seseorang dalam mendapatkan informasi atau pesan dari yang disampaikan oleh penulis kepada orang lain melalui media tulisan.

Membaca adalah keterampilan yang perlu dikuasai oleh siswa sekolah dasar (Nurani, R. Z dkk, 2021). Menurut Sukirno (2009) mengemukakan bahwa pada sekolah dasar kemampuan membaca terbagi menjadi dua yaitu membaca permulaan dan membaca lanjutan. Membaca permulaan diajarkan pada siswa kelas 1 dan kelas 2, sedangkan membaca lanjut dimulai dari kelas 3 dan seterusnya (Rahma, M., & Dafit, F., 2021). Penting bagi siswa untuk menguasai membaca permulaan dimaksudkan keterampilan membaca membaca permulaan akan mempengaruhi keterampilan membaca selanjutnya. Sebagai keterampilan yang mendasari keterampilan selanjutnya, maka perhatian guru haru benar-benar diperlukan. Dasar yang kuat akan menjadi bekal bagi siswa dalam tahap selanjutnya dan ketika dasarnya lemah maka siswa akan mengalami kesulitan untuk dapat memiliki keterampilan membaca yang mumpuni (Muhyidin, 2018).

Yuliana R (2017) berpendapat bahwa proses membaca permulaan hal yang diutamakan yaitu siswa mengenali huruf. Proses yang dilakukan dalam membaca permulaan yaitu untuk mengenal huruf vokal maupun huruf konsonan. Ketika siswa sudah dikenalkan huruf kemudian siswa diajak untuk merangkai sebuah kata dari huruf yang telah siswa pelajari sebelumnya. Sejalan dengan itu, Pratiwi & Ariawan (2017) menjelaskan siswa pada tahap membaca permulaan dikenalkan dengan huruf abjad dari A/a sampai Z/z. huruf tersebut dilafalkan sesuai dengan bunyi secara berulang-ulang hingga siswa kenal dan paham tentang huruf yang dibaca. Setelah diperkenalkan dengan bentuk sekaligus bunyi huruf abjak, langkah selanjutnya yaitu siswa diajak untuk mengeja suku kata, membaca kata, dan membaca kalimat pendek.

Proses kesulitan belajar yang dialami siswa merupakan hal yang umum dan lumrah, akan tetapi persoalan ini tidak boleh dianggap enteng. Masalah yang terjadi dalam proses pembelajaran sepatutnya sesegera mungkin untuk dilakukan tindakan, diharapkan siswa berdaya untuk segera menuntaskan belajarnya di sekolah (Nurani dkk, 2021). Fauzi (2018) mengemukakan bahwa kesulitan siswa dalam proses membaca permulaan berbeda-beda dari setiap individunya, siswa yang memiliki kelemahan dalam hal ini akan cendrung memiliki hasil belajar yang rendah pada mata pelajaran lainnya. Pembelajaran di sekolah dasar terlihat masih belum berhasil dalam mengatasi kesulitan belajar yang terjadi kepada siswa, terkhusus pada persoalan menyangkut dengan siswa sulit membaca yang seringkali kurang mendapat perhatian dari guru. Membaca ialah kegiatan yang tidak hanya mengucapkan tulisan, namun ini juga melibatkan dengan berbagai aktivitas lain termasuk melihat, berpikir, psikolinguistik dan metakognitif (Rafika dkk, 2020).

Penelitian yang dilakukan oleh Rafika dkk (2020) menuturkan bahwa berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada sekolah dasar di Kota Madiun terdapat indikasi bahwa sebagian siswa masih mengalami kesulitan dalam membaca permulaan. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa hal ini terjadi karena faktor internal yang berasal dari diri siswa dan faktor eksternal yang berasal dari luar diri siswa (Syah, 2012). Kemampuan siswa di sekolah dasar tersebut berbeda-beda, hal ini menunjukkan bahwa terdapat sebagian siswa yang memahami dan fasih dalam membaca, kemudian sebagian dari siswa tersebut masih belum lancar dalam membaca. Sejalan dengan itu Nurani dkk (2021) mengemukakan kemampuan membacaa pada siswa akan berbeda-beda tergantung dengan stimulus yang diberikan.

Penelitian yang dilakukan oleh Rahma & Dafit (2021) menjelaskan bahwa peneliti menemukan informasi terkait masih banyaknya siswa yang memiliki kesulitan dalam membaca permulaan, permasalahan yang dialami siswa sangat beragam. Mulai dari siswa belum bisa mengenal dan membedakan huruf yang bunyinya hamper sama seperti huruf b dan d, huruf p dan q, huruf f dan v, huruf m dan w, kemudian ketika siswa membaca sulit untuk merangkai sebuah kata dan masih terbata-bata. Sejalan dengan penelitian itu Pratiwi & Ariawan (2017) menambahkan bahwa kesalahan membaca permulaan yang dialami siswaa hendaknya segera diatasi karena akan berdaampak pada kemampuan membaca siswa. Siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca, ini menjadikan siswa kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran (Rahim, 2008).

b.     Fokus Kajian Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, fokus kajian masalah dalam makalah ini yaitu tentang:

1.     Kesulitan dalam Membaca Permulaan di Sekolah Dasar;

2.     Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Membaca;

3.     Solusi untuk Mengatasi Kesulitan Membaca

B.    KAJIAN TEORI

a.     Kesulitan Membaca Permulaan

Proses belajar tidak akan terlepas dari hambatan-hambatan yang terjadi ketika kegitan berlangusng. Hambatan terjadi pada membaca permulaan yaitu salah satunya kesulitan belajar. Kendala ini dihadapi oleh siswa ketika melaksanakan pembelajaran sehingga berefek pada hasil belajar siswa yang tidak begitu ideal (Yani, 2019). Sejalan dengan pendapat tersebut Irham & Wiyani (2013) menyatakan bahwa siswa yang mengalami kesulitan belajar merupakan kondisi mengalami hambatan-hambatan tertentu dalam mengikuti proses pembelajaran dan mendapatkan hasil belajar yang maksimal. Sementara itu menurut Ahmad & Supriyono (2013) menjelaskan beberapa gejala yang timbul sebagai tanda adanya kesulitan belajar.

(1) Menunjukkan prestasi belajar yang rendah, di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompok kelas; (2) Hasil belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan; (3) Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar; (4) Menunjukkan sikap yang kurang wajar; serta (5) Anak didik menunjukkan tingkah-laku yang berlainan.

Berkaitan dengan kesulitan membaca Snowling (2013, hlm 70) menyatakan bahwa sebuah keadaan ketika siswa tidak mampu untuk merekognisi kata sehingga siswa lambat dalam memahami sebuah bacaan dan memiliki pemahaman bacaan yang rendah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rafika dkk (2020) memaparkan bahwa ada beberapa karakteristik kesulitan membaca yang dialami siswa.

Pertama, kesulitan dalam mengenal huruf. Karakteristik kesulitan membaca pada indikator mengenal huruf yaitu kesulitan mengidentifikasi huruf dan melakukan penghilangan huruf. Penghilangan huruf yang dilakukan siswa sering terjadi di akhir kata. Kedua, kesulitan dalam mengeja. Kesulitan mengeja terlihat saat siswa terbata-bata dalam mengeja kata atau kalimat yang menggunakan huruf diftong. Ketiga, kesulitan melafalkan fonem. Kemampuan dalam pelafalan bunyi bahasa berkaitan dengan kemampuan berbicara siswa. Diketahui bahwa kelemahan berbicara cadel (pelo) menyebabkan siswa kesulitan melafalkan beberapa huruf dengan baik. Siswa yang cadel (pelo) biasanya sulit dalam menyebutkan huruf-huruf seperti huruf „d‟, „r‟, dan „s‟.

Pernyataan tersebut selaras dengan pendapat Abdurrahman (2012) yang mengatakan bahwa penghilangan huruf biasanya terjadi pada pertengahan atau akhir kata. Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi & Ariawan (2017) menuturkan ada beberapa kesulitan membaca permulaan yang dialami oleh siswa yaitu (1) belum mampu membaca diftong, vokal rangkap, dan konsonan rangkap; (2) belum mampu membaca kalimat; (3) membaca tersendat-sendat; (4) belum mampu menyebutkan beberapa huruf konsonan; (5) belum bisa mengeja; (6) membaca asal-asalan; (7) cepat lupa kata yang telah diejanya; (8) melakukan penambahan dan penggantian kata; (9) mengeja dengan waktu yang cukup lama; (10) belum mampu membaca dengan tuntas.

Siswa yang mengalami kesulitan belajar tidak hanya siswa yang mempunyai kelainan disleksia atau ADHD, tetapi masih banyak yang ditemukan perkara kesulitan membaca yang dialami siswa tanpa riwayat kelainan apapun. Pendapat ini sejalann dengan Slavin, dkk (2014) siswa yang kurang begitu lancar membaca dan mengeja dapat dikatakan memiliki kesulitan membaca tetapi beberapa guru tidak menyadari hal tersebut dan menganggap mereka akan lancar jika naik ke kelas berikutnya.

Dalam kaitannya dengan kegiatan pembelajaran di sekolah kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan siswa ketika membaca dapat dikategorikan sebagai kesulitan membaca (Zubaidah, 2013). Siswa yang mengalami kesulitan membaca memiliki kemampuan membaca lebih lamban daripada siswa yang tidak mengalami kesulitan membaca. Oleh sebab itu, perlu adanya tindakan untuk menganalisis kesulitan membaca yang dialami siswa. Kesulitan menbaca yang dialami siswa SD dikaitkan dengan pola pembelajaran yang dilakukan guru, pola pembelajaran membaca yang dilakukan guru cenderung bersifat statis dan klasik. Semua aktivitas dilakukan tanpa adanya upaya untuk meningkatkan kemampuan membaca. Siswa cenderung membaca dengan caranya sendiri. Analisis kesulitan membaca sangat penting dilakukan guru maupun orangtua untuk mengenali kesulitan yang dimiliki siswa sehingga mereka dapat diberi penanganan secara tepat.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahma & Dafit (2021) menemukan bahwa siswa kelas I menghadap beberapa kesulitan dalam membaca permulaan yaitu

(1) Belum mengenal huruf; (2) belum mampu membaca suku kata; (3) membaca kata demi kata; (4) belum mampu membaca huruf diftong; (5) belum mampu membaca huruf konsonan; (6) belum mampu membaca huruf vokal; (7) pengulangan; (8) memprafase yang salah; (9) belum mengenali kata.

Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian menurut Pridasari & Anafiah (2020) yang menyatakan bahwa kesulitan-kesulitan membaca permulaan siswa adalah

(1)Belum mampu membaca diftong, vokal rangkap, dan konsonan rangkap, (2) belum mampu membaca kalimat, (3) membaca tersendat-sendat, (4) belum mampu menyebutkan beberapa huruf konsonan, (5) belum bisa mengeja, (6) membaca asal-asalan, (7) cepat lupa kata yang telah diejanya, (8) melakukan penambahan dan penggantian kata, (9) waktu mengeja cukup lama, dan, (10) belum mampu membaca dengan tuntas.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurani, dkk (2021) menemukan kesulitan membaca permulaan disekolah dasar yaitu (1) membaca tersendat-sendat; (2) pelafalan kurang sesuai.

b.     Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Membaca

Kesulitan membaca yang dialami siswa tentuya dipengaruhi oleh faktor penyebab kesulitan membaca. Faktor penyebab kesulitan membaca dapat dari dalam diri siswa maupun luar diri siswa. Menurut Rafika, dkk (2020) setelah menganalisis siswa di sekolah dasar mendpatkan beberapa faktor yang mempengaruhi siswa mengalami kesulitan membaca sebagai berikut.

1.     Kesehatan Fisik

Keadaan tubuh yang optimal akan mempengaruhi penerimaan siswa terhadap informasi yang disampaikan. Sejalan dengan pendapat Syah (2012) bahwa kondisi tubuh yang lemah dapat mempengaruhi tingkat berpikir yang rendah sehingga siswa akan kurang bisa menangkap materi yang dipelajari.

2.     Kemampuan Pengindraan

Gangguan pengindraan seperti masalah penglihatan, pendengaran, dan pengucapan dapat menyebabkan menghambat perkembangan belajar siswa. Seperti yang dikemukakan oleh Rizkiana (2016) bahwa gangguan pengindraan seperti persepsi visual dapat menyebabkan siswa sulit membedakan bentuk huruf.

3.     Variasi Mengajar Guru

Penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat dapat menyebabkan siswa kesulitan belajar membaca. Hasil analisis menunjukkan bahwa guru telah berupaya menggunakan model pembelajaran yang bervariasi dalam mengajarkan membaca di kelas.

4.     Penggunaan Media Pembelajaran

Media pembelajaran membaca berupa media kartu huruf untuk mengenalkan huruf dan kartu kata untuk mengenalkan kata kepada siswa. Mesikupun media yang digunakan masih belum memadai namun dengan adanya media tersebut dapat membantu proses belajar membaca siswa dalam mengenalkan sesuatu yang konkret. Hal tersebut selaras dengan yang diungkapkan oleh Rahman & Haryanto (2014) bahwa media pembelajaran dapat merangsang siswa agar tertarik terhadap pembelajaran, sehingga siswa mudah dalam memahami materi.

5.     Sarana Prasarana

Kondisi kelas yang bersih dapat membuat siswa merasa nyaman untuk belajar di kelas. Kenyamanan siswa dalam belajar dapat memicu konsentrasi siswa dalam menerima pelajaran.

6.     Lingkungan Keluarga

Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama bagi siswa. Bimbingan dari orang tua serta perhatian dari orang tua menjadi faktor penting dalam keberhasilan belajar siswa.

7.     Motivasi dan Minat

Motivasi berfungsi mengarahkan perbuatan siswa dalam belajar. Sedangkan minat berkaitan dengan ketertarikan siswa dalam membaca buku.

Menurut Yani (2019) ada beberapa faktor yang mempengaruhi siswa ketika kesulitan membaca permulaan sebagai berikut.

1.     Faktor Pendidik

Guru harus mampu memahami dan mempunyai kemampuan untuk menggunakan berbagai model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan anak dalam membaca permulaan dan juga mampu mengontrol kemampuan membaca permulaan secara menyeluruh.

2.     Faktor Psikologis

Faktor ini yaitu yang berkaitan dengan motivasi, minat, dan kematangan sosial. Menurut Rahim (2008) motivasi merupakan hal yang mendorong siswa agar belajar atau melakukan suatu kegiatan. Motivasi belajar siswa dipengaruhi oleh suasana belajar yang kondusif dan peranan guru untuk membangkitkan minat dan motivasi siswa.

3.     Faktor Lingkungan atau Sosial Budaya

Faktor lain yang turut mempengaruhi kesulitan membaca permulaan pada anak usia dini adalah lingkungan atau sosial-budaya. Faktor lingkungan itu mencakup latar belakang dan pengalaman anak di rumah, serta keadaan sosial-ekonomi keluarga. Lingkungan dapat membentuk pribadi, sikap, nilai, dan kemampuan bahasa anak (Slameto, 2010). Berkaitan dengan hal tersebut, Rahim (2008) mengemukakan bahwa orang tua yang bersikap hangat dan demokratis bisa mengarahkan anak-anak mereka pada kegiatan yang berorientasi Pendidikan, suka menantang anak untuk berpikir, dan suka mendorong anak untuk mandiri merupakan orang tua yang dibutuhkan oleh anak-anak sebagai persiapan yang baik untuk belajar di sekolah.

Menurut Pramesti (2018) menuturkan bahwa faktor penghambat dalam membaca permulaan pada siswa kelas I sekolah dasar yaitu

(1) Faktor Intelektual mencakup tingkat kecerdasan anak yaitu kemampuan siswa yang rendah disbanding dengan teman-temannya sehingga siswa tersebut lamban dalam membaca dan mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran; (2) Faktor lingkungan lingkungan keluarga juga menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan mmebaca siswa, memcakup latar belakang dan pengalman siswa yang kurang , siswa sangat memerlukan keteladanan dalam membaca. Keteladanan tersebut harus ditunjukkan orang tua sesering mungkin.keadaan ekonomi keluarga yang rendah juga menyebabakan anak mengslami hambatan dalam membaca permulaan; (3) Motivasi, kurangnya motivasi dari pihak orang tua siswa untuk mendorng dan memberi semnagat untuk anaknya dalam membaca; (4) Minat, Kurangnya minat membaca siswa yang rendah menyebabkan tingkat keberhasilan anak dalam membaca sulit tercapai.

c.     Solusi untuk Mengatasi Kesulitan Belajar

Menurut Rahma & Dafit (2021) ada beberapa solusi untuk mengatasi kesulitan membaca permulaan pada siswa sekolah dasar khususnya kelas I yaitu (1) guru mengadakan jam tambahan bagi siswa yang kesulitan membaca permulaan; (2) guru memberikan perhatian yang lebih kepada siswa yang kesulitan membaca permulaan; (3) bagi siswa yang mengalami kesulitan dalam mengenali huruf bisa dilakukan dengan cara yaitu huruf menjadi bahan untuk nyayian kemudian dinyanyikan bersama siswa, mengidentifikasi huruf serta mendiskusikannya dari bentuk dan bunyi dari huruf tersebut, menggunakan bahan bacaan yang tidak terlalu rumit, dan siswa diminta menulis dan membacanya di kelas. Hal tersebut hampir sesuai dengan menurut Udhiyanasari (2019) solusi atau upaya yang dapat diakukan guru untuk mengatasi kesulitan membaca permulaan siswa diantaranya sebagai berikut.

1. Menggunakan media pembelajaran yang menarik dan efektif, menggunakan metode pembelajaran dengan bantuan gambar akan sangat memudahkan siswa dalam mengenal huruf.

2.   Membacakan dongeng dan menjelaskan berbagai macam manfaat dengan biasa membaca dapat mendorong rasa percaya disi siswa. Selain itu percaya diri juga harus ditimbulkan karena siswa yang mengalami kesulitan membaca sulit dalam mengikuti pelajaran di kelas, sehingga sering dikucilkan oleh teman sekelasnya. Hal tersebut juga dapat dilakukan dengan menimbulkan rasa percaya diri siswa dengan cara memunculkan semangat belajar anak di kelas.

3. Memberikan program khusus membaca remedial. Program tersebut mengacu pada pemberian remedial kepada anak yang mengalami kesulitan membaca.

4.     Memberikan perhatian lebih kepada siswa yang mengalami kesulitan membaca.

C.    SIMPULAN

Kesulitan membaca ialah suatu kondisi ditandai adanya siswa yang belum mampu mengenali kata sehingga mengalami keterlambatan dalam memahami sebuah bacaan. Keadaan ini ditandai dengan gejala prestasi belajar yang rendah, hasil belajar yang kurang seimbang, keterlambatan dalam mengerjakan tugas, adanya sikap kurang wajar, dan anak menunjukkan tingkah yang berbeda. Hal-hal yang melatarbelakangi kesulitan membaca antara lain Kesehatan fisik, kemampuan penginderaan, variasi mengajar guru, penggunaan media pembelajaran, sarana prasarana, dan motivasi dan minat. Jika ditinjau dari segi lainnya, faktor pendidik, psikologis, lingkungan dan sosial budaya, dan intelektual turut andil dalam memengaruhi kesulitan membaca siswa. Adapun dalam rangka mengatasi kesulitan membaca, guru dapat mengadakan jam tambahan bagi siswa yang kesulitan membaca, memberikan perhatian lebih, menggunakan media atau metode yang selaras untuk meningkatkan kemampuan membaca seperti bernyanyi, bercerita, dan media kartu.

 

D.    DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. (2012). Pendidikan bagi Anak Kesulitan Belajar. Rineka Cipta.

Ahmadi, A. & W. Supriyono. (2013). Psikologi Belajar. Rineka Cipta.

Curtain, H., Donato, R., & Gilbert, V. (2016). Elementary School Foreign Language Programs in the United States. In Foreign Language Education in America (pp.19-41). Palgrave Macmillan UK.

Fauzi. (2018). Karakteristik Kesulitan Belajar Membaca Pada Siswa Kelas Rendah Sekolah Dasar. PERSPEKTIF Ilmu Pendidikan, Vol. 32, No. 2, hlm. 95-105. https://doi.org/10.21009/PIP.322.2

Irham, M. & A.N. Wiyani. (2013). Psikologi Pendidikan. Ar-Ruzz Media.

Muhyidin, A., Rosidin, O., & Salpariansi, E. (2018). Metode Pembelajaran Membaca Dan Menulis Permulaan Di Kelas Awal. Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar, 4(1), 30. https://doi.org/10.30870/jpsd.v4i1.2464

Nurani, R. Z., Nugraha, F., & Mahendra, H. H. (2021). Analisis Kesulitan Membaca Permulaan Pada Anak Usia Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu5(3), 1462-1470. https://doi.org/10.31004/basicedu.v5i3.907

Pratiwi, I. M., & Ariawan, V. A. N. (2017). Analisis kesulitan siswa dalam membaca permulaan di kelas satu sekolah dasar. Sekolah Dasar: Kajian Teori dan Praktik Pendidikan26(1), 69-76. http://journal2.um.ac.id/index.php/sd/article/view/1332/698

Pridasari, F., & Anafiah, S. (2020). Analisis Kesulitan Membaca Permulaan Pada Siswa Kelas I Di Sdn Demangan Yogyakarta. TRIHAYU: Jurnal Pendidikan Ke-SD-An6(2), 432-439. https://jurnal.ustjogja.ac.id/index.php/trihayu/article/view/8054

Rafika, N., Kartikasari, M., & Lestari, S. (2020). Analisis kesulitan membaca permulaan pada siswa sekolah dasar. Prosiding Konferensi Ilmiah Dasar2, 301-306. http://prosiding.unipma.ac.id/index.php/KID/article/view/1580/1238

Rahim, F. (2008). Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Bumi Aksara.

Rahma, M., & Dafit, F. (2021). Analisis Kesulitan Membaca Permulaan Siswa Kelas 1 Sekolah Dasar. QALAMUNA: Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama13(2), 397-410. 10.37680/qalamuna.v13i2.979

Rahman, B., & Haryanto, H. (2014). Peningkatan keterampilan membaca permulaan melalui media flashcard pada siswa kelas I SDN Bajayau Tengah 2. Jurnal Prima Edukasia2(2), 127-137. https://journal.uny.ac.id/index.php/jpe/article/view/2650

Rizkiana, R. (2016). Analisis Kesulitan Membaca Permulaan Siswa Kelas I SD N Bangunrejo 2 Yogyakarta. Basic Education5(34), 3-236. https://eprints.uny.ac.id/40935/

Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. PT Rineka Cipta.

Slavin, E.R. (2014). Membaca Membuka Pintu Dunia Program Success for All Model yang Jelas dan Kuat untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Anak Sekolah Dasar. Pustaka Pelajar.

Snowling, M. J. (2013). Early identification and interventions for dyslexia: a contemporary view. Journal of Research in Special Educational Needs13(1), 7-14. https://doi.org/10.1111/j.1471-3802.2012.01262.x

Sukirno. (2009). Sistem Membaca Pemahaman yang Efektif. UMP Press.

Syah, M. (2012). Psikologi Belajar. Rajawali Pers.

Tarigan, H. (2008). Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Udhiyanasari, K. Y. (2019). Upaya Penanganan Kesulitan Membaca Permulaan Pada Anak Berkesulitan Membaca Kelas II di SDN Manahan Surakarta. SPEED Journal: Journal of Special Education3(1), 39-50. https://jurnal.ikipjember.ac.id/index.php/speed/article/view/203

Yani, A. (2019). Kesulitan Membaca Permulaan pada Anak Usia Dini dalam Perspektif Analisis Reading Readiness. Mimbar Pendidikan: Jurnal Indonesia untuk Kajian Pendidikan4(2), 113-126. http://repository.syekhnurjati.ac.id/id/eprint/4515

Yuliana, R. (2017, May). Pembelajaran membaca permulaan dalam tinjauan teori artikulasi penyerta. In Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP (Vol. 1, No. 2). https://jurnal.untirta.ac.id/index.php/psnp/article/view/343-350

Zubaidah, E. (2013). Kesulitan Membaca Permulaan pada Anak Diagnosa dan Cara Mengatasinya. Universitas Negeri Yogyakarta

MEMBACA PERMULAAN DI KELAS I DI SEKOLAH DASAR

 

MEMBACA PERMULAAN DI KELAS I DI SEKOLAH DASAR

A.  PENDAHULUAN

1.     Latar Belakang Masalah

Manusia terdiri dari individualis sekaligus sosialis, di mana untuk mengejawantahkan sosialitasnya manusia memerlukan sosialisasi dengan manusia lain melalui komunikasi sehingga timbul rasa saling terhubung. Proses komunikasi ini memerlukan pengantar berupa bahasa yang dapat dipahami oleh kedua belah pihak supaya saling memberikan timbal balik. Bahasa menjadi salah satu domain yang bersifat urgen untuk mentransfer informasi, pikiran, dan perasaan kepada orang lain. Menurut Wiratno dan Santosa (2014) bahasa adalah alat komunikasi yang teroganisasi dalam bentuk satuan-satuan, misalnya kata, klasifikasi kata, klausa, dan kalimat yang ditunjukkan dalam bentuk lisan ataupun tulisan. Dengan kata lain, bahasa merupakan kebutuhan esensial bagi setiap manusia untuk saling melanjutkan hidup. Sejalan dengan itu, Wiratno dan Santosa, 2014, hlm. 12) memaknai bahasa sebagai institusi sosial, pendidikan, politik, dan hukum. Bahasa dapat dimaknai sebagai teks yakni bahasa dalam penggunaannya atau bahasa yang bertugas untuk emnciptakan makna, selain itu bahasa dimaknai sebagai isntitusi sosial yakni bahasa sebagai wujud dari praktik sosial atau sebagai sarana untuk mengaktualisasikan pengetahuan.

Proses berbahasa tidak hanya diungkapkan melalui lisan, tetapi juga didokumentasikan dalam bentuk bacaan. Upaya memahami bacaan seyogianya memerlukan kemampuan membaca supaya makna bacaan atau bahkan simbol-simbol bahasa dapat dipahami dengan tepat.  Rahman dan Haryanto (2014) mengemukakan bahwa keterampilan membaca adalah urgensi bagi siswa di sekolah dasar. Oleh karena itu, keterampilan membaca merupakan bagian integral bagi kehidupan karena setiap domain kehidupan tidak jauh dari kegiatan membaca.

Pembelajaran membaca permulaan untuk siswa di kelas I diperlukan untuk mempersiapkan pada tingkatan membaca selanjutnya. Urgensi membaca permulaan bagi siswa kelas I supaya siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat. Siswa yang mampu membaca akan dapat mengikuti pembelajaran dengan mudah, tetapi sebaliknya bagi siswa yang belum mampu membaca akan lebih sulit mengikuti alur pembelajaran. Kebutuhan belajar di kelas secara dominan merujuk pada kegiatan membaca, ini terlihat dari adanya berbagai buku pelajaran, buku penunjang, dan sumber belajar lainnya. Adapun indikator kemampuan membaca permulaan berdasarkan tingkat pencapaian perkembangan siswa sesuai dengan Permendiknas RI Nomor 137 tahun 2014 yakni 1) mengenal simbol-simbol huruf vokal dan konsonan, 2) mampu membedakan kata yang memiliki huruf awalan yang sama, 3) mampu membedakan kata yang memiliki suku kata awal yang sama, dan 4) mampu menyusun suku kata menjadi sebuah kata. Hal ini mendorong guru untuk memperhatikan kelancaran dan ketetapan siswa dalam melafalkan lambang bunyi, memahami simbol huruf konsonan dan vocal, membaca kata dan kalimat sederhana dengan tepat sehingga diharapkan tidak ada permasalahan dalam membaca permulaan.

Berdasarkan pemaparan tersebut tidak menutup kemungkinan permasalahan siswa dalam membaca permulaan dapat dihindari. Menurut Zubaidah (2013) kesalahan tersebut terdapat dalam proses mengenali huruf, kata, dan kalimat yang terlihat dalam bunyi yang diucapkan. Sekaitan dengan kesulitan membaca permulaan, hasil penelitian Pratiwi dan Ariawan (2017) menyatakan bahwa siswa kelas I 1) belum mampu membaca diftong, vokal rangkap, dan konsonan rangkap; 2) belum mampu membaca kalilmat; 3) membaca tersendat-sendat; 4) belum mampu menyebutkan beberapa huruf konsonan; 5) belum mampu mengeja; 6) membaca secara asal; 7) mudah lupa kata yang telah dieja; 8) menambah dan mengganti kata; 9) mengeja dengan waktu yang cukup lama; dan 10) belum mampu membaca tuntas. Lebih lanjut, Pratiwi dan Ariawan (2017) menyatakan bahwa secara general siswa kelas rendah belum dapat membaca tulisan atau mengidentifikasi lambang bunyi dengan tepat.

 

2.     Fokus-Fokus Kajian Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka fokus kajian masalah ini adalah sebagai berikut:

a.     Hakikat Membaca Permulaan

b.     Faktor yang Mempengaruhi Membaca Permulaan Penerapan Pembelajaran Membaca Permulaan dengan Tanpa Buku dan dengan Buku

 B.  KAJIAN TEORI

1.     Hakikat Membaca Permulaan

Aulina (2012) mendefinisikan membaca bukan hanya melafalkan huruf atau kata demi kata, tetapi juga proses membangun yang melibatkan berbagai hal, seperti aktivitas fisik, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif. Tidak sesederhana mengulang bacaan, membaca merupakan aktivitas menginterpretasikan tanda dan lambang menjadi makna, observasi makna kata, dan memautkan pengalaman pembaca dengan teks yang dibaca.

Menurut Akhadiah (2011, hlm. 98) membaca permulaan merupakan tingkatan belajar membaca siswa sekolah dasar kelas awal yakni kelas I dan kelas II. Pembelajaran membaca di sekolah dasar selaras dengan level kelompok kelas rendah dan kelas tinggi. Siswa kelas rendah berada dalam tahapan membaca permulaan. Kapabilitas membaca permulaan di kelas awal menduduki peran krusial sebagai landasan pacu penentu keberhasilan kegiatan belajar siswa selama sekolah. Sebagaimana Solehuddin dkk. (2007) mengklasifikasikan tahap perkembangan membaca anak menjadi empat tahap, antara lain tahap pembaca pemula (the beginning reader), tahap pembaca tumbuh (emergent reader), pembaca awal (early reader), dan pembaca ahli (fluent reader). Hal ini dikuatkan oleh Aulia (2019) bahwa tujuan pembelajaran membaca permulaan di sekolah dasar ialah supaya siswa memiliki keterampilan untuk memahami dan melisankan tulisan melalui intonasi yang wajar sebagai titik tolak untuk membaca level lebih tinggi.

2.     Faktor yang Mempengaruhi Membaca Permulaan

Beragam faktor turut andil mempengaruhi siswa dalam proses membaca permulaan, pada umunya kemampuan membaca yang dimaksud ialah tingkat pemahaman dan kecepatan yang dimiliki oleh seseorang. Sebagaimana diungkapkan oleh Irdawati, Yunidar, dan Darmawan (2014, hlm. 7) berikut ini beragam faktor-faktor yang mempengaruhi membaca permulaan:

a)   Tingkat intelegensi;

b)  Keterampilan berbahasa;

c)   Sikap dan minat;

d)  Keadaan bacaan;

e)   Habituasi membaca;

f)   Pengetahuan tentang tata cara membaca;

g)  Latar belakang sosio-kultural dan ekonomi; dan

h)  Regulasi emosi.

Ketertarikan anak terhadap kegiatan membaca dapat meningkat tergantung pada faktor-faktor yang turut mempengaruhi. Secara sederhana, Iasha dan Iswara (2018) menyebutkan setidaknya terdapat tiga faktor yakni motivasi, lingkungan keluarga, dan bahan bacaan. Dengan kata lain, anak yang memiliki keinginan besar terhadap membaca cenderung memperhatikan guru Ketika memberi contoh bacaan yang tepat sehingga anak memiliki keterampilan membaca yang baik, begitupun sebaliknya. Brodin dan Renblad (2019) memaparkan salah satu keberhasilan anak dalam belajar ialah menempatkan anak dalam situasi dna llingkungan yang kondusif sekaligus adanya model, media, dan metode selaras kebutuhan anak. Hal ini dikarenakan, menurut Nahdi dan Yunitasari (2020) anak memiliki keinginan besar untuk menyerap segala informasi dan pengetahuan yang berada di lingkungan sekitar melalui kegiatan membaca dan menulis. Sejalan dengan itu, bahan bacaan berperan andil secara signifikan dalam mempengaruhi karena bahan bacaan dapat mempengaruhi minat dalam membaca dan kemampuan untuk memahami isi bacaan (Anggraeni, Hartati, & Nurani, 2019; Ramdhani, dkk., 2019).

3.     Penerapan Pembelajaran Membaca Permulaan dengan Tanpa Buku dan dengan Buku

Pembelajaran membaca permulaan di kelas I sekolah dasar dilaksanakan melalui dua tahap, yakni membaca periode tanpa buku dan membaca periode dengan buku. Menurut Tarmidzi (2008) pelaksanaan membaca tanpa buku dilaksanakan dengan memanfaatkan media atau alat peraga seperti kartu gambar, kartu huruf, kartu kata, dan kartu kalimat, sementara itu membaca dengan buku memanfaatkan buku pelajaran.

Pembelajaran permulaan diterapkan dalam dua tahap yakni pertama membaca tanpa buku dan kedua membaca dengan buku. Berdasarkan pemaparan Kurniaman dan Noviana (2016) terdapat lima putaran pembelajaran membaca tanpa buku, lebih rincinya sebagaimana berikut ini.

1)   Putaran I: masa orientasi siswa dengan guru, teman sejawat, dan lingkungan, proses merekam bahasa anak melalui mengingat dalam hati bahasa yang dimengerti dan diucapkan siswa, meneliti hasil rekaman siswa, dan menyusun cerita edukatif;

2)   Putaran II: menganalisis dan menyintesis lima kalimat dasar menjadi susunan baru;

3)   Putaran III: menganalisis kalilmat menjadi kata, lalu menyintesiskan kata menjadi kalimat;

4)   Putaran IV: menganalisis kalimat menjadi kata, kata mejadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata menjadi kalimat;

5)   Putaran V: menganalisis kalimat menjadi kata, kata menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf, huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata menjadi kalimat.

Setelah putaran V selesai, ini berarti bahwa siswa telah berhasil selesai pada tahap membaca tanpa buku. (hlm. 150-152)

Lebih lanjut, Kurniaman dan Noviana (2016, hlm. 152) menekankan bahwa setelah rampungnya tugas siswa membaca tanpa buku kegiatan dilanjutkan dengan membaca dengan buku. Adapun kegiatan membaca dengan buku bertolak pada tiga kegiatan metode SAS yakni memperkenalkan struktur, menganalisis, dan menyinstesiskan kembali.

C.  SIMPULAN

Lingkungan yang ada disekeliling anak akan mempengaruhi proses belajar dan penguasaan bahasa anak berlangsung secara terus-menerus, interaktif, dan bermakna yang diperoleh dari lingkungannya. Ada masa tertentu dimana anak-anak menguasi sejumlah pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan baca, tulis dan berhitung sebelum mereka belajar membaca dan menulis secara konvensional. Pengetahuan tersebut menyangkut konsep-konsep yang terdapat di dalam bacaan, tentang bentuk kata-kata,ungkapan, maupun struktur kalimat. Siswa yang tidak mampu membaca dengan baik akan mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran lainnya. Siswa akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan memahami informasi yang disajikan dalam berbagai buku pelajaran, buku-buku bahan penunjang dan sumber-sumber belajar tertulis lainnnya. Tujuan membaca permulaan di kelas I SD yakni agar siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat. Kelancaran dan ketepatan anak membaca pada tahap belajar membaca permulaan dipengaruhi oleh keaktifan dan kreativitas guru yang mengajar. Keterampilan membaca yang diperoleh pada membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap keterampilan membaca lanjut.

Dalam melaksanakan pengajaran membaca permulaan di dalam kelas dikenal berbagai metode pembelajaran yang dapat diterapkan, yakni metode eja, metode bunyi, metode suku kata, metode kata, metode global, dan metode SAS (Struktural Analitik dan Sintetik). Kegiatan membaca harus dipadukan dengan kegiatan menulis, sebab ketika siswa dapat membaca huruf atau kata, siswa juga harus mampu menuliskan huruf atau kata tersebut. Faktor yang membedakan kesiapan tersebut adalah tingkat intelegensi, kematangan mental, kestabilan emosional, kondisi fisik, lingkungan keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, guru harus siap memberikan pelayanan yang berbeda kepada setiap anak.

Proses pembelajaran dengan berbantuan metode SAS dapat dilaksanakan dengan dua cara, yakni dengan buku dan tanpa buku. Membaca tanpa buku dan membaca dengan buku ialah dua tahap pembelajaran membaca berbantuan metode SAS. Membaca tanpa buku, metode SAS diajarkan melalui proses merekam bahasa siswa, memvisualisasikan gambar sambal bercerita, mengamati gambar, membaca gambar dengan kartu kalimat, membaca kalimat secara struktural, proses analitik, proses sintetik sehingga mengonstruksikan SAS secara utuh. Metode SAS dengan buku diajarkan melalui proses membaca kalimat yang ditullis dengan huruf cetak. Penggunaan tanpa buku dan dengan buku menjadi dua tahap yang berdampingan. Tahap pertama diawali dengan membaca tanpa buku biasa digunakan pada pendidikan anak usia dini. Tahap kedua mulai menggunakan buku, siswa membaca buku cerita, buku siswa, membaca bacaan sederhana seperti iklan.

 D.  DAFTAR RUJUKAN

Alkaidah. (2011). Bahasa Indonesia. Universitas Terbuka.

Anggraeni, D., Hartati, S., & Nurani, Y. (2019). Implementasi Metode Bercerita dan Harga Diri dalam Meningkatkan Kemampuan Berbicara Anak Usia Dini. urnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 3(2), 404–415. https://doi.org/10.31004/obsesi.v3i2.224

Aulia, M. dkk. (2019). Penggunaan Big Book dalam Pembelajaran Membaca Permulaan di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 3(4), 963-969. https://doi.org/10.31004/basicedu.v3i3.245

Aulina, C.A. (2012). Pengaruh Permainan dan Penguasaan Kosakata terhadap Kemampuan Membaca Permulaan Anak Usia 5-6 Tahun. Pedagogia, 1(2), 131-143. https://doi.org/10.21070/pedagogia.v1i2.36

Brodin, J., & Renblad, K. (2019). Improvement of preschool children’s speech and language skills. Early Child Development and Care, 0(0), 1–9. https://doi.org/10.1080/03004430.2018.1564917

Dzulhijjah, S.M. (2022). Analisis Penggunaan Metode Struktural Analitik Sintetik (SAS) untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Peserta Didik di Kelas 1 Sekolah Dasar (Penelitian Studi Literatur). (Skripsi). Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pasundan, Bandung.

Iasha, Y. D., & Iswara, P. D. (2018). Big Book Media Development of Real Reading Ability and Communication Ability of Students Using Dia Tampan Strategy (Experimental Research at Class I SDIT Cendekia Purwakarta Purwakarta District, Purwakarta Regency). International Conference on Elementary Education (ICEE) Universitas Pendidikan Indonesia 2018, 233–243.

Irdawati., Yunidar., & Darmawan. (2014). Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan dengan Menggunakan Media Gambar Kelas 1 di Min Buol. Jurnal Kreatif Online, 5(4), 1-14. http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/JKTO/article/view/12210

Kartika, E., Kresnadi, H., & Halidjah, S. (2013). Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Menggunakan Metode SAS di Kelas 1 SDN 44 Pulau Nyamuk. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran: Khatulistiwa, 2(10), 1-13. https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/view/3610/3626

Kurniaman, O. & Noviana, E. (2016). Metode Membaca SAS (Struktural Analitik Sintetik) dalam Meningkatkan Keterampilan Membaca Permulaan di Kelas I SDN 79 Pekanbaru. Jurnal Primary Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau, 5(2), 149-157. http://dx.doi.org/10.33578/jpfkip.v5i2.3705

Maimana, Rizal, M.S., & Nurhaswinda. (2021). Penerapan Metode SAS untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Kelas I Sekolah Dasar. Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 5(2), 166-172.  https://ummaspul.e-journal.id/maspuljr/article/download/2016/632

Nahdi, K. & Yunitasari, D. (2020). Literasi Berbahasa Indonesia Usia Prasekolah: Ancangan Metode Dia Tampan dalam Membaca Permulaan. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 4(1), 434-441. 10.31004/obsesi.v4i1.372

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) RI Nomor 137 tahun 2014

Pratiwi, I.M. & Ariawan, V.A.N. (2017). Analisis Kesulitan Siswa dalam membaca Permulaan di Kelas Satu Sekolah Dasar. Sekolah Dasar, 26(1), 69-76. http://journal2.um.ac.id/index.php/sd/article/view/1332/698

Ramdhani, S. dkk. (2019). Penanaman Nilai-Nilai Karakter melalui Kegiatan Storytelling dengan Menggunakan Cerita Rakyat Sasak pada Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 3(1), 153-160. https://doi.org/10.31004/obsesi.v3i1.108

Saragih, E.E. (2018). Struktural Analitik Sintetik (SAS) dalam Pembelajaran Bahasa Inggris di Madrasah Ibtidaiyah. Attadib Journal of Elementary Education, 2(1), 1-13. https://doi.org/10.32507/attadib.v2i1.244

Setyowati, M. (2015). Metode SAS (Struktur, Analitis, dan Sintesis) dalam Pembelajaran Seni Tari di Kelas Terampil Sanggar Dharmo Yuwono Purwokerto. (Skripsi). Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang, Semarang. 

Solchan. (2014). Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Universitas Terbuka

Solehuddin dkk. (2007). Pembaharuan Pendidikan TK. Universitas Terbuka.

Tarigan, H.G. (2008). Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa). Angkasa.

Tarmidzi, A. (2008). Penerapan Pembelajaran Cooperative Make a Matchal. Bumi Aksara.

­Wiratno, T. & Santosa, R. (2014). Modul Llinguistik Umum: Bahasa, Fungsi Bahasa, dan Konteks Sosial. Universitas Terbuka.

Yuliana, R. (2017). “Pembelajaran Membaca Permulaan dalam Tinjauan Teori Artikulasi Penyerta”. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP UNTIRTA 2017. (hlm. 343-350).

Zubaidah, E. (2013). Kesulitan Membaca Permulaan pada Anak Diagnosa dan Cara Mengatasinya. Universitas Negeri Yogyakarta

Sebelum Izrail Menjamah

"Sebelum Izrail Menjamah"

Tinggal beberapa hari lagi
Akan pergi bulan yang penuh kemuliaan

Lantas apa yang sudah dilakukan?
Nonton drakor sambil rebahan?
Ngegosip sembari cengengesan?
Atau hanya bisa menyalahkan keadaan?
Kemudian mempertanyakan keadilan Tuhan?

Kata siapa waktu tak terasa?
Mungkin engkau yang tak punya rasa
Hingga berlarut dalam zona nyaman
Dan pada akhirnya terlena

Ingat kawan, penyesalan selalu datang terakhiran
Jika diawal, itu namanya pendaftaran
Tak ada kata terlambat untuk perubahan 
Sekalipun matahari sudah tenggelam 

Mari kita berbenah
Sebelum Izrail menjamah

Semua Karena-Nya


Zaman Baginda Rasul tahun 5 Hijriyah bulan syawal tepatnya, terjadilah perang khandaq. Suatu ketika Amr bin Abdul Wad menantang untuk berkelahi satu melawan satu kepada pasukan Nabi. Saat itu pasukan yang bersama Nabi merasa ketakutan mendengar tantangan tersebut, dikarenakan Amr adalah orang hebat dalam berkelahi dan cukup terkenal. Sontak para sahabat ketakutan dengan hal ini, tapi tidak dengan Sahabat Ali bin Abi Thalib R.A. Ia berani untuk melawan Amr walaupun Nabi sempat ragu untuk mengizinkannya. Seketika itulah terjadi perkelahian antara mereka berdua sampai akhirnya Amr bin Abd Wad tersayat pahanya hingga ia tergeletak. Hal ini menjadi kesempatan Sahabat Ali untuk memenggal kepalanya, tetapi hal ini sempat terhenti ketika Amr meludahinya. Sahabat lain bertanya-tanya kenapa Sahabat Ali tidak langsung saja memenggalnya? "Pada saat Ia meludahiku amarah dan kebencianku timbul maka aku berdiam untuk menenangkan hal itu. Aku berkelahi semata-mata hanya karena Allah bukan dikarenakan marah dan benci atas perbuatannya tadi" Ujar sahabat Ali. 

Sahabat Ali bin Abi Thalib R.A sangat berhati-hati dalam bertindak, ia tidak ingin membunuh orang lain karena amarah dan benci. Wajar karena beliau adalah sahabat Nabi? Lantas karena kita bukan sahabat Nabi, tak perlu bersikap seperti beliau? Sangat disayangkan apa yang dilakukan Sahabat Ali bertolak belakang dengan saat ini. Banyak sekali orang yang mengatasnamakan agama dalam segala perbuatannya tapi masih terdapat benci dan amarah di dalam hatinya. Lantas apakah kita sudah benar-benar melakukan segala perbuatan karena-Nya?

PENILAIAN DALAM KURIKULUM 2013

  BAB I  PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui hasil yang telah dicapai oleh pendidik dal...